Untuk menyiasati hal ini, guru melakukan kunjungan langsung ke rumah-rumah siswa.
Setelah selesai, siswa mengumpulkan tugas ke rumah guru.
Untuk meringankan beban guru, Ibrahim pernah terpikir untuk menggunakan telepon biasa.
Namun, dikhawatirkan tidak semua siswa bisa mendapatkan pelajaran lantaran sinyal telepon seluler juga tidak merata di lokasi tersebut.
Apalagi kebanyakan orang tua siswa tidak mampu membeli pulsa untuk paket internet.
"Ada tempat yang memang dijangkau sinyal. Tapi kami hindari. Karena nanti anak-anak akan berkerumun. Sementara tidak diperbolehkan untuk berkumpul," imbuhnya.
Ibrahim pun punya ide untuk menggunakan radio komunikasi dua arah, atau handie talkie (HT) karena dia adalah anggota Organisasi Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI).
Pria dengan nama udara Ahok ini mengaku ketika ide ini pertama kali disampaikan ke rekan-rekan guru, mereka semua menyetujuinya.
Kemudian, dilakukan pertemuan dengan orang tua siswa, yang juga setuju.
Ibrahim kemudian memberikan contoh dengan meminjam radio salah seorang rekannya.
Setelah dilihat oleh guru dan orang tua siswa, mereka semakin setuju.
Mereka lantas memesan sejumlah unit HT. Tahap awal, mereka memesan 40 unit.
Dananya swadaya, kumpulan dari para orang tua murid.
• Hebat, Ilmuwan Polandia Rancang Ventilator Corona Berpengendali Jarak Jauh, Kurangi Bertemu Pasien
Harganya lumayan terjangkau, hanya Rp 200,000 per unit. Itu sudah dengan ongkos kirim sampai ke lokasi.
Saat ini, sekolahnya sudah memiliki 69 unit HT, belum termasuk HT yang dipegang oleh guru.