Harumkan NTT, Ini Pidato Lengkap Profesor Cornelis Lay Saat Dikukuhkan sebagai Guru Besar UGM

Penulis: Hasyim Ashari
Editor: Hasyim Ashari
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Harumkan NTT, Ini Pidato Lengkap Profesor Cornelis Lay Saat Dikukuhkan sebagai Guru Besar UGM

Prof Kuntowijoyo, pionir pendekatan prophetic science kombinasi ilmu pengetahuan dan agama sebagai pandangan baru dalam melihat dan memahami perubahan sosial dan pembangunan di Indonesia

Prof Koesnadi Hardjasoemantri, pendekar lingkungan terkemuka dan pionir gagasan Kuliah Kerja Nyata (KKN)

Prof Sudarsono, penggagas Koperasi Unit Desa (KUD), Prof Masri Singarimbun, pakar antropologi sosial dan ahli kependudukan yang banyak meneliti mengenai Keluarga Berencana

Dr Samsu Rizal Panggabean, ahli resolusi konflik yang terlibat jauh dalam rangkaian usaha pembebasan 10 Warga Negara Indonesia yang disandera kelompok separatis Abu Sayyaf pada April - Mei 2016 di Filipina Selatan.

Dari generasi awal, UGM memiliki Prof Sardjito, yang tidak hanya seorang intelektual, tetapi juga tokoh pergerakan Boedi Oetomo, pembuat biskuit ransum tentara di masa perang dikenal dengan Biskuit Sardjito.

Prof Notonagoro, Bapak Pendidikan Filsafat Pancasila

Prof Sartono Kartodirdjo, begawan historiografi yang mentransformasi penyusunan historiografi baru pasca-kemerdekaan dari visi Eropasentrisme yang mendewakan peran Eropa dalam sejarah Indonesia ke Indonesiasentrisme (Nursam, 2008, hal. x).

Hanya saja, kisah indah ketika UGM dikenang dengan rasa hormat berjalan bersisian dengan pemberitaan yang bersifat negatif, Jumat, 20 Maret 2015, puluhan petani dan perempuan dari Kabupaten 3 Rembang dan Pati melakukan orasi di depan Gedung Pusat menuntut penyelamatan kelestarian Pegunungan Kendeng dan menolak kehadiran PT Semen Indonesia (Apriando, 2015).

Nama UGM juga muncul dalam pusaran kontroversi di sejumlah kasus: sengketa petani Desa Pagilaran, Bismo, Kalisari, Keteleng, dan Gondang di Kecamatan Blado, Batang dengan perkebunan teh PT Pagilaran (Prayitno, 2003), penolakan konversi lahan pertanian menjadi lokasi penambangan pasir besi di pesisir Kulonprogo (Kuntadi, 2012), reklamasi Pantai Utara, Jakarta (Syarif, 2017).

Rangkaian peristiwa yang terbagi ke dalam dua bilahan besar di atas tidak saja menggambarkan wajah kontroversial pilihan-pilihan sikap kaum intelektual dalam memproyeksikan disiplin ilmu yang dikaji ke dalam kehidupan kemasyarakatan yang konkret, tetapi sekaligus menggambarkan kompleksitas dan sifat interlocking di antara kekuasaan, intelektual, dan ilmu pengetahuan yang tidak mudah diurai.

Hadirin yang berbahagia,

Rangkaian kasus di atas sekaligus merepresentasikan sifat biner pemahaman umum mengenai posisi intelektual dan ilmu pengetahuan berkaitan dengan kekuasaan dan implikasinya pada pilihan jalan intelektual ke kekuasaan.

Intelektual di sini didefinisikan sebagai akademisi yang memiliki kemampuan berpikir bebas (Soemardjan, 1976) dan kearifan dalam bertindak, serta aktif dalam proses produksi ilmu pengetahuan dan pemecahan masalah-masalah kemanusiaan; dan, karenanya, memiliki reputasi tinggi.

Seolah-olah dihadapkan hanya pada dua pilihan jalan yang saling meniadakan.

Yaitu pertama, mendekat dan menjadi bagian dari kekuasaan atau sebaliknya

Halaman
1234

Berita Terkini