Kini Jadi Ketua DPRD TTS, Pria Ini Pernah Diserang Polio Hingga Usia 3 Tahun, Simak Kisahnya

Penulis: Dion Kota
Editor: Kanis Jehola
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua DPRD Kabupaten TTS, Marcu Mbau sedang berpose bersama istri dan dua orang anaknya di ruang kerja ketua DPRD Kabupaten TTS usai dilantik.

Kini jadi Ketua DPRD TTS, Pria ini pernah diserang polio hingga usia 3 tahun, simak kisahnya

POS-KUPANG.COM, SOE - Diserang penyakit polio saat masih berusia tiga tahun membuat Marcu Buana Mba'u tak berdaya.

Marcu begitu sapaan akrabnya hanya bisa terbaring ditempat tidur karena kedua kakinya tak bisa digerakkan. Melihat anaknya tak bisa berjalan, Cornelia Mbau-Mooy, ibu kandung Marcu meminta bantuan pendoa untuk mendoakan sang anak agar bisa berjalan kembali.

Keajaiban pun terjadi. Walau kakinya tidak mampu tumbuh normal, namun Marcu bisa berjalan kembali.

Kota Kupang Tuan Rumah Seminar dan Sharing Best Practice City 2019

Akibat serangan polio, kedua kaki pria kelahiran Tuasene, 10 Maret 1983 ini tidak tumbuh dengan normal.

Ukuran kedua kakinya lebih kecil ketimbang ukuran kaki orang normal lainnya. Serangan polio juga menyebabkan kaki kirinya tidak mampu berfungsi dengan normal.

Dimana, kaki kirinya tidak mampu diangkat dan menumpuh beban tubuhnya. Praktis, kaki kanannyalah yang berfungsi dominan untuk menahan beban tubuh saat berjalan.

Pengurus Ormas Sahabat Nusantara Dewan Pimpinan Wilayah NTT Dikukuhkan

Walau mengalami keterbatasan dibagian kakinya tak membuat Marcu patah semangat. Ia menjadikan keterbatasan yang ada untuk memotivasi dirinya agar terus berprestasi.

"Biar saya punya kaki begini tetapi dari kecil saya tidak pernah mau kalah dari anak normal lainnya. Mau soal pelajaran atau olahraga saya tidak mau kalah. Contohnya, waktu kecil saya tidak pernah ketinggalan kalau ada pertandingan sepak bola. Biar Saya ini cepat cape kalau jalan atau berlari, tetapi saya bersih keras harus ikut bermain bola. Jadi posisi saya kiper. Missalnya kalau teman-teman lain tidak mau saya main, saya akan duduk di tengah lapangan kasih kacau pertandingan. Jadi mau tidak mau, suka tidak suka, kalau ada pertandingan bola pasti saya jadi kipernya," kisah Marcu kepada pos- kupang.com, Sabtu (12/10/2019) di kediamannya.

Anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Onisimus Mbau dan Cornelia Mbau-Mooy ini menghabiskan masa kecilnya di Desa Tuasene, Kecamatan Mollo Selatan. Marcu kecil mengenyam pendidikan dasar di SD Negeri Tuasene.

Kakinya yang tidak tumbuh dengan normal membuat Marcu tak bisa berjalan kaki terlalu jauh.

Sementara, jarak dari rumah ke sekolahnya sekitar 1,5 Km. Oleh sebab itu, Marcu kecil pun akhirnya memilih tinggal di dalam kompleks sekolah demi tetap dapat bersekolah.

Seusai tamat SD pada tahun 1995, Marcu melanjutkan studinya di SMP Negeri Tuasene. Karena jarak dari rumahnya ke sekolah mencapai 3 Km, Marcu pun kembali memutuskan untuk tinggal di kompleks sekolah.

Tahun 1998, Marcu berhasil menamatkan pendidikan sekolah menengah pertama.
Karena di Desanya tidak ada SMA, Marcu pun melanjutkan studinya di Kabupaten Kupang, tepatnya di SMA Kristen Kupang Tengah. Pada tahun 2001, Marcu berhasil menamatkan pendidikan SMA.

Usai tamat SMA, Marcu melanjutkan studinya di Universitas Kristen Artha Wacana dengan mengambil Fakultas Ekonomi.

Menariknya, untuk mendapatkan gelar sarjana Ekonomi, Marcu membutuhkan waktu sampai 10 tahun.

"SD sampai SMA waktu studi saya normal. Tapi waktu kuliah itu yang lama karena pergaulan. Materi kuliah saya sudah habis tiga tahun pertama, namun karena pergaulan saya urung daftar wisuda. Saya masuk kuliah 2001, tahun 2010 baru diwisuda dengan gelar sarjana ekonomi," kisahnya.

Usai meraih gelar sarja, Marcu muda langsung bekerja di PT Amruwa yang bergerak di bidang pemberdayaan dengan memberikan bantuan rumah layak huni. Keterbatasan fisiknya membuat Marcu tak bisa mengemudi sepeda motor. Oleh sebab itu, dalam beraktivitas, Marcu mengandalkan jasa ojek.

Gajinya senilai Rp. 1.250.000 habis untuk membayar ojek pulang-pergi.

"Kakak, saya mulai kerja dari tahun 2011 sampai 2013 itu tidak ada tabungan sama sekali. Gaji habis di uang ojek dan makan minum. Alasan utama saya kenapa mau kerja walau gaji pas-pasan hanya karena saya tidak ingin menjadi pengangguran. Saya ingin orang tua saya bangga karena anaknya habis kuliah langsung kerja," ungkapnya.

Di tahun 2014, tawaran terjun ke dunia politik pun datang. Marcu ditawari maju sebagai caleg dari Partai Nasdem. Kebetulan, salah satu keluarganya merupakan pengurus Partai Nasdem, ranting Desa Tuasene.

Marcu lalu diminta untuk mengumpulkan 1000 KTP sebagai bentuk dukungan masyarakat kepada dirinya. Tak butuh waktu lama bagi Marcu untuk bisa mengumpulkan KTP.

Bermodal pernah bekerja di bidang pemberdayaan membuat Marcu mendapatkan dukungan masyarakat.

"Saya maju caleg pertama tahun 2014 itu asli tidak ada uang kakak. Saat pengurus ranting Nasdem tawar saya maju Caleg di rumah, mama saya sendiri yang omong kalau kami tidak ada uang. Mama saya bilang di saya, kalau beliu hanya bisa dukung dengan doa," katanya.

Langkah politik Marcu ternyata mendapat dukungan penuh dari keluarga, tokoh masyarakat, tokoh agama dan para pemuda Desa Tuasene. Tim pendukung Marcu secara militan bekerja untuk kemenangan Marcu.

Setiap kali kampanye, Marcu ditemani puluhan anggota timnya turun melakukan sosialisasi. Karena tak bisa mengendarai sepeda motor, setiap kali kampanye, Marcu dibonceng oleh timnya.

" Saya rasa betul perjuangan dan kerja keras tim saya dalam memenangkan saya. Walau logistik sangat minim namun kami berhasil mendapatkan satu kursi dalam pileg 2014 silam," bebernya.

Di tahun 2019, Marcu kembali terpilih menjadi anggota DPRD Kabupaten TTS untuk periode kedua. Dan tak disangka, ia dipercaya oleh Partai Nasdem untuk menjabat ketua DPRD Kabupaten TTS Periode 2019-2024.

"Jujur, jadi anggota DPRD Kabupaten TTS saja itu tidak pernah saya bayangkan. Bagi saya itu anugrah yang luar biasa. Saya tidak pernah berpikir untuk lebih dari itu. Namun Tuhan berkehendak lain. Tahun 2019, saya dipercaya Partai untuk menjadi ketua DPRD Kabupaten TTS periode 2019-2024. Ini merupakan tanggung jawab yang besar. Oleh sebab itu saya amanah ini akan saya laksanakan dengan sebaik mungkin," janjinya.

Kepada sesama kaum distabilitas lainnya, suami dari Viktoria Lorita Kuman, A.Md. Farm, berpesan untuk jangan pernah takut bermimpi. Jadikan keterbatasan yang ada sebagai pelecut semangat untuk berprestasi. Selalu bersyukur kepada Tuhan untuk semua yang Tuhan berikan termaksud keterbatasan fisik yang dialami. Karena percayalah, Tuhan punya rencana yang lebih besar di dalam keterbatasan yang ada.

"Kaka saya tidak pernah minder dengan kondisi fisik saya. Saya selalu mengucap syukur kepada Tuhan atas anugerah kehidupan termaksud untuk keterbatasan fisik yang ia berikan. Saya percaya, Tuhan punya rencana yang besar, yang indah dibalik keterbatasan fisik yang saya alami. Itulah yang membuat saya tidak takut bermimpi," ujar ayah dari Tristan George Mbau dan Celine Magdalena Mbau. (Laporan Reporter POS- KUPANG.COM, Dion Kota)

Berita Terkini