"Tapi yang untuk daerah-daerah terpencil diabaikan. Tapi yang tinggal di kota pasti melakukan," kata Mahasiswa yang akan masuk semester sembilan ini.
Dikatakan, keputusan berkhitan tidak disampaikan ke orangtuanya. "Ini keputusan pribadi saya," jawabnya.
Bagaimana perasaan melaksanakan khitan saat dewasa? "Ya takut, malu," jawabnya.
Tapi ia melihat di klinik kampusnya banyak temannya yang ikut khitan.
Ditambahkan Ninit, gebrakan ini mendapat dukungan dari Rektor Unitri.
Sehingga mungkin yang sudah waiting list menunggu jadwal diadakan lagi. Sebab ini menyangkut biaya.
"Nanti usai dikhitan, mereka saya sarankan pakai celana dalam dua (dobel). Ini agar alat vital ke atas," kata dia.
Jika ke bawah maka di Jawa ada sebutan gondangen. Usai dikhitan, Mahasiswa dibawa ke ruang observasi.
Di ruang itu, mereka bisa sambil merasakan aromaterapi untuk menghilangkan rasa sakit.
Aromaterapi ini bisa dilanjutkan lagi saat di rumah.
Setelah khitan, mereka harus istirahat selama lima hari. Kebetulan saat ini Mahasiswa sedang libur kuliah sehingga pasca khitan tidak mengganggu jadwal kuliah.
Untuk melaksanakan khitan ini, Ninit dibantu Munadi.
Keduanya sama-sama pernah bertugas di ruang operasi RSSA Kota Malang selama 15 tahun.
Untuk metode khitannya, Ninit menyatakan menggabungkan antara laser dan jahit.
"Tidak ada yang menangis. Takut iya karena kan baru usia di atas 20 tahun baru khitan. Karena rasanya dikhitan seperti digigit nyamuk," paparnya.