"Kalau kakao lebih bagus, hanya hama banyak jadi buahnya rusak," katanya.
Pengepul Desa Hokeng Jaya, Damianus Nong Kolin, mengatakan pembelian kopra dari para petani disesuaikan dengan harga yang ditetapkan pengusaha di Kota Maumere.
Pengepul, demikian Damianus, untung sekira Rp 1.000 hingga Rp Rp 1.200 per kilogram, selaras dengan kalkulasi biaya transportasi ke Maumere sekira 80 kilometer jauhnya.
"Kita beli dari petani Rp 8.000 sementara di Maumere Rp Rp 9.200. Kami kumpul dulu sebelum bawa ke Maumere tiga kali seminggu," katanya.
Dia menerangkan, kenaikan harga terasa saat Hari Raya Idul Fitri. Selain itu, kenaikan harga kopra juga bergantung saat produksi kelapa sawit menurun.
Sementara Kepala Desa (Kades) Hokeng Jaya, Gabriel Bala Namang, mengatakan sebagian besar penduduk desa bermata pencaharian sebagai petani kelapa, kemiri, dan kakao.
"Kopra menjadi harapan warga petani untuk memenuhi kebutuhan hidup, termasuk biaya pendidikan anak," katanya kepada wartawan.
Gabriel menuturkan, warga tentu gembira dengan harga kopra Rp 8 ribu perkilogram. Sebab, beberapa tahun ini anjlok di tengah perubahan iklim global yang dampaknya juga terasa bagi warga desa.
Selain kelapa, petani setempat juga konsen dengan kakao, namum produktivitasnya terus menurun dari tahun ke tahun. Padahal, lanjut dia, harga kakao saat ini sangat menjanjikan.
Pihaknya berikhtiar mengadakan pupuk buah kakao melalui intervensi dana desa di tahun 2022, namun progresnya belum membuahkan hasil maksimal lantaran pohonnya sudah tua. (*)
Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS