POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Dari berbagai aspek yang dikemukakan Presiden Timor Leste Jose Ramos Horta selama kunjungannya ke Indonesia, tidak luput juga ia berbicara tentang kebebasan pers dan jurnalis di Timor Leste.
Hal itu dikemukakannya melalui wawancara khusus di program ROSI Kompas TV berjudul Ramos Horta: Saya Cinta Indonesia, yang bisa ditonton kembali kanal youtube Kompas TV.
Kepada Rosi Silalahi yang mewawancarainya, Ramos Horta mengemukakan komitmennya terhadap demokrasi, yang mencakup kebebasan pers, kebebasan berpolitik hingga kebebasan beragama.
Menurutnya, pemerintah tidak pernah berupaya membungkam kebebasan, meskipun terkadang para politisi atau pemimpin merasa tersinggung.
Penerima hadiah Nobel Perdamaian ini memiliki filosofi tersendiri tentang jurnalis.
Menurutnya, dalam melaporkan sebuah berita, bisa saja jurnalis melakukan kesalahan yang tidak disengaja.
Namun hal itu masih bisa diperbaiki, sehingga tidak sebaiknya menjauhi jurnalis dan kebebasan harus dijamin.
Baca juga: Presiden Republik Demokratic Timor Leste Bertemu Uskup Agung Ramos Horta Bicara Persaudaraan
Ramos Horta menyebut, Timor Leste berada di peringkat 17 dunia soal kebebasan pers.
Berdasarkan laporan Reporters Without Borders, skor Indeks Kebebasan Pers di negara tetangga Indonesia tersebut sebesar 81,89 poin. Artinya, kebebasan pers Timor Leste menjadi yang terbaik di Asia Tenggara pada 2022.
Wartawan Timor Leste Terancam Hukuman
Terkait dengan kebebasan pers dan wartawan di Timor Leste, belum lama ini Menteri Urusan Parlemen dan Komunikasi Sosial Timor Leste Francisco Martins da Costa Pereira Jeronimo mengajukan gugatan terhadap pemimpin redaksi portal berita lokal Hatutan.com, Francisco Belo, atas pencemaran nama baik.
Francisco Belo, yang telah menerima panggilan dari kantor kejaksaan distrik Dili, memberikan pernyataannya kepada kantor kejaksaan pada 23 Mei.
Selama tiga puluh menit ia menjawab semua pertanyaan kejaksaan. Jika terbukti bersalah, Belo akan didakwa berdasarkan Pasal 285, dan menghadapi hukuman tiga tahun penjara atau denda.
Menanggapi gugatan tersebut, Federasi Jurnalis Internasional (IFJ) bergabung dengan afiliasinya, Serikat Pers Timor-Leste (TLPU), menyerukan penarikan segera kasus terhadap jurnalis tersebut.
IFJ mengatakan, pemerintah harus memastikan jurnalis dapat melakukan pekerjaan mereka dengan aman dan terjamin, termasuk meminta pertanggungjawaban pejabat publik dan otoritas, tanpa takut dituntut.
"Penggunaan Pasal 285 bertentangan dengan kebebasan pers yang terkandung dalam Pasal 8 dan 9 UU Pers Timor Leste, yang menetapkan hak jurnalis untuk tidak menjadi sasaran pelecehan atau campur tangan yang mengancam independensi dan objektivitas mereka.
IFJ mendesak Menteri Francisco Jeronimo untuk segera mencabut semua tuduhan terhadap jurnalis Francisco Belo,” isi pernyataan IFJ.
Dengan nada yang sama, TLPU menyatakan telah memverifikasi bahwa laporan Hatutan.com tentang proyek instalasi mengikuti semua undang-undang media dan kode etik jurnalistik.
"Kami mendesak Menteri Francisco Jeronimo untuk menyelesaikan kasus ini melalui mediasi dari Dewan Pers karena jurnalisme bukanlah kejahatan," kata TLPU.
Sesungguhnya, kebebasan pers dilindungi oleh pasal 41 UUD Timor-Leste. Namun, ada satu pasal hantu dalam KUHP (2009), yakni pasal 285 tentang fitnah informasi palsu.
Dikutip dari Oekusipost.com, pasal hantu telah digunakan oleh para politisi dan penegak hukum di Timor-Leste untuk menyerang balik lawan-lawannya, terutama jurnalis yang sering menulis berita tentang kasus korupsi baik di lembaga swasta maupun publik.
Baca juga: Warga di Perbatasan Timor Leste Belum Maksimal Urus Pas Lintas Batas Gratis
Pasal 285 adalah hantu raksasa yang tidak hanya menghantui para jurnalis, tetapi juga akan menghantui para kritikus di negeri ini suatu saat nanti, tulis Oekusipost.com.
Para pemimpin dan politisi di Timor-Leste telah senang dengan indeks kebebasan pers dunia tahunan yang berada di urutan ke-71 dari 180 negara pada tahun 2021 dan ke-17 pada tahun 2022 di depan Australia, tetapi Menteri Urusan Parlemen dan Komunikasi Sosial Francisco Martins da Costa Pereira Jerónimo telah menggugat pemimpin redaksi media online Hatutan.com Francisco Belo Simões da Costa setelah menerbitkan kasus korupsi yang diduga melibatkan menteri Francisco Jeronimo.
Kasus serupa pernah terjadi pada 2017 lalu. Dua jurnalis Timor Leste, Oki Raimundos dan Lourenco Martins, juga menghadapi hukuman penjara karena pencemaran nama baik untuk artikel mereka tentang Perdana Menteri Rui Maria de Araujo pada 2015, tetapi tuduhan tersebut dibatalkan oleh Pengadilan Distrik Dili pada tanggal 1 Juni 2017.
Komite Hak Asasi Manusia PBB dan pelapor khusus untuk kebebasan berekspresi PBB, Organisasi untuk Keamanan dan Kerjasama di Eropa dan Organisasi Negara-Negara Amerika, semuanya telah mendesak negara-negara untuk mencabut undang-undang pidana pencemaran nama baik.
Sumber: Kompas TV/duniarmol.id
Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS