Kegiatan untuk mendata adanya kecelakaan, termasuk mengenai regulasi dalam komunikasi keadaan darurat dan keselamatan, Konvensi SAR Internasional tahun 1979 dan International Convention on Oil Pollution Preparedness, Response and Co-operation (OPRC) tahun 1990.
Adanya konvensi-konvensi yang menimbulkan rezim kompensasi dan pertanggungjawaban seperti International Convention on Civil Liability for Oil Pollution Damage (CLC) tahun 1969; Convention establishing the International Fund for Compensation for Oil Pollution Damage (FUNDConvention) tahun 1971; dan Athens Convention covering liability and compensation for passengers at sea (Athens Convention) tahun 1974.
Setiap negara memiliki kewajiban untuk menjaga keselamatan navigasi di negaranya dengan menyediakan peralatan aid to navigation seperti mercu suar, buoy dan tanda-tanda yang dibutuhkan.
IMO juga mengatur mengenai standarisasi penggunaan alat dan juga keselamatan pelayaran.
Arti Penting Keanggotaan Indonesia di dalam IMO
Sejalan dengan Agenda Prioritas “Nawa Cita” pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Periode 2015-2019, politik luar negeri Indonesia mencerminkan identitas negara kepulauan yang diwujudkan melalui diplomasi maritim.
Indonesia secara konsisten dapat melaksanakan kebijakan politik luar negeri yang bebas dan aktif dan jati dirinya sebagai negara maritim untuk mewujudkan tatanan dunia yang semakin baik, serta memperjuangkan kepentingan nasional.
Dalam hal ini, partisipasi aktif Indonesia di dalam IMO merupakan upaya penguatan kebijakan politik luar negeri Indonesia yang dilandasi pada kepentingan nasional dan jati diri sebagai negara maritim.
Indonesia telah menjadi salah satu negara anggota dan aktif dalam berbagai kegiatan IMO sejak tahun 1961.
Indonesia juga telah menunjukkan peran aktif serta perhatian dan dedikasi guna mempromosikan pengembangan kerja sama internasional dalam bidang keselamatan dan keamanan pelayaran, termasuk bidang perlindungan lingkungan laut.
Indonesia pertama kali mencalonkan dan terpilih menjadi anggota Dewan IMO pada tahun 1973, untuk periode keanggotaan 1973-1975.
Dua periode keanggotaan berikutnya yaitu 1975-1977 dan 1977-1979.
Indonesia gagal menjadi anggota Dewan IMO pada tahun 1979-1981 dan 1981-1983. Pada Sidang Assembly ke-13 yaitu pada tahun 1983, Indonesia terpilih kembali menjadi anggota Dewan IMO dan selalu terpilih sampai saat ini.
Keberhasilan Indonesia menduduki posisi sebagai Dewan IMO kategori C saat ini merupakan keberhasilan dari diplomasi yang dilaksanakan secara kolaboratif antara Ditjen Hukum dan Perjanjian Internasional dan Ditjen Multilateral
Ada juga dari Kementerian Luar Negeri; Ditjen Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan; serta Kedutaan Besar Republik Indonesia di London yang berhasil meyakinkan negara-negara anggota IMO lainnya mengenai peran penting Indonesia dalam dunia maritim internasional.