Opini

Opini: Hari Kartini dan Pesan Kemiskinan Kaum Perempuan

Editor: Dion DB Putra
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Emiliana Martuti Lawalu

Semuanya positif dan patut diapresiasi. Namun, ini semua adalah aspek fisik dari seorang ibu yang sangat dihormati bangsanya. 

Masih diperlukan jiwa yang selalu bertanya melihat kondisi yang sedang berlangsung sekarang ini. Bagaimana pemikiran Kartini memberi makna  tentang kebebasan kita sekarang ini? 

Bagaimana kita dibebaskan dari sejumlah faktor yang membuat kita terbelenggu dalam kemiskinan? 

Apalah kita masih bisa bertanya seperti dulu Kartini bertanya tentang nasib ketimpangan perempuan dan laki-laki, keadaan ekonomi yang ditantang dalam geopolitik yang berubah, misalnya.

Perempuan masih dianggap sebagai yang memikul kemiskinan di dunia. Beban ini makin bertambah berat kerena perempuan tidak dapat mengakses kesempatan ekonomi, apalagi kepemilikan lahan dan lain-lain.

Dari 66 penelitian yang dilakukan oleh International Research Center for Woman (IRCW) pada era 1980-an ditemukan sejumlah fakta. Salah satunya fakta bahwa kepala keluarga perempuan lebih miskin daripada laki-laki. 

Hampir seluruh keluarga miskin dibiayai oleh perempuan, tanpa suami di Amerika. Sementara itu ekonomi global tidak menentu serta perang di mana-mana makin memperburuk keadaan bagai kaum perempuan.

Oleh sebab itu, perlu mencermati dan menelusuri permasalahan yang terjadi. Jika dalam masalah ekonomi segala sesuatu diukur dengan materi, maka perempuan yang tidak menghasilkan uang dianggap lebih rendah nilainya.

Robert Chambers menilai bahwa kemiskinan di negara sedang berkembang disebabkan faktor ketidakberuntungan. Maksudnya, kemiskinan yang disebabkan oleh fisiknya yang lemah, kerentanan, keterisolasian, dan ketidakberdayaan. 

Faktor ketidakberuntungan ini, menurutnya, membelenggu dan merupakan lingkaran setan yang tidak memungkinkan orang miskin keluar dari situasinya.

Kalau umumnya terbelenggu maka sudah hampir pasti sebagian besar kaum perempuannya terbelenggu. Mereka kelompok paling rentan dan terbelenggu di Bawah beban kultural, tepatnya dominasi budaya patriarki.

Pada perayaan hari Kartini kita diajak untuk tidak saja mengagungkan keindahan lahiriah seperti seperti yang dilakoni tetapi mendidik jiwa yang bertanya. Bertanya supaya bisa keluar dari belenggu, seperti belenggu kemiskinan. 

Seperti Raden Ajeng Kartini dalam suratnya menginginkan agar perempuan memiliki ruang untuk berpikir dan mandiri dalam memilih jalan hidupnya. 

Demikian juga perempuan harus bisa membuka ruang untuk bertanya tentang situasi kemiskinan, dan pertanyaannya haruslah sebuah Gerakan juga agar tidak menimbulkan berkeluh kesah terhadap kemiskinan.

Perempuan per definisi dianggap sebagai bagian masyarakat yang rentan terhadap kemiskinan. Selain berharap agar budaya patriarki bisa lebih longgar untuk memberi perlakuan yang lebih adil, Perempuan sendiri perlu memiliki kemampuan untuk bertanya diri. 

Momentum perayaan hari Kartini seharusnya menjadi refleksi, dan kekuatan simbolik perempuan harus direalisasikan sebagai keadaan nyata dalam keadilan ekonomi yakni kemiskinan yang diretaskan. (*)

Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News 

 

Berita Terkini