Renungan Harian Katolik, Rabu 3 Juni 2020
Memaknai Surat-Surat dari Molokai - Hawaii (18 ) Quot Patet Caelum; Langit pun Cerah
Oleh: RD. Maxi Un Bria
POS-KUPANG.COM - Setelah melewati dinamika diskusi antara pimpinan kongregasi, bapak uskup dan pihak pemerintah, tentang perlu tidaknya Pater Damian diperkenankan untuk sejenak berkunjung ke Honolulu, akhirnya ia diizinkan untuk berkunjung pada tanggal 10 - 16 Juli 1886.
Waktu yang tidak panjang itu digunakannya untuk mengurus kesehatan di bawah penanganan dokter Goto.
Pater Damian juga menggunakan kesempatan selama di Honolulu untuk menerima sakramen rekonsiliasi.
Ia baru kembali ke Kalawao pada 17 Juli 1886.
Kunjungan ke Honolulu adalah perjalanannya yang terakhir hingga akhir hidupnya.
“Setelah berbulan-bulan lamanya tinggal dalam kurungan atau ’rumah tahanan’, yang baginya merupakan waktu penuh penderitaan, kini langit bagi Damian berubah menjadi cerah.
Pertama, ia amat senang karena dapat berkunjung ke Honolulu, kedua ia mendapat surat tawaran dari orang yang ingin datang membantu pelayanannya di Molokai” ( E. Brion, 1988: 52-53 ).
Langit pun cerah bagi orang yang berpengharapan. Orang-orang optimis memandang langit biru di bawah terik matahari.
Sementara orang-orang pesemis mengeluhkan teriknya matahari di antara indahnya langit yang biru.
Damian mengajarkan kepada kita betapa pentingnya hati yang berpengharapan dalam keterbatasan dan kesulitan. Karena alam semesta dan Allah akan membantu mewujudkan harapan tersebut.
17 tahun lalu, 3 Juni 2003, bersama Ibu Gisela Borowka kami berangkat dari dataran tinggi Molokai menuju lembah perkampungan kusta Kalawao - Kalaupapa, Molokai.
Perjalanan dengan menggunakan helikopter hanya membutuhkan waktu 7 menit. Namun bila menunggang kuda, melewati lereng gunung membutuhkan waktu 60 - 80 menit.
Perkampungan kusta di lembah Molokai yang dipagari gunung terjal dan sebuah seminanjung menghadirkan suasana keterasingan dan isolasi hidup.
Kondisi itu seketika menghadirkan kembali ingatan tentang perjuangan pelayanan kemanusiaan dan pergumulan nurani seorang Damian de Vesuter antara tahun 1873-1889.
Jiwa heroisme cinta kasih dan kemanusiaan Pater Damian seperti membuat kami hanyut dalam kekaguman tanpa kata atas keberanian dan pengorbanannya.
Cinta dan pelayanannya terhadap orang-orang kusta dan anak yatim piatu menghadirkan cinta kasih Allah yang hidup bagi dunia.
Fixus in lapide steti; Saya berdiri terpaku di atas batu, saya tertegun. “Pater Damian sungguh dahsyat karyamu”. Demikian gumamku dalam hati.
“Pater Damian de Veuster Pahlawan Cinta kasih bagi kaum kusta kelak diangkat menjadi orang kudus oleh Paus Benediktus XVI pada tanggal 11 Oktober 2009. Ia melayani orang kusta sampai sampai tertular penyakit kusta dan wafat.
Ia percaya mahkota kebahagiaan telah disediakan baginya di surga. Sebagaimana kata St. Paulus “ Bagiku hidup adalah Kristus, mati adalah keuntungan” ( Filipi 1 : 21 ).
Hari ini Gereja Katolik sejagat memperingati St. Karolus Lwanga dan teman-teman martir asal Afrika yang juga mengorbankan jiwanya demi mempertahankan iman kepada Kristus yang wafat dan bangkit.
Semoga pengharapan dan iman yang kokoh terhadap kebangkitan Tuhan menggelorakan spirit cinta kasih dan pengorbanan kita dalam setiap bentuk pelayanan.
Doa: “Terpujiah Allah Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, Bapa yang penuh belaskasihan dan Allah sumber penghiburan. Ia yang menghibur kita dalam segala penderitaan, sehingga kita sanggup menghibur semua orang yang ditimpa bermacam-macam penderitaan, dengan penghiburan yang kita terima sendiri dari Allah”, Amin. ( 2 Kor 1 : 3 -4 )