Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Mario Giovani Teti
POS-KUPANG.COM, BA'A - Rintik gerimis hujan tak mengurungkan niat Marthen Poeh untuk bertani rumput laut pada suatu pagi dalam lembaran baru tahun 2024.
Di kampungnya, Desa Nemberala, Kecamatan Rote Barat, petani rumput laut itu terus memacu laju semangatnya demi memanen rumput laut yang telah ditanam sejak bulan lalu.
Marthen adalah salah satu dari ribuan pembudidaya atau petani rumput laut di Kabupaten Rote Ndao, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Pria yang telah genap berusia 43 tahun ini merajut mimpi untuk bertani rumput laut di ufuk barat Pulau Terselatan NKRI.
Adrenalin hidup memaksa Marthen untuk memutar otak demi menghidupi keluarga kecilnya.
Baca juga: Tanggap Bencana 2024, Wabup Rote Ndao Pimpin Apel Siaga di Polres Rote Ndao
Tak lupa seruput kopi, Marthen beranjak dari bangku insipiratifnya di beranda rumah pedalaman Desa Nemberala.
"Setiap hari, saya biasa ikat rumput laut itu saat air laut surut sampai pasang. Kadang-kadang saya bawa sampan," ucap Marthen kepada POS-KUPANG.COM, Minggu, 7 Januari 2024.
Semula di tahun 1998, dia hanya membudidaya rumput laut di satu lahan yang kurang dari satu hektar.
Marthen hanya bermodalkan bantuan bibit rumput laut yang dibawa dari Kupang dengan beberapa utas tali miliknya.
Dia juga meminjam pakai lahan milik temannya untuk mengembangkan usaha rumput laut. Bibit rumput laut itu berhasil dikembangbiakan hingga saat ini.
Baca juga: Dinas Pariwisata Rote Ndao Catat Kunjungan Wisatawan Dua Tahun Terakhir Naik Signifikan
Niat dan kerja keras, Marthen berhasil memiliki lahan sendiri dengan 30 tali pengikat rumput laut, masing-masing panjang 30 meter dan pelampung dari botol plastik.
Kendala yang dihadapi Marthen, adanya masa transisi pergantian musim. Dari musim kemarau ke musim hujan.
Di saat itu, terkadang rumput laut Marthen mengalami kerusakan, separuh rumput laut dari lahan yang dikelolanya, diklaim tidak subur.
Namun bagi Marthen, itu awal yang baik. Kerusakan rumput laut itu hanya terjadi pada saat pergantian musim. Selebihnya adalah masa subur.
Pada 13 yang tahun yang lalu, Marthen dan petani lainnya dikejutkan oleh tumpahan minyak Montara di Blok Atlas Barat Laut Timor. Imbasnya lahan rumput laut Marthen tercemar dan rusak.
Musibah naas itu membuat Marthen harus absen bertani rumput laut selama lima bulan.
Baca juga: Budidaya Rumput Laut Modern, Kadis Kelautan dan Perikanan Rote Ndao: Kita Ubah Pakai Batok Kelapa
Seiring berjalannya waktu, laut yang kembali jernih bak kristal, Marthen kembali menapaki jalan yang telah dilalui selama belasan tahun.
Marthen memulai kembali budidaya rumput lautnya dengan mencari kayu patok. Tapi, dia nampak kesulitan mencari kayu di hutan. Pasalnya banyak petani rumput laut yang juga ikut mencari kayu patok.
Tepat pada lahan dengan jumlah tali 30 tali dengan panjang 30 meter, Marthen mulai bertani rumput laut lagi.
Tiba di musim panen awal dalam waktu sebulan, Marthen berhasil meraup cuan jutaan rupiah.
Marthen biasanya menjual hasil panennya dalam bentuk kering. Per tahunnya Marthen bisa memanen rumput laut hingga 6 ton.
Baca juga: BRI Kupang Salurkan Dana Ganti Rugi Tumpahan Minyak Montara untuk Petani Rumput Laut
"Kalau biasa panen itu bisa sampai 100 kilogram dengan masa panen 30 hari. Tapi sudah panen kedua dan selanjutnya, tiap hari itu kita panen terus. Nanti ujung kita petik untuk diikat kembali, pohonnya kita bawa dan jemur untuk ditimbang," beber Marthen.
Marthen mengaku, saat ini harga rumput laut per kilogram sedang anjlok. Harga per Kg Rp. 15.000. Namun itu bukanlah sebuah ancaman untuk dia. Dengan harga itu, sekali panen, Marthen tetap saja mendapat uang jutaan rupiah.
"Meskipun harganya per Kg Rp 15 ribu, saya masih dapat dua jutaan satu kali panen," ungkap Marthen.
Dari hasil itu, dia bisa menyekolahkan anaknya, membangun rumah baru dan menjadikan anak sulungnya Darling Poeh sebagai seorang atlit tinju amatir.
Marthen juga membuka sasana tinju di halaman rumahnya. Uang hasil menimbang rumput laut disisihkan dia untuk membeli perlengkapan tinju.
Baca juga: NTT Penghasil Rumput Laut Cottoni Terbaik di Indonesia
Yang lebih menakjubkan, Marthen melatih Darling hanya dua bulan secara otodidak, akan tetapi menoreh hasil yang membanggakan.
Darling Poeh berhasil meraih medali perunggu pada POPDA NTT 2022. Selanjutnya, di gelaran POPDA NTT pada Maret 2023 lalu, Darling kembali menyabet madali perak di kelas 42 kilogram.
Kemudian, Darling juga meraih medali perunggu kategori Junior Girls 42 kilogram Kejuaraan Daerah (Kejurda) Tinju Amatir di Kabupaten Malaka pada pertengahan tahun 2023 lalu.
Torehan Darling, tentu membuat Marthen sangat bangga. Yang disebutnya, buah kerja keras dan kerjasama antara ayah dan anak.
Terlepas dari semuanya itu, Marthen tetap berharap mendapatkan sentuhan dari pemerintah demi keberlangsungan hidup petani rumput laut di Desa Nemberala.
Baca juga: Bupati Rote Ndao Serahkan Susura Hadahoromatak kepada 14 Penerima Berbakat
Dia saat ini, dia sangat membutuhkan tali untuk membudidaya rumput laut.
Kepala Desa Nemberala: Rumput Laut Tergantung Musim
Permasalahan serupa diakui Penjabat Kepala Desa Nemberala, Yus Mengge.
Bagi Yus, problematika petani rumput laut terletak pada waktu pergantian musim.
"Jadi semua itu tergantung musim. Terkadang ada hama, bulan berikut mungkin kualitas rumput laut sedikit baik. Petani kami memaklumi itu," cetus Yus kepada POS-KUPANG.COM, Minggu, 7 Januari 2024.
Diakuinya, pertumbuhan rumput laut saat ini tidak begitu normal. Petani kadang mengeluh karena hama bahkan tali-tali terikat pada patok kayu menyisahkan kehampaan.
Sembari Yus berdoa pada Sang Khalik untuk memberi kelimpahan kepada masyarakatnya.
Baca juga: Rawat Ekosistem, Danrem 161/Wira Sakti Bersama Warga Bersatu Bersihkan Pantai Nemberala
Dia membeberkan, hampir seutuhnya masyarakat Nemberala melakukan aktifitas budidaya rumput laut, sekalipun ASN. Tinggal bagaimana memanejemen waktu kerja.
Yus pun berharap genggaman erat dari Pemerintah Daerah, agar bisa membuka lahan rumput laut yang lebih besar dengan meminta bantuan tali dari pemerintah.
- DPRD Rote Ndao Soroti Anjloknya Harga Rumput Laut di Rote Ndao
Menilik permasalahan jatuhnya harga rumput laut di Rote, Ketua Komisi B DPRD Rote Ndao Denison Moy mengatakan, harga jual rumput laut normalnya berada di kisaran Rp 20.000 per Kg. Bahkan harga tertinggi pernah tembus Rp 40.000 per Kg.
"Memang sekarang harga jatuh per Kg Rp 15.000. Dulu pernah melejit sampai Rp 40.000 per kilogram," ungkap Deni kepada POS-KUPANG.COM, Minggu, 7 Januari 2024.
Baca juga: Bupati Rote Ndao Buka Temu Delegatus Kitab Suci Regio Nusra di Hotel Anugerah Nemberala
Dengan tegar harga hati, Deni mengaku, anjloknya harga rumput laut dapat diatasi dengan berbagai cara.
Salah satunya menyediakan laboratorium khusus agar rumput laut dapat diolah agar mempunyai nilai mutu yang tinggi.
Tidaklah susah, seyogyanya Rote Ndao sudah wajib punya laboratorium khusus untuk tahu bagaimana kualitas rumput laut ini bisa ditingkatkan.
Apalagi semisal timbul keluhan soal hama lumut yang terjadi belakangan. Bagi Deni, itulah yang harus diriset sehingga dapat diketahui apa penyebabnya.
Hal yang sebetulnya dianggap remeh temeh, akan tetapi menerobos kendala petani rumput laut di Rote Ndao.
Baca juga: Dukung Pembangunan Pabrik Pengolahan Rumput Laut, Pemprov NTT Minta Ekspornya dari Kupang
Deni sesungguhnya menginginkan hasil rumput laut dapat diolah menjadi berbagai macam produk makanan.
Tidak dapat dipungkiri, terobosan berdaya guna itu bisa meningkatkan harga jual dan didorong menjadi makanan khas daerah Rote Ndao.
"Harusnya ini sudah ada sentra pengolahan yang nantinya bisa bikin harganya lebih bersaing, misalnya dijadikan sabun, keripik dan lainnya yang jadi khasnya kita di Rote," tandasnya.
Menyangkut kebutuhan tali dari petani rumput laut, tentu Deni akan berkoordinasi dengan dinas teknis terkait untuk memenuhi harapan petani.
- Tahun 2023, Produksi Rumput Laut di Rote Ndao Tembus 9.914 Ton
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Rote Ndao mencatat, produksi rumput laut di semester 2 tahun 2023 tembus 9.914 ton dibandingkan tahun 2021 hanya 8.244 ton.
Perbandingan hasil produksi rumput laut dari tahun 2021 hingga 2023 menunjukan suhu positif, produk semakin melimpah.
Lantas, Kecamatan Rote Barat sendiri menoreh predikat terbanyak kedua produksi rumput laut setelah Kecamatan Loaholu selamat tahun 2023.
Produksi rumput laut di Kecamatan Rote Barat sebanyak 2.170 ton. Sementara Kecamatan Loaholu sebanyak 2.878 ton. Total petani rumput laut di Kabupaten Rote Ndao berjumlah 4.659 orang.
Merujuk pada data peningkatan produksi rumput laut tersebut, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Rote Ndao, Jusup B. Messakh menyebut, pihaknya akan mengubah trend cara budidaya rumput laut yang lebih modern.
Para petani rumput laut diminta menggantikan pelampung dari botol plastik berahli ke batok kelapa.
"Kami dari Dinas Kelautan dan Perikanan berusaha ke depan agar budidaya rumput tidak menggunakan botol-botol plastik lagi," kata Jusup kepada POS-KUPANG.COM, Minggu, 7 Januari 2024.
Apalagi Yusup melihat di Nemberala punya banyak kelapa. Tentu menjadi modal yang sangat bagus.
Rekomendasi baik ini bukan tak punya dasar. Setuju atau tidak setuju, Kementerian Kelautan dan Perikanan atau KKP telah memberi contoh pelampung rumput laut dari batok kelapa di Wakatobi.
Kurang lebih 50 hektar budidaya rumput laut di Wakatobi sudah menggunakan pelampung rumput laut dari batok kelapa.
Dijelaskan Jusup, tahun ini (2024), Kabupaten Rote Ndao mendapat bantuan dari KKP untuk mengubah cara budidaya rumput laut yang dimaksud tersebut. Anggarannya, kurang lebih 10 sampai 15 Miliar.
"Kami sudah melakukan diskusi dari Kementerian dan tahun ini mereka akan melaksanakannya di Pulau Rote," tutur Jusup.
Yusup juga meminta para Camat, Kepala Desa dan masyarakat pesisir untuk selalu menjaga laut sehingga terlihat elok dan indah.
"Saya lihat, pemandangan laut sudah bagus, hanya cara pemasangan tali dan patok untuk rumput laut yang masih kurang tepat," pungkas Jusup.
Dia mengimbau para petani rumput laut untuk memperhatikan hal itu. Disebut Jusup, selain budidaya rumput laut untuk mendapatkan uang, namun harus dibarengi pelestarian dengan mengedepankan nilai estetika pantai.
Bukan soal tatanan keindahan pantai semata, menurut Jusup, tidak zaman lagi pakai botol plastik jadi pelampung.
Tentu punya alasan, jika terjadi badai, botol pelampung tersebut akan terlepas dari tali dan mencemari pantai.
Baca juga: Ketum Kadin NTT Bawa Investor Hong Kong ke Lembata, Bupati Buka Pintu Investasi Rumput Laut
Menjadi hal yang lazim, budidaya rumput laut itu sesuatu yang sangat mudah dibandingkan petani di darat yang mempunyai usaha kebun dan sawah.
Yang dikatakan Jusup, budidaya rumput laut itu tak perlu pagar dan tidak perlu juga cabut rumput.
Pada prinsipnya, dia menegaskan, eksistensi keindahan pantai di Rote tercermin pada Pantai Nemberala.
Yang diakui Jusup, sering orang bilang, kalau datang di Rote dan belum injakan kaki di Nemberala, rasanya belum ada di Rote. Nah slogan ini yang bagi Jusup, perlu jaga.
"Tuhan Yesus punya murid itu banyak nelayan. Artinya melaut itu menjanjikan. Mari kita sama-sama jaga keindahan laut kita," tutur Jusup.
Menekankan tentang keindahan pantai, Jusup juga memberi solusi terang terkait kebutuhan petani rumput laut.
Tentu tahun ini lewat bantuan KKP RI, pihak dinas juga akan memberikan bantuan tali kepada petani rumput laut. (rio)
Ikuti berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS