"Karena selama ini konsumen bisa beli di pengecer dengan waktu yang lebih longgar, bahkan banyak yang buka 24 jam," tuturnya.
Oleh karenanya, Tulus menilai bahwa Pertamina harus berupaya agar pengecer bisa menjadi pangkalan dengan relaksasi aturan.
Pasalnya, kata Tulus, hanya 16 persen pengecer yang bersedia jadi pangkalan. "Jadi para pengecer berminat untuk menjadi pangkalan. Sebab dari survei yang dilakukan Pertamina sendiri, mayoritas pengecer tidak berminat menjadi pangkalan, mungkin karena syaratnya terlalu berat," jelasnya.
Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia membantah adanya kelangkaan elpiji 3 kg, terlebih di wilayah Jakarta.
Menurutnya, keluhan masyarakat yang sulit mendapatkan elpiji subsidi karena ada peralihan penjualan menjadi hanya di tingkat pangkalan, tidak lagi tersedia di pengecer atau warung kelontong.
Dalam rapat bersama Komisi XII DPR RI pada Senin (3/2/2025), Bahlil memaparkan bahwa perbaikan tata kelola penjualan gas elpiji sangat diperlukan, mengingat pemerintah telah mengalokasikan anggaran triliunan rupiah untuk subsidi tersebut.
"Kita ini sekarang lagi menata tentang pola distribusi penjualan LPG. Bapak-bapak semua sudah tahu bahwa dalam APBN Rp 87 triliun alokasi negara yang dialokasikan untuk subsidi LPG ini betul-betul tepat sasaran," ujar Bahlil.
Bahlil menambahkan bahwa Pertamina dan Kementerian SDM telah bekerja maksimal dalam mengelola distribusi dari agen ke pangkalan dan ke pengecer.
"Kalau dari agen ke pangkalan itu masih bisa dikontrol secara teknologi berapa yang dijual dan harganya berapa, itu masih klir," papar dia. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com
Ikuti berita POS-KUPANG.COM lain di GOOGLE NEWS