Timor Leste

Timor Leste Bersiap Menghadapi Kekacauan Iklim dengan Melakukan Simulasi Bencana

Editor: Agustinus Sape
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dalam latihan simulasi bencana di desa Orlalan, Timor Leste, anak-anak menerima pertolongan pertama

POS-KUPANG.COM - Timor Leste, sebuah negara kepulauan muda di Asia Tenggara, sangat rentan terhadap dampak buruk krisis iklim. Kombinasi teknologi, pengetahuan masyarakat, dan dukungan PBB dapat membantu memastikan bahwa korban dan kerusakan dapat diminimalkan jika cuaca ekstrem terjadi lagi.

Pada bulan April 2021, bencana banjir bandang melanda Timor Leste, merenggut nyawa lebih dari 30 orang dan menghancurkan lebih dari 4.000 rumah. Salah satu daerah yang paling parah terkena dampaknya adalah Orlalan, sebuah desa pegunungan terpencil dengan populasi hampir 6.000 jiwa. Penduduk di sana tidak tahu bagaimana melindungi diri mereka ketika air banjir melonjak dan tanah longsor terjadi.

Di Orlalan, tokoh masyarakat seperti Armandina Valentina, yang keluarganya terkena dampak banjir tahun 2021, telah mengambil tanggung jawab untuk mendidik tetangga mereka. Valentina tak kenal lelah dalam upayanya, mengetuk pintu untuk memastikan setiap warga tahu ke mana harus pergi ketika bencana terjadi. Ia menekankan bahwa kelompok yang paling rentan—wanita hamil, anak-anak, dan orang lanjut usia—harus mendapat perhatian khusus untuk menghindari kepanikan.

Kegiatannya merupakan bagian dari inisiatif nasional, yang didukung oleh Program Lingkungan Hidup PBB (UNEP), yang bertujuan untuk melindungi kehidupan penduduk Timor Leste.

Permainan peran bencana

Elemen lain dari program ini adalah simulasi bencana. UN News baru-baru ini mengikuti salah satu latihan di Orlalan, di mana anak-anak memainkan peran penting. Selama latihan, mereka berlatih untuk tetap berada di tempat yang terlihat, melindungi kepala, dan berteriak minta tolong jika terjebak. Beberapa anak melakukan simulasi cedera dan menerima pertolongan pertama, sementara yang lain mengikuti tim penyelamat ke lokasi yang aman.

Bagi relawan muda Fretiliana Alves, simulasi ini bukan sekadar bentuk pelatihan, tetapi merupakan sebuah panggilan.  “Motivasi utama saya adalah menyelamatkan nyawa,” jelasnya.

Alves mendorong teman-temannya untuk ikut serta dalam upaya ini, menemukan kepuasan dalam menyelamatkan dan merawat mereka yang membutuhkan.

Keberhasilan upaya-upaya ini sangat bergantung pada relawan lokal yang mengetahui risiko dan medan di komunitas mereka.

Seperti yang dicatat oleh Emidia Belo, koordinator Pengurangan Risiko Bencana untuk Palang Merah Timor Leste (CVTL), saat terjadi bencana, para sukarelawan ini seringkali menjadi pihak yang memberikan pertolongan pertama.

Pengetahuan mereka yang mendalam mengenai kondisi lokal sangat diperlukan, terutama ketika akses ke daerah yang terkena dampak terhambat.

Menyelamatkan mereka yang paling rentan

Yang membedakan program kesiapsiagaan UNEP adalah inklusivitasnya. Sesi pelatihan dirancang untuk memastikan bahwa penyandang disabilitas, anak-anak, lansia, dan wanita hamil memiliki perlengkapan yang memadai untuk menghadapi tantangan yang ditimbulkan oleh bencana.

Antonio Ornai, seorang tunanetra, pertama kali mengikuti simulasi tanah longsor pada September 2024. “Saya bersyukur bisa diikutsertakan,” katanya. “Saya akan menggunakan semua yang telah saya pelajari untuk melindungi diri saya sendiri di masa depan.”

Pendekatan ini, kata Emidia Belo, sangat penting. “Bencana berdampak pada semua orang, namun mereka yang paling rentan terkena dampak paling parah,” tambahnya.

Halaman
123

Berita Terkini