Berita Timor Tengah Selatan

Ada 12 Kasus DBD di Timor Tengah Selatan, Kadis Kesehatan Sebut Masih Posisi Aman

Editor: Oby Lewanmeru
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Timor Tengah Selatan dr. Ria Tahun

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Adrianus Dini

POS-KUPANG.COM, SOE - Kasus Demam Berdarah di wilayah kabupaten Timor Tengah Selatan tahun 2023 masih berada di posisi aman. Berdasarkan data terakhir, ada 12 kasus DBD di TTS.

Hal tersebut disampaikan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Timor Tengah Selatan, dr. Ria Tahun, saat ditemui Pos Kupang di ruang kerjanya, Senin, 13 Februari 2023.

"Untuk tahun 2023 ada 12 kasus DBD. Namun posisi ini termasuk aman," katanya

Ria menerangkan 12 kasus DBD yang dimaksud tersebar di Siso, Kota Soe, Tetaf, Oenino, Nulle, Salbait dan Polen. Rincian kasus sebagai berikut. Di kota Soe ada 5 kasus, Siso 2 kasus, Tetaf 1 kasus, Oenino 1 kasus, Nulle 1 kasus, Salbait 1 kasus, dan Polen 1 kasus.

Baca juga: 14 Daerah Diminta Terapkan KLB Demam Berdarah Dengue, DPRD Ingatkan Pemerintah Serius Tangani

Dia mengatakan ada 2 pasien yang sementara dirawat di RSUD Soe. Pasien pertama berusia 10 tahun, berjenis kelamin perempuan dan berasal dari Salbait. Pasien kedua berjenis kelamin laki-laki dengan usia 61 tahun berasal dari kecamatan Polen.

Biasanya kasus DBD kata dr. Ria meningkat di bulan Desember dan Januari. "Namun sekarang kita masih berada di posisi aman," imbuhnya.

"Tahun lalu kasus DBD di TTS terbilang tinggi. berdasarkan data per 31 Desember 2022 ada 109 kasus. Sementara 113 suspek. Tahun lalu jumlah tertinggi berada di awal bulan Januari dan Februari. Kota Soe dengan jumlah tertinggi yaitu 66 kasus di tahun 2022," jelasnya.

Baca juga: Soal Demam Berdarah Dengue, DPRD NTT Minta Pemerintah Perlu Siapkan Strategi Khusus

Terkait kasus DBD terang Ria, Pendekatan yang selama ini dilakukan pemerintah melalui dinas kesehatan yaitu: melakukan pemberantasan sarang nyamuk dengan 3M Plus; melakukan pengobatan bagi yang terkena kasus; abateisasi; pembagian kelambu dan melakukan penyuluhan kesehatan masyarakat.

"Untuk abate jumlahnya terbatas sehingga menjadi kesulitan tersendiri bagi kami dalam penyaluran. Abate pertama-tama kita salurkan ke Puskesmas dan selanjutnya Puskesmas bagikan kepada masyarakat setempat. Terkait pembagian abate sementara dilakukan," ungkapnya.

"Untuk pencegahan kita lebih fokus pada pembagian abate. Hal ini penting karena abate dapat membunuh larva nyamuk. Untuk fogging, akan dilakukan jika tren kasusnya meningkat. Fogging juga hanya untuk membunuh nyamuk besar. Fogging sendiri membutuhkan anggaran yang besar, sehingga sementara kita fokus pada pembagian Abate dan pembagian kelambu," tambahnya.

"Kita juga anjurkan masyarakat untuk memperhatikan 3M Plus: menutup, mengubur dan menguras serta abateisasi," ucapnya.

Dirinya menyebut beberapa kendala yang mengakibatkan penanganan kasus DBD menjadi tidak maksimal.

"Kendala yang kita hadapi terkait penanganan DBD yakni survei jentik belum berjalan maksimal. Hal ini karena tenaga kita terbatas. Seharusnya tenaga ini door to door memantau kondisi jentik nyamuk di rumah masyarakat. Kendala berikut terkait terbatasnya jumlah abate untuk disalurkan dan Penyelidikan epidemiologi (PE) yang belum optimal," ucapnya.

Baca juga: Kematian Akibat DBD di Sumba Barat Daya Meningkat Drastis

Dirinya menyebut kebiasaan menjaga kebersihan akan sangat baik untuk mengatasi perkembangbiakan nyamuk.

Halaman
12

Berita Terkini