Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi NTT, Emi Nomleni menegaskan pentingnya pengarusutamaan gender dalam urusan kebencanaan di NTT, baik pada saat tanggup darurat, prabencana, maupun saat pascabencana.
Hal tersebut disampaikannya pada kegiatan Lokakarya Kelompok Kerja Pengarusutamaan Gender dalam Penanggulangan Bencana di Provinsi NTT yang diselenggarakan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) NTT bekerja sama dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak (DP3A) Provinsi NTT dengan dukungan Program SIAP SIAGA, Selasa 7 Juni 2022 lalu.
“PERDA tentang Penanggulangan Bencana, Nomor 16 Tahun 2008 tidak hanya bicara tentang tanggup darurat tetapi juga terkait kegiatan prabencana dan saat pascabencana. Pengarusutamaan gender ini harus dimasukan dalam urusan kebencanaan,” jelasnya, sebagaimana keterangan pers yang dikeluarkan BPBD NTT, Minggu 19 Juni 2022.
Baca juga: BMKG Prediksi NTT Tidak Alami Hujan dan Angin Kencang Hingga 20 Juni
Emi menjelaskan, tahun ini ada 13 perempuan anggota DPRD NTT dan telah menginisiasi penyusunan Ranperda Pengarusutamaan Gender dan telah diberikan persetujuan bersama oleh DPRD dan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur pada Rapat Paripurna tanggal 5 April 2022.
Hingga saat ini, lanjut Emi, Ranperda tersebut masih dalam proses fasilitasi di Kementerian Dalam Negeri untuk selanjutnya dapat ditetapkan menjadi Peraturan Daerah oleh Gubernur.
Ia berharap pengarusutamaan gender tidak hanya lagi menjadi lip service tetapi harus diimplementasikan dalam kebijakan yang dibuat oleh pemerintah daerah. Sehingga penting agar Ranperda ini bisa menjadi peraturan daerah.
Baca juga: Swiss-bellcourt Kupang Jadikan Bernie Maskot Lomba Mewarnai dengan Hadiah Tabungan dari Bank Mandiri
Ketua DPRD NTT ini juga menyinggung terkait pentingnya penganggaran untuk urusan pengarusutamaan gender.
Ketua DPD PDIP NTT, itu menerangkan, setiap OPD harus menganggarkan sekian persen untuk urusan pengarusutamaan gender. Lokakarya ini harus mencantol ke RPJMD oleh kepala daerah sehingga bisa terus berkelanjutan. Kelemahan pergub tidak ada sanksi sehingga tidak mengikat setiap orang dengan baik,” ujarnya.
Diakhir paparannya, ia menegaskan membicarakan gender bukan hanya bicara tentang perempuan tetapi merupakan bicara laki-laki dan perempuan.
Baca juga: BPBD Gelar Diskusi Penyusunan Rencana Kontingensi Gempa Bumi Berpotensi Tsunami di NTT
"Kalau hari ini perempuan berbicara tentang pengarusutamaan gender, saya berharap banyak laki-laki juga yang akan membicarakan pengarusutamaan gender ini,” tandasnya. (*)