Berita Nasional Hari Ini

Anggota Polisi Wajib Berpakaian Dinas Saat Amankan Aksi Demo

Editor: Alfons Nedabang
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kabid Humas Polda NTT Kombes Pol Rishian Krisna bertemu pendemo, Senin 20 Desember 2021.

POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Pengamanan aksi unjuk rasa oleh anggota Polri selama ini biasanya tak hanya dilakukan anggota yang berpakaian dinas lengkap, tapi juga didukung anggota polisi dengan berpakaian preman.

Namun keberadaan anggota polisi berpakaian preman saat mengamankan unjuk rasa itu mendapat sorotan setelah terjadinya insiden penembakan yang menewaskan 1 pendemo yang menolak tambang di Parigi Moutong, Sulawesi Tengah.

Seperti diketahui, beberapa waktu lalu terjadi demo penolakan tambang di Parigi Moutong. Demonstrasi itu dilakukan oleh Aliansi Rakyat Tani menolak aktivitas tambang emas PT Trio Kencana di Parigi Moutong.

Baca juga: Kapolri Perkuat Densus 88, Tambah Personel Dua Kali Lipat

Menurut polisi, para demonstran melakukan aksi pemblokiran jalan hingga dibubarkan. Namun, dalam proses itu terdapat satu orang demonstran yang meninggal akibat terkena timah panas.

Kasus tersebut kini tengah didalami Propam Polri dan Polda Sulawesi Tengah. Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Sulteng sudah memeriksa total 17 anggota polisi yang bertugas selama pembubaran unjuk rasa tersebut.

Untuk mencegah terulangnya kejadian serupa, Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo menegaskan bahwa semua anggota Polri yang mengamankan unjuk rasa mulai saat ini harus berpakaian dinas lengkap.

Baca juga: CATAT! 147 Ribu Polisi di Indonesia Bakal Punya Rumah Mewah, Wakapolri: Ini Gebrakan Awal 2022

"Semua anggota berpakaian preman, mereka boleh ikut pengamanan unjuk rasa, tapi harus menggunakan pakaian dengan atribut yang sama [berpakaian dinas]," kata Sambo dalam rapat analisis dan evaluasi (Anev) situasi Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Kamtibmas) terkini bersama Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, jajaran pejabat utama Mabes Polri dan Kapolda di seluruh Indonesia, Kamis 17 Februari 2022.

Menurut Sambo, anggota yang berpakaian dinas resmi akan memudahkan pihaknya melakukan penindakan bila ada oknum melakukan pelanggaran disiplin. Termasuk mencegah potensi insiden penembakan seperti yang terjadi di Parigi Moutong.

"Sehingga kelihatan, harus dilucuti senjatanya, karena ada tahapan yang harus dilalui," ujar Sambo.

Baca juga: Penyegaran Roda Organisasi, Kapolri Mutasi 11 Kapolres Jajaran Polda NTT, Ini Rincian Mutasi

Sambo mengingatkan apabila terjadi kembali kasus penembakan saat unjuk rasa, maka yang harus bertanggung jawab yakni Kasat hingga Kapolres di wilayah tersebut.

"Nah bukan lagi anggota yang salah ini, harus Kasatnya yang bertanggung jawab, Kapolresnya bertanggung jawab," ujarnya.

Jauh sebelum insiden di Parigi, insiden penembakan yang menewaskan 2 mahasiswa terlibat unjuk rasa juga pernah terjadi di Kendari, Sulawesi Tenggara pada 2019 lalu. Hasil investigasi, sebanyak 13 polisi saat itu ditahan.

Dengan banyaknya terjadi insiden saat pengamanan aksi demo itu, Polri kata Sambo terus membenahi aturan penggunaan senjata api oleh anggotanya dengan merancang strategi pencegahan penyalahgunaan senjata. Salah satunya yakni dengan pengetatan pengajuan senjata api dengan tes psikologi.

Baca juga: Kapolri Perintahkan Kapolda NTT Transparan Soal Kasus Pembunuhan Astri Manafe dan Lael Maccabe

Sambo mengatakan akan melakukan pengawasan dan pengecekan mental kepada setiap anggota Polri secara berkala. Polri bakal mencabut izin penggunaan senjata api (senpi) anggota polisi yang memiliki masalah keluarga atau lingkungannya.

"Apabila ada anggota yang memegang senjata api kemudian bermasalah dengan keluarga, dengan lingkungannya, segera dicabut pada kesempatan pertama," kata Sambo.

Halaman
12

Berita Terkini