POS-KUPANG.COM - Renungan Harian Katolik berikut ditulis oleh RP. Steph Tupeng Witin SVD dengan judul Mengasihi Musuh, Memikul Salib.
RP. Steph Tupeng Witin menulis Renungan Harian Katolik ini merujuk bacaan Injil Matius 5:38-48, Minggu Biasa VII.
Di akhir Renungan Harian Katolik ini disediakan pula teks lengkap bacaan Minggu 19 Februari 2023 beserta mazmur tanggapan dan bait pengantar Injil.
Di atas bukit Yesus mengutip sepenggal ayat dari Perjanjian Lama dalam khotbahnya. “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri, Akulah Tuhan” (Im 10:18). Lalu menambahkan satu kutipan “bencilah musuhmu” (Mat 5:43). Musuh yang harus dibenci tidaklah begitu jelas.
Tapi sebagai bangsa dan dalam konstelasi politik kala itu, Kekaiseran Romawi menjadi musuh utama dan pertama bagi bangsa Yahudi.
Namun dalam ruang relasi sosial, musuh itu menjelma dalam diri siapa saja. Bahkan sahabat terdekat bisa jadi musuh yang paling berbahaya.
Tuhan memberi perintah baru, “Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu” (Mat 5:44). Tuhan mengembalikan perintah “membenci musuh” dalam Perjanjian Lama menjadi “mengasihi musuh.” Ia membalikkan hukum ciptaan manusia kepada hukum Tuhan untuk menghapus segala jenis permusuhan duniawi.
Penginjil Matius menggunakan kata kerja agapate dari kata dasar agapao dalam Bahasa Yunani yang berarti “kasihilah.” Tindakaan mengasihi pasti melibatkan gerak batin yang tidak terlihat dan perwujudannya dalam tindakan konkret.
Setiap pribadi berjuang keras untuk mengalahkan gelegak batin yang mengalirkan permusuhan. “Karena dari hati timbul segala pikiran jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu, dan hujat” (Mat 15:19).
Baca juga: Renungan Harian Katolik 17 Februari 2023, Baiklah Kita Turun dan Mengacau-balaukan Bahasa Mereka
Bagaimana agar kita bisa mewujudkan kasih itu dicontohkan oleh orang Samaria yang baik hati (Luk 10:30-37). Menurut Paus Fransiskus, perumpamaan ini secara mengesankan memperlihatkan keputusan dasar yang perlu kita buat untuk membangun ulang dunia kita yang terluka.
Berhadapan dengan begitu banyak luka dan penderitaan dunia ini, arah jalan kita hanyalah mencontohi perbuatan kasih orang Samaria yang murah hati.
Pilihan keputusan yang lain hanya akan membuat kita, entah menjadi salah satu penyamun atau salah satu dari mereka yang berjalan dengan tanpa menunjukkan kepedulian pada penderitaan orang yang tengah terkapar tanpa daya di pinggir jalan kehidupan.
Orang Samaria menginspirasi bagaimana kita membangun sebuah komunitas hidup dengan mengenali kerapuhan sesama, menolak sebuah komunitas yang menyingkirkan orang lain dan bertindak menjadi sesama yang bersedia mengangkat sesama yang sedang terpuruk serta berani memulihkan orang lain yang jatuh demi kehidupan bersama dalam komunitas duniawi.
Orang Samaria yang murah hati serentak menyadarkan kita perihal sikap orang-orang -- mungkin kita -- yang hanya memikirkan diri sendiri dan gagal memikul tanggung jawab kemanusiaan yang tak akan terelakkan akan kehidupan sesama yang lain sebagaimana mestinya (Ensiklik Fratelli Tutti, 67).