POS-KUPANG.COM – Untuk kedua kalinya, politisi perempuan dari PDI Perjuangan, yakni Puan Maharani, dipilih lagi menjadi Ketua DPR RI periode 2024 – 2029. Namun Puan Maharani dipilih tidak melalui mekanisme voting.
Pemilihan Puan Maharani yang juga putri kandung dari Megawati Soekarnoputri tersebut, dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD atau UU MD3, yakni didasarkan pada urutan partai yang memperoleh kursi terbanyak di parlemen.
Proses pemilihan itu termaktub dalam Pasal 427D UU MD3 yang mengatur bahwa Pimpinan DPR terdiri atas satu orang ketua dan empat orang wakil ketua yang berasal dari partai politik berdasarkan urutan perolehan kursi terbanyak di DPR.
Kemudian, Ketua DPR adalah anggota DPR yang berasal dari partai politik yang memperoleh kursi terbanyak pertama di DPR.
Sedangkan Wakil Ketua DPR adalah anggota DPR yang berasal dari partai politik yang memperoleh suara terbanyak kedua, ketiga, keempat, dan kelima.
Oleh karena itu, posisi Ketua DPR diberikan kepada PDIP sebagai pemilik kursi terbanyak dari hasil Pemilihan Legislatif (PIleg) 2024.
Partai berlambang kepala banteng tersebut memeroleh 25.384.673 suara yang setara dengan 110 kursi DPR.
Namun, saat pengumuman, tidak dijelaskan mengapa PDI-P mempercayakan kursi Ketua DPR RI periode 2024-2029 kepada Puan Maharani.
Lantas, seperti apa prestasi Puan Maharani pada periode pertamanya memimpin 575 wakil rakyat?
Pada periode pertamanya, 2019-2024, putri Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri ini berhasil membawa DPR menyelesaikan 225 Rancangan Undang-Undang (RUU) menjadi Undang-Undang.
Jumlah tersebut jauh lebih banyak daripada DPR periode 2014-2019 yang hanya berhasil mengesahkan 91 Undang-Undang (UU).
"Dengan demikian, selama periode 2019 sampai 2024, DPR RI telah menyelesaikan 225 Rancangan Undang-Undang (RUU)," ujarnya dikutip dari Kompas.com.
"Yang terdiri atas 48 RUU dari daftar Prolegnas 2019-2024, 177 RUU kumulatif terbuka dan terdapat 5 RUU yang tidak dilanjutkan pembahasannya,” lanjut Puan dalam Rapat Paripurna DPR di kompleks Parlemen, Jakarta, Senin 30 September 2024.
Meskipun, prestasi tersebut sempat diwarnai dengan polemik penetapan sejumlah undang-undang, seperti Undang-Undang (UU) Cipta Kerja, UU Kesehatan, UU Kementerian Negara, UU Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) hingga UU Penyiaran.
Bahkan, massa yang terdiri dari mahasiswa, aktivis, buruh, akademisi, musisi hingga figur publik kompak turun ke jalan untuk menolak disahkannya RUU Pilkada pada 22 Agustus 2024.