William mengultimatum Anies untuk segera menggunggah dokumen perencanaan APBD 2020 ke website sebelum tanggal 11 November 2019.
"Jadi saya mengultimatum ini paling telat pada tanggal 11 November Gubernur Anies Baswedan segera mengunggah dokumen perencanaan APBD 2020 ke websiten apbd.jakarta.go.id," ujarnya.
Jika Anies tidak melakukan hal tersebut sampai dengan tenggat waktu yang telah ditentukan maka fraksi PSI akan melakukan cara yang lebih keras lagi untuk menekan eksekutif agar segera mengupload dokumen APBD 2020.
"Kalau Gubernur Anies Baswedan tidak mengupload juga dokumen APBD 2020 yang merupakan uang rakyat tentunya kami dari fraksi PSI akan mencari cara yang lebih keras lagi bagaimana mempraser eksekutif untuk segera mengupload perencanaan tersebut," pungkasnya.
Tonton video selengkapnya:
M Qadari sebut Anies Baswedan hanya retorika
Kebijakan anggaran Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang dinilai tak transparan terus menuai sorotan, bermula dari sorotan William Aditya Sarana dari PSI.
Diketahui, kala itu William Aditya Sarana anggota DPRD DKI Jakarta mengunggah anggaran Lem Aibon Rp 82 miliar dalam rancangan APBD 2020 DKI Jakarta.
Polemik Lem Aibon Rp 82 miliar yang sedang ramai dibicarakan akhir-akhir ini, menurut pengamat politik M Qadari merupakan sebuah momentum.
Momentum di mana orang-orang akan membandingkan kinerja Gubernur DKI Jakarta saat ini Anies Baswedan dengan Gubernur terdahulu Basuki Tjahaja Purnama BTP atau Ahok.
Dikutip TribunWow.com dari video unggahan kanal YouTube Indonesia Lawyers Club atau ILC, Sabtu (16/11/2019), M Qadari mengatakan orang-orang akan melihat siapa yang lebih bagus antara Ahok dan Anies Baswedan.
"Mungkin inilah momentum di mana kemudian orang kembali membandingkan kedua-duanya," kata M Qadari.
M Qadari kemudian mencontohkan bagaimana Ahok yang sejak awal sudah terbuka dalam proses pemerintahan dan proses penganggaran.
Sifat Ahok yang terbuka sejak awal membawa kesan dirinya keras dalam memastikan kedisiplinan dan transparansi.
"Jadi Pak Ahok itu akan dianggap keras karena dari awal sudah terbuka," tutur M Qadari.
Kemudian M Qadari lanjut membandingkannya dengan Anies Baswedan yang mungkin akan dicap sebagai orang yang hanya retorika belaka.
Hal tersebut menurut M Qadari akan terjadi jika Anies Baswedan melakukan langkah yang salah dalam menerapkan transparansi saat bekerja menjadi Gubernur DKI Jakarta.
"Tapi kalau Pak Anies tidak hati-hati, akan dianggap banyak retorika, dalam kutip terlalu soft (lembut)," jelas M Qadari.
"Karena mau membukanya di belakang," tambahnya.
M Qadari justru beranggapan kalau Anies Baswedan membuka permasalahan di awal, hal tersebut akan menguntungkan dirinya.
Jika Anies Baswedan membuka permasalahan seperti Lem Aibon Rp 82 miliar di awal, menurutnya Anies Baswedan akan bebas dari segala tuduhan dan tudingan.
"Di mana masalahnya kalau ini dibuka dari awal, kalau ini dibuka dari awal, barangkali isu Lem Aica Aibon Rp 82 miliar, tidak menyasar kepada Pak Gub (Gubernur)," kata M Qadari.
"Dan segala kecurigaan-kecurigaan yang ada," tambahnya.
Ia juga mengatakan justru akan terlihat siapa sebenarnya dalang dibalik munculnya angka Rp 82 miliar tersebut.
Terlihat siapa yang harus bertanggung jawab atas Aibon Rp 82 miliar, dan kejanggalan-kejanggalan lainnya.
"Justru akan kelihatan mengapa misalnya Rp 82 miliar itu keluar," tutur M Qadari.
"Dan ketahuan bisa saja sistem budgeting (penganggaran) yang sekarang ini memang membuat hal-hal yang semacam itu bisa terjadi," tambah Qadari.
Lem Aibon 10 Kg
Belakangan ini APBD DKI Jakarta heboh dengan temuan anggaran pembelian Lem Aibon Rp 82 miliar, yang diungkap politikus PSI, William Aditya Sarana.
Gubernur Anies Baswedan pun angkat bicara mengenai spesifikasi Lem Aibon yang akan dibeli tersebut, ternyata bukan sembarangan.
Dilansir dari Tribun Wow, Gubenur DKI Jakarta, Anies Baswedan buka suara soal berbagai tuduhan yang dilayangkan padanya seusai anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) DKI Jakarta bocor di media sosial.
Diketahui, anggaran Lem Aibon dan Ballpoint DKI Jakarta kini menjadi perbincangan publik karena totalnya dinilai tak wajar.
Anies Baswedan pun sempat tak menghadiri acara Indonesia Lawyres Club (ILC)', Selasa (12/11/2019) yang kala itu juga membahas soal APBD DKI Jakarta.
Melalui channel YouTube Deddy Corbuzier yang diunggah Rabu (13/11/2019), Anies Baswedan pun memberikan klarifikasi terkait alasannya tak memenuhi undangan acara ILC.
Mulanya, Anies Baswedan mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang menyerangnya terkait APBD DKI tersebut.
"Apik alhamdulillah, malah enak to (kan -red)? Maturnuwun (terimakasih -red) dipikiri," ucap Anies Baswedan.
Anies Baswedan menyebut tak ambil pusing kini banyak orang yang menyudutkannya karena masalah tersebut.
"Lah coba bayangin, saya sampai bilang gini, kan banyak yang nanya gimana (rasanya) diserang?," jelas Anies.
"Kok diserang ya, saya malah terimakasih banyak yang mikirin."
Lantas, Anies Baswedan menyebut dirinya tak masalah jika banyak yang menyerangnya.
Justru, disebutnya pihak-pihak yang menyerangnya itu lah yang tampak canggung saat bertemu sang Gubernur.
"Jadi makanya aku kalau ketemu santai, kadang-kadang yang suka nyerang yang kikuk," terang Anies Baswedan.
Lantas, Anies Baswedan menyampaikan alasannya mengapa tak memenuhi undangan ILC.
Anies Baswedan mengklaim tak ingin membatasi pendapat narasumber lain di ILC dengan kehadirannya.
"Kan memang pembahasannya soal anggaran, teknis, dan saya juga merasa lebih pas biarkan yang lain berdiskusi, kan ngomongin saya gitu, kan lebih orang lain yang ngomong," ucap Anies Baswedan .
"Biar mereka semua bebas mau ngomong apa aja, orangnya enggak ada.
Dan yang mau kritik juga bebas, kalau orangnya di situ kan dilihatin gitu sambil geleng-geleng itu kan."
Hampir dua tahun menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan menyebut posisi tersebut memiliki banyak tantangan.
"Seru tapi, Jakarta ini memang seru enggak pernah berhenti (tantangannya)," terangnya.
Terkait pemindahan Ibu Kota RI ke Kalimantan Timur, Anies Baswedan mengaku Jakarta tak akan seru lagi.
"Gitu ya? Tapi sepi dong, kalau sekarang ini kan seru," terang Anies Baswedan.
Anies lantas membantah tuduhan yang menyebut dirinya Gubernur yang tak transparan.
"Di Jakarta mana bisa engak transparan? Semuanya kelihatan," jelas Anies Baswedan.
Lebih lanjut, Anies Baswedan mencoba memberikan penjelasan tentang anggaran lem Aibon yang dinilai janggal.
Sebab, dalam APBD DKI Jakarta harga Lem Aibon tertulis jauh lebih mahal dibandingkan dengan harga di pasaran.
"Seru juga ya, ini sama seperti gini nih, ini (air mineral botol ) harganya berapa ya?," tanya Anies Baswedan.
"Kalau gini, kalau bicara harga kan pasti ada ukuran, jadi air yang ukuran gelas sama ukuran galon ya beda lah."
Ya Anies Baswedan mengklaim bahwa Lem Aibon dalam APBD DKI Jakarta itu berukuran 10 kilogram.
"Tahu enggak yang dirimein di sini itu ukurannya berapa? 10 kilo, per anak 10 kilo, terus saya bilang ini malu-maluin," ucap Anies Baswedan.
Ia pun juga menyebut bahwa hal itu bukan hanya terjadi di era kepemimpinannya.
Menurut Anies Baswedan, pada era pemerintahan Gubernur DKI Jakarta sebelumnya anggaran tak wajar itu juga sudah terjadi.
"10 kilo, kemudian ada yang Ballpoint, ada yang alat tulis, saya kan ketemu ini bukan sekarang, kita ketemu seperti ini udah dari tahun lalu," terangnya.
"Kita kan punya pola penyusunan anggaran yang apa aja bisa dimasukin."
Terkait anggaran Lem Aibon dengan berat 10 kilogram untuk setiap siswa di DKI Jakarta, Anies mengaku malu.
Sebab, lem dengan jumlah begitu banyak untuk setiap siswa dinilai tak wajar.
Dan Anies Baswedan pun mengakuinya. "Iya malu-maluin kita semua, waktu saya kumpulin semua itu, this is self humiliation (ini penghinaan diri sendiri -red)," terang Anies Baswesdan. (*)
• Lina Mantan Sule Ditinggal Suami Baru saat Hamil Besar? Teman Andre Taulani itu Buka Suara
• Krisdayanti Ungkap 3 Penyesalan Jadi Anggota DPR RI, Akankah Isteri Raul Lemos Mundur dari Senayan?
• Kabar Buruk, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan Mulai Ditinggalkan Gerindra & PKS,Ini Kata Pengamat
• Takut Digerebek Aparat Bea Cukai, Rombengan Milik Juragan Sikka Dibongkar di Ngada, Ada Apa?