Sabu Raijua Terkini
Dinkes Sabu Raijua Catat 461 Kasus DBD dari Januari hingga Juli 2025
Thobias berharap, masyarakat akan lebih paham pentingnya menjaga pola hidup sehat dengan mengikuti hal-hal yang disampaikan oleh Dinas terkait.
Penulis: Elisabeth Eklesia Mei | Editor: Oby Lewanmeru
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Eklesia Mei
POS-KUPANG.COM, SEBA - Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kabupaten Sabu Raijua mencatat sebanyak 461 kasus demam berdarah dengue (DBD) yang terhitung dari bulan Januari hingga Juli tahun 2025.
Hal ini dikatakan Kepala Dinas Kesehatan Sabu Raijua, Thobias Jusuf Messakh saat diwawancarai POS-KUPANG.COM, Senin (25/8/2025).
Thobias menyebut adapun 461 kasus DBD tersebut yaitu terdiri dari 288 kasus pada bulan Januari, 129 kasus pada bulan Februari, 40 kasus bulan Maret dan 4 kasus pada bulan April. Sementara untuk bulan Mei, Juni, Juli dan Agustus tidak ada kasus DBD.
Thobias menjelaskan, sebagai antisipasi untuk mencegah DBD di Kabupaten Sabu Raijua, Dinas Kesehatan gencar dalam melakukan edukasi 5M Plus yaitu upaya menguras, menutup, dan mengubur barang bekas, serta ditambah dengan tindakan memantau keberadaan jentik dan pengelolaan lingkungan yang baik untuk mencegah perkembangbiakan nyamuk Aedes Aegypti.
Baca juga: Pemkab Sabu Raijua Catat 10.731 Ton Garam Terjual dalam Tiga Tahun Terakhir
“Kami selalu edukasi terkait gerakan 5M plus kepada masyarakat dan kami juga buatkan video terkait penanganan DBD di Sabu ini,” kata Thobias.
Dikatakan Thobias, adanya DBD di Sabu Raijua dipengaruhi oleh pola hidup masyarakat yang kurang baik dan adanya penampung air di rumah yang menggunakan terpal terbuka.
“Jadi masyarakat di Sabu Raijua saat ini banyak menggunakan penampung air yang menggunakan terpal terbuka. Tentu itu bisa mengundang banyak jentik nyamuknya dan tempat-tempat inilah akan menjadi media untuk adanya nyamuk Aedes Aegypti,” ucap Thobias.
Lebih lanjut, Thobias mengatakan, ketika tim dari Dinas Kesehatan atau pun dari puskesmas memberikan abate bagi masyarakat untuk disimpan di dalam tempat penampung air, masyarakat seringkali mengambil kembali karena tidak suka dengan abate.
“Kalau kita taro abate di penampung air itu, masyarakat akan ambil krmbali karena tidak suka dengan abate karena air itu mereka gunakan untuk minum juga dan mereka merasa kalau airnya disimpan abate rasanya tidak enak. Akan tetapi, kami juga sarankan untuk gunakan “serong” untuk menyaring jentik-jentik yang ada di air,” tuturnya.
Thobias berharap, masyarakat akan lebih paham pentingnya menjaga pola hidup sehat dengan mengikuti hal-hal yang disampaikan oleh Dinas terkait. (mey)
Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.