Talkshow Pancasila FKUB Provinsi NTT

Nilai-nilai Pancasila dan Trilogi Kerukunan (Bagian 2)

Editor: Agustinus Sape
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dr. Norbertus Jegalus (tengah depan) bersama anggota FKUB Provinsi NTT mengekspresikan Salam Kerukunan usai acara Talkshow di Auditorium Harian Pos Kupang / POS-KUPANG.COM, Selasa (24/11/2020).

Mengapa mereka bisa mengambil tindakan seperti itu padahal mereka bukan orang Kristen? Alasannya karena seluruh masyarakat mempunyai kewajiban untuk mengontrol pelaksanaan undang-undang ini (pasal 42 tentang peran serta masyarakat)

Bingkai Teologi kerukunan

Karena usul RUU Kerukunan Umat Beragama ditolak lalu muncul usul baru Menteri Tarmizi Taher bahwa agar setiap agama menyusun bingkai kerukunan hidup umat beragama di Indonesia berdasarkan teologinya masing-masing.

Tujuannya adalah mencapai suatu hubungan yang rukun dan harmonis di antara kelompok-kelompok agama yang bermacam-macam di Indonesia, dalam suatu kerangka dan pijakan atas landasan yang sama yang didasari ajaran agama masing-masing.

Bingkai teologi kerukunan hidup umat beragama ini adalah pedoman dan acuan membina, memelihara dan meningkatkan kerukunan hidup di antara umat beragama tersebut tanpa mengurangi iman dan akidah masing-masing.

Nukilan teologi kerukunan dari agama-agama yang ada di Indonesia itu dapat diringkaskan berikut ini: Pertama, posisi dan peran umat Islam dalam menciptakan kerukunan antar umat beragama di Indonesia sangat besar bahkan Islam sangat mementingkan kerukunan umat beragama. Kalau terjadi gesekan atau konflik dalam masyarakat, maka hal itu tidak berasal dari ajaran Islam, tetapi lebih disebabkan oleh faktor-faktor sosial.

Kedua, orang Kristen dipanggil untuk menjadi warga negara yang patuh. Tetapi kepatuhan itu ada batasnya, yakni sejauh pemerintah sungguh-sungguh melaksanakan keadilan. Ada perbedaan antara agama dan negara. Kerukunan antarumat beragama sangat bergantung pada pemahaman dan penataan yang benar mengenai hubungan agama dan negara.

Ketiga, orang Katolik meyakini bahwa Allah yang diimani di dalam masing-masing agama adalah maha sempurna, maha baik, maha benar, maha pengasih dan maha mutlak. Adapun manusia yang menerima wahyuNya adalah terbatas dan tidak dapat melepaskan diri dari konteks sejarah yang konkret. Pengakuan ini penting untuk menjalankan dialog secara otentik.

Keempat, ajaran Hindu dan Budha. Ajaran Hindu mengutamakan tingkat pencapaian kesadaran pada diri manusia. Ego dan pikiran adalah penyebab dari segala bentuk kerusuhan dalam diri manusia. Kalau manusia mampu melepaskan pikiran maka barulah dia sampai pada tataran budi, dan dengan itu orang itu menjadi bijaksana dalam lingkungan sosialnya.

Sedangkan Agama Buddha mengajarkan kepada umatnya agar senantiasa menempatkan persatuan dan kesatuan bagi kepentingan dan keselamatan bangsa di atas kepentingan pribadi dan kepentingan golongan.

Bingkai teologi kerukunan itu jelas suatu upaya positif untuk mencapai saling pengertian di antara pimpinan agama. Dengan adanya saling pemahaman maka terbentuklah kesadaran diri masing-masing agama bahwa setiap agama mempunyai hak hidup sama dan bahwa karena itu mereka harus hidup berdampingan secara damai. Yang selalu menjadi soal kita adalah bagaimana rumusan-rumusan itu sungguh-sungguh hidup dalam masyarakat. (bersambung)

Baca juga: Nilai-nilai Pancasila dan Trilogi Kerukunan (Bagian 1)

Baca juga: Nilai-nilai Pancasila dan Trilogi Kerukunan (Bagian 3)

NONTON JUGA VIDEO TALKSHOW PANCASILA BERIKUT INI:

Berita Terkini