Pdt Dr Mesakh Dethan: Jalankan Demokrasi yang Damai, Bebas dan Jangan Intimidasi

Penulis: Ferry Jahang
Editor: Eflin Rote
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pdt. Dr. Mesakh Dethan (tengah duduk memegang Topi khas Rote Ti’i Langga) bersama  peserta dan Narasumber lainnya

Hindarilah caleg atau politisi yang hanya baru muncul saat mau ada pemilu, atau hanya pandai berjanji, tetapi tidak pernah realisai janji-janjinya, tetapi pilih mereka yang telah bertolak lebih dalam memahami aspirasi dan kebutuhan rakyat tanpa memandang suku, agama dan golongan.

Menentukan pilihan semata-mata berdasarkan sentimen-sentimen primordial, fanatisme buta tanpa akal sehat, pengkultusan pribadi atau kepentingan-kepentingan sesaat, itu berarti bahwa kita justru turut membuat bangsa kita semakin terperosok ke dalam jurang permasalahan yang tidak kunjung teratasi.

Jadi tugas pastoral gereja sekali lagi mempersiapkan warganya untuk mempertimbangkan secara matang pilihan-pilihan politik mereka, bukan karena ditakuti-takuti dengan kampanye hitam, atau diiming-imingi dengan sesuatu, baik berupa uang hasil serangan fajar atau janji-janji palsu.

Karena tanggal 17 April  2019 hari ini merupakan tahun yang penting bagi  Bangsa Indonesia. Oleh karena pada hari ini rakyat Indonesia akan menentukan nasib ke depan dengan memilih anggota parlemen/legislatif (Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah) baik di tingkat nasional, provinsi, kota maupun kabupaten dan juga serentak dengan Presiden dan Wakil Presidennya.

Mesakh Dethan mengingatkan bahwa sejak dari awal terbentuknya Republik Indonesia orang Kristen telah menunjukkan tanggung jawab dan sikap politik yang menentukan bagi perjalanan Bangsa Indonesia.

Setiap Pemilu pada akhirnya bermuara pada terbentuknya kekuasaan entah baru sama sekali atau merupakan  kelanjutan dari kekuasaaan yang lama.

Dan kekuasaan itu baik atau buruk hanya dapat dinilai sepanjang kekuasaan itu dipergunakan untuk membangun kesejahteraan rakyat, yakni kesejahteraan dari orang-orang yang telah memberikan suaranya demi terbentuknya pemerintah dan pengawas pemerintah yang menjalankan kekuasaan itu.

Sebab sebuah pemilu bukanlah sekedar bertujuan menggantikan kekuasaan yang ada, tetapi setiap pemilu adalah kesempatan untuk memilih orang-orang yang nantinya mampu menggunakan kekuasaan yang dipercayakan kepadanya demi kemajuan dan kemakmuran rakyat yang dipimpinnya.

Artinya bahwa para calon pemegang kekuasaan itu sama sekali tidak boleh menggunakan kekuasaan yang dipegangnya demi kepentingannya sendiri, tetapi bagi kepentingan rakyat.

Sebab politik menurut saya pada hakekatnya adalah jalan menuju kekuasaan, dan cara bagaimana menggunakan kekuasaan itu kemudian, serta pada akhir kemampuan untuk menilai, mengontrol dan mengawasi kekuasaan yang dijalankan tersebut.

Machiaveli pada tahun 1515 berkata „Politik ist die Summe der Mittel, die nötig sind, um zur Macht zu kommen und sich an der Macht zu halten und um von der Macht den nützlichsten Gebrauch zu machen“ (Bahasa Jerman artinya "Politik adalah seperangkat alat yang diperlukan untuk berkuasa dan untuk mempertahankan kekuasaan itu agar kekuasaan itu digunakan untuk memberikan manfaat bagi banyak orang)".

Akan tetapi pertanyaan mendasar adalah tetap sama „siapa yang pada akhirnya menikmati kekuasaan itu: “Rakyat atau atau hanya elite politik?"

Jawabannya adalah rakyat atau warga negara, sebab inti dari politik menurut Aristoteles adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama bagi rakyat banyak.

Oleh sebab itu suara orang Kristen, sebagai bagian dari warga negara RI, juga turut menentukan, apakah pemerintah dan wakil rakyatnya yang bertugas mengawasi pemerintah yang nanti dipilih dan terbentuk itu, kompenten dalam menjalankan tugasnya atau tidak.

Dalam hal ini sikap politik orang Kristen benar-benar diperlukan dan tidak sekedar menjalankan rutinitas lima tahunan atau sekedar ikut arus. Untuk itu orang Kristen Indonesia perlu dan harus mendasari sikap politiknya pada tradisi kekristen yang bersumber pada Alkitab itu sendiri.  

Orang Kristen dipanggil oleh Tuhannya untuk memperjuangkan keadilan dan perdamaian bagi seluruh umat manusia, dan untuk memelihara alam ciptaan Tuhan.  Tugas panggilan ini menjadi dasar utama bagi keterlibatan orang Kristen dalam politik, demikian Mesakh Dethan menutup percakapannya dengan Pos Kupang.

(*)

Berita Terkini