Berita NTT
Prihatin Bobot Sapi Lintas Pulau Terus Menyusut, Dosen di NTT Ciptakan Formulasi Konsentrat Lokal
Pelet khusus ternak sapi yang merupakan terobosan baru itu terbuat dari formulasi konsentrat berbahan baku lokal yang murah dan mudah diperoleh.
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Dosen Politeknik Pertanian Negeri Kupang Provinsi NTT, Aholiab Aoetpah, Ph.D, bersama 4 orang rekannya berhasil menciptakan pelet khusus untuk ternak sapi.
Pelet khusus ternak sapi yang merupakan terobosan baru itu terbuat dari formulasi konsentrat berbahan baku lokal yang murah dan mudah diperoleh, seperti kelor dan lamtoro.
Pakan ternak sapi berbentuk pelet yang telah diujicobakan itu, berhasil meningkatkan bobot sapi 4 kali lipat dibandingkan dari sistem pengemukan sapi konvensional, yang sering dilakukan oleh para peternak di wilayah NTT.
Baca juga: AITeC 5 Politani Kupang Diharapkan Bisa Lahirkan Inovasi Baru Pertanian dan Pertahankan Tradisi
Aholiab mengaku, ide membuat ransum pakan ternak sapi berbentuk pelet ini berawal dari keprihatinanya terhadap persoalan yang dihadapi peternak sapi di wilayah NTT, yang terus mengalami kerugian dengan pola pemberian pakan biasa yang berakibat pada penyusutan dari bobot sapi ketika dikirim ke luar wilayah NTT.
Menurutnya, ada dua persoalan utama yang sering dihadapi peternak, yaitu pertumbuhan bobot badan yang jauh dari standar dan lamanya waktu pemeliharaan atau paronisasi.
“Kami berpikir untuk menciptakan formulasi ransum pakan sapi berbetuk pelet ini , berawal dari permasalahan yang kami temui di lapangan," ujar Aholiab.
Dia menyebut terdapat dua persoalan yang mereka temui. Pertama, paronisasi dengan pakan konvensional berupa dedaunan dan rumput kering membutuhkan waktu lama sampai ternak sapi siap untuk dipasarkan atau dikirim ke luar daerah.
Ia mengatakan, pertumbuhan ternak sapi yang dipelihara dengan pola pemiliharaan ikat dan pemberian pakan berupa dedaunan dan rumput kering hanya memenuhi kebutuhan 200 gram per ekor per hari. Untuk mencapai bobot sapi 1 Kg per ekor membutuhkan waktu hinggs 5 hari. Sedangkan, untuk sampai pada tahapan penjualan atau pengiriman ternak sapi ke luar pulau, para peternak harus membutuhkan waktu pengemukan atau paronisasi selama 1 tahun bahkan sampai 2 tahun.
Baca juga: Politani Kupang Kolaborasi Zoetis Animalhealth Indonesia & PDHB Cucu Sajuth Dirikan Klinik Hewan
"Padahal dari hasil riset saya, apabila menggunakan ransum yang tepat dengan suplemntasi yang kaya akan energi dan protein, maka pertumbuhan bobot sapi dapat mencapai 700 gram per ekor perhari. Jadi kita hanya membutuhkan waktu 4 sampai 6 bulan pengemukan agar bisa dijual," kata dia.
Persoalan kedua, selama proses pengiriman sapi menggunakan transportasi laut dari Pelabuhan Tenau ke Pulau Jawa, Sumatra ataupun ke Kalimantan, berdasarkan laporan resmi penelitian,terdapat penyusutan bobot badan mencapai 10-20 persen per ekor sapi.
"Kalo kami hitung paling dibawah saja rata-rata 1 ekor bobot 200kg dia susut 10 persen saja berarti 1 ekor sapi kehilangan bobot 20 Kg dikalikan dengan harga per kg hidup paling rendah 35 ribu rupiah, maka selama transportasi 1 ekor sapi peternak harus kehilangan uang setara 700 ribu rupiah. Sedangkan pasokan jumlah sapi hidup dari NTT per tahun 64 sampai 70 ribu ekor jika dikalkulasi 700 ribu dikalikan dengan 64 ribu rupiah sekitar 48 miliar Rupiah. Artinya dalam satu tahun kerugian finansial yang dialami oleh peternak sapi antar pulau sekitar 48 miliar rupiah,” kata Aholiab.
Lebih lanjut Ia menjelaskan berdasarkan temuan lapangan, salah satu penyebab berkurangnya bobot sapi karena pola pemberian pakan sapi yang tidak memenuhi standar kebutuhan protein dan energi.
“Ketika kami amati di atas kapal itu memang pasokan pakan ternak sapi yang disediakan hanyalah jerami padi kering dan jerami jagung. Sedangkan standard kebutuhan pelet untuk sapi kadar proteinnya berkisar 10-14 persen. Kalau dibandingkan dengan rumput kering hanya 3 persen dan untuk kebutuhan energy 8-11 MJ sedangan rumput hanya tersedia kebutuhan energy 4-6 MJ. Itu sangat rendah," lanjutnya.
Menurutnya, jenis pakan yang diberikan kualitasnya rendah, karena hanya mengandung serat kasar yang tinggi. Selain itu daya konsumsi sapi yang rendah saat transportasi karena sapi dalam kondisi stress sehingga kehilangan bonbot badan.
"Kondisi inilah yang membuat kami tergerak untuk membuat suatu terobosan dengan menciptakan teknologi formulasi pakan dengan menggunakan pelet,” tambahnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.