Untuk mendekatkan diri dengan Allah, Nabi Yoel bernubuat, “Koyakkanlah hatimu dan jangan pakaianmu”(Yoel 2, 13), bukan tata lahir, upacara yang bisa dilihat orang, melainkan
sikap hati yang mau berbalik kepada Tuhan.
Sikap hati untuk mawas diri, refleksi dan introspeksi diri. Sebuah kesempatan untuk mengevaluasi realitas hidup yang kita jalani, bahwa ada banyak hal yang tidak beres yang kita lakukan dalam hidup ini.
Kita meneliti kembali hidup dan tingkah laku kita. Kita lalai dalam tugas di dalam keluarga sebagai suami
atau isteni.
Kita lalai dalam tugas di tempat kerja. Kalau kita jujur maka kita harus membongkar segala debu yang masih melekat dan tertimbun dalam diri kita menjadi abu pertobatan.
Maka hati kita akan menjadi lega dan segar, ringan, wajah kita menjadi ceria dan langkah kita akan maju menuju Allah. Kita semakin dekat dengan Allah.
Baca juga: Renungan Harian Katolik Rabu 22 Februari 2023, Rabu Abu, Pembukaan Masa Puasa
Selain itu, Rasul Paulus memohon agar kita memberikan diri untuk didamaikan dcngan Allah
(2 Kor 5: 20).
Bagi Paulus, keberadaan kita telah menciptakan suatu permusuhan dengan Allah.
Situasi ini perlu dipulihkan dan perbaikan kembali melalui usaha tobat.
Kita tidak secara langsung memusuhi Allah, tetapi tindakan kita terhadap sesama mengindikasikan
bahwa kita bermusuhan dengan Allah.
Suatu kasus yang cukup ekstrim ialah rasa benci dan membalas dendam.
Kita tenggelam dalam permusuhan dan tidak mengusahakan jalan damai.
Kita membenci mereka yang tidak kita sukai atau hal-hal lain. Hati kita mengalami ketidaktenangan.
Kiranya upacara penaburan abu yang kita jalankan hari ini, tidak menjadi sebuah upacara
kosong, tetapi mengajak kita melihatnya sebagai ajakan untuk semakin mendekatkan diri
kepada Allah.
Baca juga: Renungan Harian Katolik Senin 20 Februari 2023, Tolonglah Aku yang Tidak Percaya Ini
Kita membakar semua yang tidak berkenan, kita bertobat dan mengikuti jalan Allah. Dan Allah akan mengampuni dosa salah kita dan menyertai kita.
Kontemplasi