JBMI Keluarkan Pernyataan Sikap Kasus Kematian TKW Asal TTS Adelina Sau

Penulis: Edy Hayong
Editor: Kanis Jehola
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Keluarga menangis di atas peti jenazah Adelina Sau, TKI asal Timor Tengah Selatan (TTS), Provinsi Nusa Tenggara Timur yang meninggal di Malaysia, saat tiba di Bandara El Tari Kupang, Sabtu (17/2/2018).

Pihak JBMI Keluarkan pernyataan sikap Kasus Kematian TKW Asal TTS Adelina Sau

POS-KUPANG.COM | OELAMASI - Pihak Jaringan Buruh Migran Indonesia ( JBMI ) yang merupakan aliansi beranggotakan organisasi-organisasi massa Buruh Migran Indonesia di Hong Kong, Macau, Taiwan dan Indonesia - mengecam keras keputusan Pengadilan Tinggi Malaysia yang membebaskan majikan Adelina Sau, buruh migran korban perdagangan manusia berasal dari Desa Abi, Kecamatan Oenino, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS).

Majikan Adelina bebas jeratan hukum pada tanggal 20 April 2019. Keputusan tersebut adalah bukti bahwa praktek eksploitasi, kekerasan dan perbudakan modern terhadap buruh migran, khususnya Pekerja Rumah Tangga, diperbolehkan oleh Pemerintah Malaysia.

Ini Alasan Bawaslu Tanah Datar Tutup Kasus Dugaan Pidana Tercecernya Surat Suara di Kampar

Dalam siaran Pers JBMI yang dikirim Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) NTT, Maria Hingi, kepada POS-KUPANG.COM, Minggu (28/4/2019) disebutkan, Adelina (21) adalah buruh migran korban perdagangan manusia ini berasal dari Desa Abi, Kecamatan Oenino, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS).

Selama dua tahun bekerja sebagai PRT di Malaysia, Adelina tidak dibayar, sering disiksa dan dipaksa tidur di sebelah seekor anjing di garasi rumah majikannya di Penang.

Pada tanggal 10 Februari 2018, Adelina ditemukan dalam keadaan duduk tak berdaya di teras sebuah rumah di Taman Kota Permai, Bukit Mertajam, Penang.

Arsul Sani Menilai Tanpa PAN, Kekuatan Partai Koalisi Jokowi-Maruf Sudah Cukup

Kepala dan wajahnya bengkak, sementara tangan dan kakinya terluka. Menurut laporan, Adelina juga tidur selama 2 bulan di beranda bersama anjing peliharaan majikannya. Adelina meninggal dunia di Rumah Sakit Bukit Mertajam pada 11 Februari 2018, sehari setelah diselamatkan dari rumah majikannya.

Laporan post-mortem yang dirilis Kepolisian Malaysia menyebutkan penyebab kematiannya adalah kegagalan sejumlah organ tubuh yang dipicu anemia parah.

Setelah setahun lebih, kasus terhadap kedua majikan yang mempekerjakan dan menyiksa Adelina, yakni R. Jayavartiny (32) dan ibunya S. Ambika (59), dipersidangkan pada 18 April 2019.

Namun, Pengadilan Tinggi memutuskan untuk membebaskan keduanya. Keputusan ini adalah ketidakadilan bagi Adelina dan semua Pekerja Rumah Tangga yang bekerja di Malaysia.

Dengan membebaskan kedua majikan Adelina, maka Pemerintah Malaysia "memperbolehkan" warganya untuk mengeksploitasi dan menyiksa PRT apalagi ketika buruh migran tersebut berstatus tidak berdokumen (undocumented).

Keputusan Pengadilan Tinggi ini semakin menegaskan bahwa buruh migran hanyalah budak bagi kepentingan bisnis, majikan dan pemerintah Malaysia itu sendiri. Seperti buruh migran lainnya, Adelina juga korban pemiskinan, sulitnya lapangan kerja dan harga kebutuhan yang terus melambung di dalam negeri.

Buruknya sistem penyebaran informasi dan perekrutan serta praktek korupsi menyebabkan perempuan-perempuan muda seperti Adelina rentan terjebak ke sindikat perdagangan manusia bahkan narkoba.

Selain itu, minimnya pelayanan diluar negeri menyebabkan banyak korban sulit mendapatkan pertolongan ketika membutuhkan, termasuk ketika buruh migran sudah ditangkap dan dipenjara. Namun ironisnya ketika pemilu, buruh migran baik berdokumen atau tidak berdokumen digerakkan untuk mencoblos.

Tapi kemana mereka ketika kasus Adelina ditutup dan buruh migran diluar negeri membutuhkan pertolongan?

Halaman
12

Berita Terkini