Opini Pos Kupang

"Kartini NTT" yang Berencana (Refleksi di Hari Kartini untuk Generasi Berencana)

Editor: Kanis Jehola
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Logo Pos Kupang

"Kartini NTT" yang Berencana (Refleksi di Hari Kartini untuk Generasi Berencana)

Oleh : Eduardus Johanes Sahagun, Calon Widyaiswara di Kantor Perwakilan BKKBN Provinsi NTT

POS-KUPANG.COM - "Kejarlah kesuksesan hingga kamu tak perlu lagi memperkenalkan namamu karena mereka telah mengenalmu." ( RA Kartini).

Frasa singkat diatas menjadi awal refleksi saya untuk menghormati perempuan yang saya sebut sebagai `pencipta peradaban', karena salah satu tugas mulia dari perempuan adalah mengandung dan melahirkan kehidupan baru.

Ya, memang demikian adanya. Perempuan adalah sosok termulia yang patut dihargai dan dihormati. Bahkan, saking mulianya, perempuan pun dihadiahkan sebuah `surga' di telapak kakinya. Dapatkah kita membelikan sepatu agar `surga' itu tidak kotor?

Baca juga: Bekerja Lebih Keras

Baca juga: Pesepeda Senior Udin Muda Tewas Mengenaskan di Lampu Merah Frans Seda Kota Kupang

Alangkah beruntungnya Indonesia karena memiliki sosok Pahlawan Nasional Perempuan bernama Raden Ajeng Kartini Djojo Adhiningrat ( RA Kartini). Ia lahir pada 21 April 1879 di Mayong, Jepara, Jawa Tengah. Ia adalah salah satu pahlawan perempuan yang dengan gigih memperjuangkan emansipasi wanita Indonesia pada masanya.

Berkat jasa beliau, perempuan Indonesia tidak dipandang sebelah mata. Jasa besar dan kegigihan beliau dihormati Indonesia dengan menjadikannya sebagai Pahlawan Nasional lewat Keputusan Presiden Republik Indonesia No.108 Tahun 1964, pada tanggal 2 Mei 1964, yang berisi penetapan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional.

Dari situlah, maka pada setiap tanggal 21 April diperingati Hari Kartini.

Berbagai gagasan, kegelisahan, perjuangan dan ide cemerlang R.A Kartini tertuang dalam banyak surat yang ia tulis bersama rekan korespondensi di Belanda. Semua surat itu kemudian dikumpulkan oleh J.H. Abendanon dan dibukukan dengan judul asli `Door Duisternis tot Licht` pada tahun 1911. Judul buku tersebut kemudian diterjemahkan menjadi `Habis Gelap Terbitlah Terang'.

Baca juga: Realitas Gender dan Partisipasi Politik Perempuan

Baca juga: Pelajaran dari Badai Seroja

Kalau berkaca dari situasi saat ini, di mana pandemi Covid-19 masih belum surut, maka frasa judul buku ini bisa `diubah' menjadi `habis wabah, terbitlah cerah'. Inilah semangat dan harapan yang harus terpatri dalam hati setiap kita, sehingga niat dan cita-cita mulia Kartini bisa terejawantahkan.

Berbagai pemikiran yang diungkapkan Kartini melalui tulisan kemudian menjadi inspirasi bagi para tokoh Indonesia seperti W.R Soepratman, yang menggubah lagu berjudul `Ibu Kita Kartini`.

Menilik realita yang ada sekarang, tidak dapat ditampik bahwa problematika yang dialami R.A. Kartini pada masanya masih dirasakan juga oleh banyak perempuan saat ini, khususnya para remaja perempuan sebagai generasi penerus.

Masih banyak remaja perempuan yang belum memperoleh haknya secara penuh. Bahkan mereka memiliki keterbatasan dalam mengungkapkan pendapat atau gagasan, baik dalam ranah politik maupun sosial-ekonomi.

Lantas, bagaimana kondisi remaja perempuan NTT saat ini? Menilik potret remaja perempuan NTT, kita tidak bisa menutup mata bahwa masih banyak persoalan yang dialami. Salah satu contoh sederhana yang bisa saya angkat adalah mengenai hak pendidikan.

Fakta menujukkan bahwa kesempatan sekolah dan kerja masih didominasi laki-laki. Karena sebagian besar daerah di NTT menganut sistem patrilineal, maka sekolah bagi seorang remaja perempuan dianggap `kurang' terlalu penting. Belum lagi persoalan perdagangan orang, kekerasan terhadap perempuan dan anak, persoalan ketenagakerjaan, kesehatan dan pelbagai masalah lain yang berkaitan dengan peran remaja perempuan.

Menyangkut ketenagakerjaan, banyak TKI asal NTT yang meninggal di luar negeri, dan perempuan (TKW) adalah pekerja yang cukup banyak meninggal. Angka ini menunjukkan bahwa keinginan perempuan untuk bekerja memang sudah mulai nampak.

Namun, mereka tidak dibekali pendidikan dan keterampilan yang layak sehingga pada akhirnya mereka mudah dieksploitasi. Akibatnya, banyak pekerja perempuan yang pergi bekerja ke luar negeri secara illegal. Inilah cikal bakal munculnya masalah human trafficking.

Karena itu, pendidikan bagi kaum hawa sejak masa remaja adalah hal urgen untuk kemajuan NTT, karena perempuan adalah rahim terbaik yang mengandung dan melahirkan generasi unggul milenial.

R.A Kartini patut menjadi contoh bagi kaum perempuan Indonesia, khususnya remaja perempuan NTT. Bahwasannya perjuangan dan semangat yang dikumandangkan harus terpatri dalam diri remaja perempuan NTT. Dengan begitu, mereka bisa seiring dan sejalan dengan laki-laki dalam segala aspek kehidupan.

Untuk menanggapi permasalahan yang muncul di kalangan remaja, BKKBN memiliki program Generasi Berencana (GenRe) yang mempromosikan program-program Keluarga Berencana sejak dini bagi kaum remaja. Pesan-pesan GenRe difusikan melalui iklan dan disampaikan dalam wadah GenRe, yakni Pusat Informasi Konseling Remaja/Mahasiswa (PIK R/M), di mana sasaran utamanya adalah remaja berusia 10-24 tahun dan belum menikah, keluarga, dan masyarakat peduli remaja.

Keberadaan PIK diharapkan mampu menyampaikan program GenRe, mengingat masih banyak ditemukan kasus pernikahan di bawah umur ideal yang ditetapkan BKKBN (22 tahun bagi wanita dan 25 tahun bagi pria) dan ancaman permasalahan sosial lainnya, seperti pergaulan bebas, penggunaan Napza, HIV/AIDS yang kini tidak hanya menyerang kota besar tetapi juga sudah merambah ke wilayah pedesaan.

Program GenRe diharapkan mampu menjadikan para remaja perempuan NTT sebagai tegar remaja yakni remaja yang berperilaku sehat, terhindar dari risiko TRIAD KRR (seksualitas, Napza, HIV dan AIDS), menunda usia pernikahan, perencanaan kehidupan berkeluarga untuk mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera, serta menjadi contoh, model, idola dan sumber informasi bagi teman sebayanya.

Saya tertarik dengan salat satu ide Gubernur NTT yang mewajibkan kaum perempuan NTT belajar menenun kain. Saya yakin, jika program ini diwajibkan sejak masa remaja, maka akan menghasilkan perempuan NTT yang berkualitas.

Memang, hal ini bisa dirasa sebagai kewajiban yang memberatkan. Akan tetapi, di balik itu semua, terbesit makna penting yakni pernghargaan terhadap harkat dan martabat perempuan.

Di daerah kita, kain tenun selalu identik dengan `keperempuanan'. Niat baik Gubernur patut diterjemahkan para remaja perempuan NTT sebagai bagian dari penghormatan dan pernghargaan yang tinggi atas derajat mereka.

Di sisi lain, perkembangan teknologi dan dunia informasi yang ditawarkan internet harus menjadi peluang bagi remaja perempuan NTT dalam mengelola dan memanfaatkannya. Keberhasilan remaja perempuan NTT dalam memanfaatkan perkembangan teknologi dan informasi di internet akan menggeser stigma masyarakat patrilineal yang selalu `menomor-duakan' kaum perempuan.

Semangat Kartini yang sudah ditaburkan kiranya tertanam dalam diri para remaja Kartini NTT saat ini, agar mereka bisa berkembang lebih baik dari sebelumnya.
Kiranya spirit Kartini bisa merasuki jiwa remaja perempuan NTT sehingga mereka juga bisa membantu dan berbagi untuk orang lain.

Semangat berprestasi dan hidup sehat pun harus terpatri sehingga pendidikan bisa dirasakan secara adil oleh semua remaja perempuan. Semangat itu, akan membawa remaja perempuan menjadi calon `ibu bangsa' dan `Kartini GenRe NTT' di era kekinian. Jayalah semua perempuan NTT. Selamat Hari Kartini 2021. (*)

Kumpulan Opini Pos Kupang

Berita Terkini