Opini
Opini: Rantai Pelayanan atau Lingkar Kekuasaan, Sebuah Refleksi Etis
Artinya pemerintahan hadir untuk menjawab persoalan konkret masyarakat, bukan untuk memperbesar lingkar kuasa.
Program ini membawa janji keadilan sosial, namun janji itu menuntut konsistensi distribusi yang jujur dan merata.
Program ini menggemakan prinsip kasih dan kepedulian Allah terhadap yang kecil dan lemah, namun ini menjadi ujian solidaritas sosial yang mempertanyakan, apakah masyarakat benar-benar merasakan keadilan ataukah justru lingkaran kekuasan yang mengambil keuntungan dari program ini?
Program ini membutuhkan tata kelola yang efisien, rantai distribusi yang transparan, dan akuntabilitas birokrasi yang nyata.
Jika gagal, program besar ini bisa kehilangan legitimasi moral maupun kepercayaan sosial.
Efisiensi mengingatkan bahwa sumber daya adalah amanat ilahi dan publik yang harus dikelola dengan penuh tanggung jawab.
Prinsip ini diwujudkan melalui kebijakan efisiensi anggaran, yang lahir dari Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2025, dengan tujuan menata “dapur” negara agar pengeluaran lebih hemat dan manfaatnya nyata bagi rakyat.
Kebijakan ini memengaruhi relasi antara negara dan masyarakat, efisiensi dapat meningkatkan rasa percaya publik jika manfaatnya tetap terjaga, tetapi sebaliknya menimbulkan ketidakpuasan bila rakyat merasa dikorbankan.
Birokrasi dituntut bersikap adaptif, mampu menyeimbangkan rasionalitas fiskal dengan kualitas pelayanan publik.
Lalu lahirlah Danantara sebagai lembaga yang mengelola investasi nasional dan mengoptimalkan aset negara, khususnya BUMN.
Ia digadang sebagai “gudang raksasa” yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Mengelola kekayaan negara merupakan amanat penatalayanan kepada pemimpin.
Muncul pertanyaan tentang keadilan distribusi: siapa yang akan merasakan manfaatnya, kelompok mana yang akan tersisih?
Danantara menjadi ujian akuntabilitas fiskal: seberapa transparan manajemen aset negara, dan seberapa jauh lembaga ini melayani publik alih-alih memperkuat lingkar kekuasaan.
Di tengah jalannya program, muncul suara getir yang viral di kalangan anak muda Indonesia dalam ruang digital.
Tagar #KaburAjaDulu dan #IndonesiaGelap, merupakan bentuk ekspresi kekecewaan yang mencerminkan retaknya kepercayaan rakyat kepada pemerintah terhadap kondisi sosial dan ekonomi negara.
Alfandy Florian Manuain
Chandra Iktias Widiastuti Rohi
Opini Pos Kupang
Universitas Kristen Satya Wacana
FISIP Undana Kupang
Oeripan Notohamidjojo
POS-KUPANG.COM
Opini: Istana Merdeka Tabola Bale |
![]() |
---|
Opini: Antara Konservasi dan Komersialisasi |
![]() |
---|
Opini: Di Balik Slogan Rakyat Sejahtera, Realitas Pahit Tenaga Kesehatan Indonesia |
![]() |
---|
Opini: Byung-Chul Han, Hiperaktivitas Mendaruratkan Kemanusiaan |
![]() |
---|
Opini: 80 Tahun Indonesia Merdeka dan Tantangan Kesenjangan Akses Pendidikan di NTT |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.