Kelima kakaknya sebagian besar sudah tak tinggal bersamanya, mereka masing-masing miliki keluarga.
Beberapa waktu kemudian, hadir kabar dari seorang kawan yang mengajak Abu Bakar untuk ikuti sebuah beasiswa.
Beasiswa yang ditawarkan adalah program Tahfidzul Qur'an di Jakarta.
Abu Bakar akui dirinya nekat tanpa pikir panjang untuk pergi ke pulau Jawa. Pergi hanya bermodal pakaian sehari-hari.
Menjadi kernet angkutan adalah upaya dirinya mengumpulkan uang agar dapat menaiki sebuah kapal yang mengantarkan Abu Bakar ke sebuah tempat di mana ia harus dapatkan beasiswa tersebut.
Sejak 2012 akhir Abu Bakar resmi menjadi santri disebuah Mahad (setara dengan Sekolah Tinggi).
Hari-harinya ia habiskan untuk menghafal ayat suci Al Quran.
Tahun 2017 adalah masa di mana segala doa dan keluh kesah Abu Bakar menjadi nyata.
Ia akui menangis sejadi-jadinya atas peraihan gelar Hafidz Al Quran 30 Juz yang ia hafal selama 5 tahun lamanya.
Tak lama dari itu, kini Abu Bakar dipercaya menjadi ketua di sebuah yayasan yang berlokasi di Sumedang, Jawa Barat.
Bahkan, Abu Bakar sudah berhasil cetak ratusan penghafal Al Quran di Jakarta dan Jawa Barat.
"Saya menyesal dan malu dengan perbuatan sendiri, namun Allah masih memberikan yang terbaik untuk saya. Allah ganti kekurangan yang saya miliki dengan kelebihan yang saya sendiri belum percaya. Sejak saat itu, dan sampai kapanpun saya tidak akan pernah menerima imbalan sepeserpun bagi anak-anak yang mau belajar dengan saya."
Ia berusaha dengan segala keterbatasannya. Bila hidup penuh kesabaran, Allah berikan jalan lain yang tak kita duga sedikitpun. (*)
• Begini Kondisi Rumah Pasutri Patah Kaki Raih Simpati Presiden Jokowi
• Aniaya Pegawai Angkasa Pura, Maks Diancam Dua Tahun Penjara
• 6 Zodiak yang Pikirannya Selalu Mesum, Jangan-Jangan Kamu Termasuk?
• BUMN Indonesia Tawarkan Pesawat, Kendaraan Tempur, Minyak, Emas hingga Pupuk
• Tawarkan Kerjasama Solutif, Menlu Retno Marsudi Sebut Indonesia Kejutkan Pacifik