Oleh: Emiliana Martuti Lawalu, SE,ME
Dosen FEB Unwira Kupang
POS-KUPANG.COM - “Wahai ibu kita Kartini putri yang mulia, sungguh besar cita-citanya bagi Indonesia!"
Syair terakhir lagu Ibu Kita Kartini di atas lazim terngiang di telinga kita.
Semua anak Indonesia dan yang beranjak dewasa tidak pernah lupa syair ini. Syairnya mengandung makna yang dalam. Bagi kita diharuskan mengenang Kartini karena perjuangannya.
Cita-cita dan perjuangannya sangat besar pengaruhnya bagi pembangunan. Makanya, pantas menjadi pahlawan kemerdekaan nasional. Penghargaan itu diberikan kepadanya sejak tahun 1964.
Tanggal lahirnya 21 April dirayakan sebagai Hari Raya Nasional yang diwarnai dengan kebaya dan kain panjang.
Kartini, sosok perempuan Indonesia yang sudah jauh lebih awal melakoni pemikiran futurist John Naisbit yang muncul jauh sesudah generasinya.
Ia berbiara tentang kebebasan, keadilan, dan pendidikan dalam suasana kolonial dan budaya partiarki Jawa abad XX.
Kartini dikenal dengan surat-suratnya yang yang menggunggah nilai kemanusiaan. Suratnya itu sangat tidak asing dan terkenal di kalangan kaum pergerakan perempuan dan pergerakan nasional.
Perspektif kemanusiaan dalam suratnya berarti perempuan membutuhkan kesempatan yang sama untuk dicerdaskan melalui pendidikan sebagaimana halnya kaum laki-laki.
Meskipun berjalan lama proses pikirannya diinsafi laki-laki. Makanya, surat-suratnya menjadi inspirasi penting bagi generasi sesudahnya, serentak perempuan dan laki-laki di Indonesia.
Kartini telah berjuang untuk emansipasi perempuan. Pada saat yang sama pembangunan hanya bisa berarti ketika dalamnya ada kebebebasan.
Jadi pembangunan itu akan berjalan kalau keadaannya seperti yang dilukiskan Soekarno, yakni kemerdekaan (baca: Pembangunan) ibarat seekor burung, yang memerlukan dua sayapnya, laki-laki dan perempuan agar burung bangsa ini bisa terbang.
Kemiskinan Perempuan
Sekitar 9,20 persen perempuan di Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan. Lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki yakni 9,10 persen. (Data BPS Tahun 2024).
Dari data tersebut masih tergambar akibat kemiskinan perempuan. Kemiskinan perempuan umumnya disebabkan oleh adanya keterbatasan akses pendidikan, diskriminasi gender, dan beban ganda dalam rumah tangga.
Bahkan hal-hal ini membuat perempuan tidak saja miskin tetapi jauh lebih rentan.
Penduduk dikategorikan sebagai penduduk miskin jika memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan (GK), Rp 582.932/per kapita/bulan.
Sehubungan dengan itu, kemiskinan perempuan dimaknai sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.
Relevansi langsung Kartini hari ini adalah masalah kemiskinan yang dialami kaum perempuan. Salah satu perjuangannya adalah agar orang bebas dari kemiskinan. Kata lainnya, kemiskinan yang dientaskan.
Pengentasan kemiskinan tentu perlu melihat sejumlah anasir seperti yang dikatakan para ahli ekonomi. Maksudnya, yang perlu dilihat adalah sejumlah penyebab yang sifatnya selalu beragam dari terjadinya kemiskinan.
Sehubungan dengan itu, satu pertanyaan yang bisa diajukan adalah kondisi budaya yang seperti apakah yang membuat kemiskinan sulit sekali diatasi? Menurut Loekman Soetrisno, kemiskinan sering sulit diatasi disebabkan oleh etos kerja anggota masyarakat.
Dalam bahasa yang lebih popular kemiskinan sulit diatasi karena orang malas, tidak rajin dalam bekerja. Klaim ini berarti bahwa setiap manusia yang memiliki etos kerja tinggi maka pasti hidupnya akan lebih baik dan bisa berkecukupan.
Meskipun demikian, masih terdapat ilmuwan sosial lain yang melihat kemiskinan dari sudut pandang yang berbeda. Kelompok ini melihat kemiskinan dari sudut pandang adil tidaknya sebuah masyarakat.
Maksudnya, ketidakadilan dalam pemilikan faktor produksi dalam masyarakat. Misalnya sekelompok orang karena memiliki modal yang lebih banyak memiliki lahan yang lebih luas. Sementara kelompok lain sama sekali tidak memiliki lahan.
Pemilik tanah akan menjadi lebih miskin karena tanahnya dijual kepada pemilik modal. Sementara itu, model Pembangunan yang dianut oleh sebuah negara bisa menjadi penyebab lain.
Maksudnya, model pembangunan yang hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi suatu negara. Model ini akan menimbulkan kemiskinan pada kelompok perempuan.
Perempuan selalu menanggung beban hidup dan memainkan peran ganda dalam keluarga. Bekerja tanpa mengenal waktu dan seringkali mendapatkan perlakuan yang tidak adil dan mengalami kekerasan secara verbal dan fisik.
Pesan Perayaan Hari Kartini
Perayaan hari Kartini akan selalu diberi panggung perayaan. Parade anak-anak mengenakan kebaya sebagai simbol Kartini, misalnya. Fashion show model kebaya Kartini dilombakan. Lomba paduan suara dan berbagai jenis kegiatan dalam memeriahkan hari Kartini.
Semuanya positif dan patut diapresiasi. Namun, ini semua adalah aspek fisik dari seorang ibu yang sangat dihormati bangsanya.
Masih diperlukan jiwa yang selalu bertanya melihat kondisi yang sedang berlangsung sekarang ini. Bagaimana pemikiran Kartini memberi makna tentang kebebasan kita sekarang ini?
Bagaimana kita dibebaskan dari sejumlah faktor yang membuat kita terbelenggu dalam kemiskinan?
Apalah kita masih bisa bertanya seperti dulu Kartini bertanya tentang nasib ketimpangan perempuan dan laki-laki, keadaan ekonomi yang ditantang dalam geopolitik yang berubah, misalnya.
Perempuan masih dianggap sebagai yang memikul kemiskinan di dunia. Beban ini makin bertambah berat kerena perempuan tidak dapat mengakses kesempatan ekonomi, apalagi kepemilikan lahan dan lain-lain.
Dari 66 penelitian yang dilakukan oleh International Research Center for Woman (IRCW) pada era 1980-an ditemukan sejumlah fakta. Salah satunya fakta bahwa kepala keluarga perempuan lebih miskin daripada laki-laki.
Hampir seluruh keluarga miskin dibiayai oleh perempuan, tanpa suami di Amerika. Sementara itu ekonomi global tidak menentu serta perang di mana-mana makin memperburuk keadaan bagai kaum perempuan.
Oleh sebab itu, perlu mencermati dan menelusuri permasalahan yang terjadi. Jika dalam masalah ekonomi segala sesuatu diukur dengan materi, maka perempuan yang tidak menghasilkan uang dianggap lebih rendah nilainya.
Robert Chambers menilai bahwa kemiskinan di negara sedang berkembang disebabkan faktor ketidakberuntungan. Maksudnya, kemiskinan yang disebabkan oleh fisiknya yang lemah, kerentanan, keterisolasian, dan ketidakberdayaan.
Faktor ketidakberuntungan ini, menurutnya, membelenggu dan merupakan lingkaran setan yang tidak memungkinkan orang miskin keluar dari situasinya.
Kalau umumnya terbelenggu maka sudah hampir pasti sebagian besar kaum perempuannya terbelenggu. Mereka kelompok paling rentan dan terbelenggu di Bawah beban kultural, tepatnya dominasi budaya patriarki.
Pada perayaan hari Kartini kita diajak untuk tidak saja mengagungkan keindahan lahiriah seperti seperti yang dilakoni tetapi mendidik jiwa yang bertanya. Bertanya supaya bisa keluar dari belenggu, seperti belenggu kemiskinan.
Seperti Raden Ajeng Kartini dalam suratnya menginginkan agar perempuan memiliki ruang untuk berpikir dan mandiri dalam memilih jalan hidupnya.
Demikian juga perempuan harus bisa membuka ruang untuk bertanya tentang situasi kemiskinan, dan pertanyaannya haruslah sebuah Gerakan juga agar tidak menimbulkan berkeluh kesah terhadap kemiskinan.
Perempuan per definisi dianggap sebagai bagian masyarakat yang rentan terhadap kemiskinan. Selain berharap agar budaya patriarki bisa lebih longgar untuk memberi perlakuan yang lebih adil, Perempuan sendiri perlu memiliki kemampuan untuk bertanya diri.
Momentum perayaan hari Kartini seharusnya menjadi refleksi, dan kekuatan simbolik perempuan harus direalisasikan sebagai keadaan nyata dalam keadilan ekonomi yakni kemiskinan yang diretaskan. (*)
Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News