Keadaan jurang tentu sulit dijangkau oleh semua penduduk. Sebab perkampungan penduduk berada di wilayah dataran tinggi. Orang tua, kakek, nenek dan ibu hamil tentu tidak bisa membersihkan diri. Demikian pun anak-anak sekolah tidak mandi sebelum ke sekolah.
Untuk mengambil air di wilayah yang terjal bukanlah perkara muda. Yang mengambil air di wilayah seperti itu adalah orang-orang kuat; baik kuat jalan maupun kuat dalam memikul jeriken atau tawu (sejenis wadah penampung air tradisional warga Sambi Rampas). Tempat penampung air itu dijunjung atau dipikul dengan menempuh jarak 1,5 km pada medan yang mengerikan.
Belum lagi saat musim kemarau tiba, perebutan air mencekam karena saat itu masyarakat akan berebutan"tengong wae"(menunggu air). Tidak heran jika ada warga yang adu jotos di area mata air gegara rebut air seperti pengalaman warga kampung tetangga.
Figur Penggerak atau" Rotas Ronggo"
Butuh figur penggerak untuk menggaruk pikiran macet di sebuah wilayah kampung. Masyarakat dengan sendirinya akan ikut pikiran dan tindakan figur penggerak yang bisa memberikan gagasan positifnya. Kampung Sambi Rampas bersyukur memiliki figur penggerak dan pemikir yang handal. Termasuk terobosan menghadirkan air sampai di depan rumah warga.
Niat menghadirkan air secara merata di kampung Sambi Rampas pertama-tama digagas oleh seorang guru yang mengajar di SDK Lengko Tanah. Kemudian ia berdiskusi dengan warga setempat. Saat berdiskusi, ada masyarakat yang menolak namun ada pula yang mendukung gagasan menghadirkan air dari Wae Cele.
Guru tersebut bernama Adrianus Maksi, S.Pd. Warga masyarakat memanggilnya guru Adi. Ia dibantu juga oleh dua orang guru lainnya yaitu Silvester Arios (Guru Sil) dan Ibu Guru Ren. Ketiganya adalah guru di SDN Lengko Tanah.
SDN Lengko Tanah adalah sekolah yang berada di kaki Kampung Sambi Rampas. Sekolah Dasar Negeri Lengko Tanah masuk dalam jajaran Sekolah Penggerak di Kabupaten Manggarai Timur. Guru Adi juga adalah guru penggerak di SDN Lengko Tanah.
Dengan ilmu dan semangat yang mereka dapat dari tempat mereka bimbing memampukan mereka untuk berpikir secara berbeda. Dengan demikian maka sebagai dampak hadirnya sekolah penggerak di tengah masyarakat Sambi Rampas ketiga guru tersebut bisa mengubah mindset masyarakat dan menjadi penggerak utama atau rotas ronggo bagi masyarakat lainnya. Antara lain hadir memecahkan persoalan inti masyarakat yaitu air.
Upaya keras dan cerdas menghadirkan anggota TNI berkolaborasi dengan masyarakat kampung memang butuh mediasi yang baik. Apalagi masyarakat di kampung masih terlalu gagap, gerogi bahkan takut jika membaur dan bekerjasama dengan prajurit TNI.
Tetapi dengan hadirnya penggerak warga, maka ia bisa mengarahkan dan mempertemukan niat tulus warga dan niat baik TNI dalam program TNI Manunggal sehingga terwujud.
Maka pengerjaan pompa Hidram dan saluran pipa serta bak penampung di Kampung Sambi Rampas akhirnya diresmikan pada tanggal 28 Desember 2022 lalu dihadiri oleh Camat, aparat Kepolisian, Babin, Danramil dan tokoh masyarakat Sambi Rampas.
Itulah hasil dari kolaborasi dan kerja cerdas mengatasi kekurangan air di kampung Sambi Rampas. Acara serah terima sangat menarik dan meriah karena peran ketiga guru dan tokoh masyarakat.
Silvestet Arios yang mewakili masyarakat kampung Sambi Rampas Kelurahan Ulung Baras dalam sambutan penerimaan pompa Hidram secara simbolis mengatakan bahwa semua keluarga Besar Kampung Sambi Rampas mengucapkan syukur dan terima kasih banyak kepada Bapak Kepala Staf TNI AD, Bapak Korem161 Wirasakti Kupang, Bapak Kodim 1612 Mangarai dan Bapak Koramil 1612-5 Pota yang sudah membantu warga membangun bak dan memasang pipa dan pompa Hidram untuk Kampung Sambi Rampas melalui program TNI Manunggal sehingga warga Sambi Rampas tidak kesulitan air.
*Apolonius Anas adalah putra Sambi Rampas yang saat ini berdomisili di Kefamenanu, Kabupaten Timor Tengah Utara.
Ikuti berita Pos-Kupang.com di GOOGLE NEWS