"Penggunaan Pasal 285 bertentangan dengan kebebasan pers yang terkandung dalam Pasal 8 dan 9 UU Pers Timor Leste, yang menetapkan hak jurnalis untuk tidak menjadi sasaran pelecehan atau campur tangan yang mengancam independensi dan objektivitas mereka.
IFJ mendesak Menteri Francisco Jeronimo untuk segera mencabut semua tuduhan terhadap jurnalis Francisco Belo,” isi pernyataan IFJ.
Dengan nada yang sama, TLPU menyatakan telah memverifikasi bahwa laporan Hatutan.com tentang proyek instalasi mengikuti semua undang-undang media dan kode etik jurnalistik.
"Kami mendesak Menteri Francisco Jeronimo untuk menyelesaikan kasus ini melalui mediasi dari Dewan Pers karena jurnalisme bukanlah kejahatan," kata TLPU.
Sesungguhnya, kebebasan pers dilindungi oleh pasal 41 UUD Timor-Leste. Namun, ada satu pasal hantu dalam KUHP (2009), yakni pasal 285 tentang fitnah informasi palsu.
Dikutip dari Oekusipost.com, pasal hantu telah digunakan oleh para politisi dan penegak hukum di Timor-Leste untuk menyerang balik lawan-lawannya, terutama jurnalis yang sering menulis berita tentang kasus korupsi baik di lembaga swasta maupun publik.
Baca juga: Warga di Perbatasan Timor Leste Belum Maksimal Urus Pas Lintas Batas Gratis
Pasal 285 adalah hantu raksasa yang tidak hanya menghantui para jurnalis, tetapi juga akan menghantui para kritikus di negeri ini suatu saat nanti, tulis Oekusipost.com.
Para pemimpin dan politisi di Timor-Leste telah senang dengan indeks kebebasan pers dunia tahunan yang berada di urutan ke-71 dari 180 negara pada tahun 2021 dan ke-17 pada tahun 2022 di depan Australia, tetapi Menteri Urusan Parlemen dan Komunikasi Sosial Francisco Martins da Costa Pereira Jerónimo telah menggugat pemimpin redaksi media online Hatutan.com Francisco Belo Simões da Costa setelah menerbitkan kasus korupsi yang diduga melibatkan menteri Francisco Jeronimo.
Kasus serupa pernah terjadi pada 2017 lalu. Dua jurnalis Timor Leste, Oki Raimundos dan Lourenco Martins, juga menghadapi hukuman penjara karena pencemaran nama baik untuk artikel mereka tentang Perdana Menteri Rui Maria de Araujo pada 2015, tetapi tuduhan tersebut dibatalkan oleh Pengadilan Distrik Dili pada tanggal 1 Juni 2017.
Komite Hak Asasi Manusia PBB dan pelapor khusus untuk kebebasan berekspresi PBB, Organisasi untuk Keamanan dan Kerjasama di Eropa dan Organisasi Negara-Negara Amerika, semuanya telah mendesak negara-negara untuk mencabut undang-undang pidana pencemaran nama baik.
Sumber: Kompas TV/duniarmol.id
Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS