"Kami berterimakasih kepada Pemda TTS yang telah mendukung dengan kerja-kerja kolaborasi, yang mana program ini telah berlangsung sejak September 2022," katanya.
"Melalui kegiatan hari ini anak-anak kita ingin menyampaikan aspirasi mereka agar dapat kembali ke pendidikan baik formal maupun yang tidak formal," jelasnya.
Dari anak-anak yang ada dikatakan Robertus, dilakukan identifikasi lagi. "Mana yang mau kembali ke pendidikan formal ataupun pendidikan non formal. Kita berupaya agar mereka kembali ke pendidikan," sebutnya.
Dirinya menyampaikan, isu ATS ini bukan hanya isu satu sektor atau isu dinas pendidikan, melainkan isu yang melibatkan lintas sektor.
"Di TTS kita harapkan ada tim penanganan anak tidak sekolah," tuturnya.
Baca juga: BREAKING NEWS: Pria di Timor Tengah Selatan Tewas Dianiaya Usai Remas Payudara Wanita
Dia juga meminta perlu ada sinkronisasi data terkait anak tidak sekolah oleh dinas-dinas terkait dalam melakukan penanganan terhadap anak tidak sekolah.
Dikatakan harmonisasi regulasi juga sangat penting agar tidak terjadi penggemukan regulasi.
"Di TTS sudah ada Perda kabupaten layak anak. Hal ini bisa menjadi payung hukum bagi isu anak tidak sekolah. Klaster pendidikan adalah salah satu klaster khusus di dalam perda kabupaten layak anak," ungkapnya.
Robertus mengatakan, penanganan anak tidak sekolah ini perlu dilakukan secara berkelanjutan.
"Harapan kami dari Unicef agar kolaborasi yang telah terbangun sejak 2022 lalu terus dibangun ke depan terkait penanganan ATS. Semua ini tergantung komitmen kita bersama agar di TTS ada gugus tugas penanganan anak tidak sekolah," tandasnya.
Hadir membuka kegiatan ini, Asisten Administrasi Umum Setda kabupaten TTS, Agnes L.S Fobia, pada mengapresiasi kegiatan tersebut.
"Ini merupakan hal yang sangat positif dalam membangun anak-anak bangsa yang ada di TTS. Ini menjadi PR besar pemda TTS karena TTS sendiri sudah memiliki Perda nomor 4 tahun 2020 tentang kabupaten layak anak," terangnya.
"Kabupaten TTS adalah kabupaten pertama yang memiliki Perda kabupaten layak anak di Provinsi NTT. Yang menjadi kendala adalah bahwa kita belum sepenuhnya menindaklanjuti perda tersebut," tambahnya.
Fobia menjelaskan, dalam perda ini ada 5 klaster dan 24 Indikator yang perlu dilaksanakan Pemda untuk mencapai kabupaten layak anak.
"Kegiatan yang kita lakukan hari ini masuk di klaster keempat. Pemda juga tidak berdiam diri saja untuk memayungi anak-anak bahkan remaja di kabupaten TTS," ungkapnya.