Kota Kupang Terkini

Menghidupi Tradisi Tenun dari Kampung ke Kota, Kisah Mama Lina yang Berkeliling Jual Kain Tenun

Akuilina Sale atau yang biasa disapa Mama Lina adalah salah satu perempuan yang memberdayakan kain tenun TTS dan TTU.

Editor: Eflin Rote
POS-KUPANG.COM/TARI RAHMANIAR ISMAIL
Akuilina Sale pedagang tenun dari Kefa saat di Car Free Day Kota Kupang 

Laporan reporter POS-KUPANG.COM, Tari Rahmaniar Ismail

POS-KUPANG.COM, KUPANG — Jalan raya yang membentang dari Kupang menuju pedalaman TTS dan TTU sudah sering dilalui Akuilina Sale.

Di setiap perjalanannya dari Kefa menuju Kupang, ia membawa pulang helai-helai kain tenun ikat yang penuh warna dan sarat cerita.

Akuilina Sale atau yang biasa disapa Mama Lina adalah salah satu perempuan yang memberdayakan kain tenun TTS dan TTU.

“Kami tidak bikin kelompok menenun khusus, tapi orang tua dan keluarga di kampung yang menenun. Setelah selesai, mereka bawa ke pasar, lalu kami ambil,” ujar Mama Lina, saat diwawancarai POS-KUPANG.COM, Senin (11/8). 

Salah satu desa pemasok kain adalah Desa Nunkolo, Kecamatan Nunkolo, TTS yang menjadi pusat produksi yang dijual mama Lina.

Ia mengatakan di desa Nunkolo menenun bukan sekadar pekerjaan, tapi warisan turun-temurun. Para perempuan duduk di beranda rumah, jemari mereka bergerak teratur di atas alat tenun, mengikat benang demi benang menjadi motif yang indah. Hasil karya mereka kemudian berpindah tangan ke Mama Lina untuk dipasarkan di kota.

Harga kain bervariasi dijual Lina, mulai dari Rp250.000  untuk ukuran kecil, dan Rp450.000 hingga Rp600.000 untuk ukuran standar, hingga jutaan rupiah untuk motif halus yang memerlukan waktu pengerjaan lebih lama. 

“Kalau ramai, pemasukan bisa sampai 3–5 juta per bulan. Tapi itu belum keuntungan bersih. Kadang ramai, kadang sepi,” ungkapnya.

Lina tidak mengandalkan toko untuk berjualan. Penjualan dilakukan secara keliling di Kota Kupang, mengantar langsung ke pembeli, atau bertemu di titik yang disepakati. 

Baca juga: Begini Pemintaan Kelompok Tenun Desa Tanini kepada Pemerintah Kabupaten Kupang

Media sosial hanya ia gunakan untuk memposting foto kain di story Facebook. 

“Kalau ada yang mau pesan, bisa hubungi saya. Bisa ambil di rumah atau saya antar,” katanya.

Ia juga mengatakan marketing yang dilakukan dengan turun langsung ke Car Free Day setiap Sabtu di Kota Kupang.

Semua kain yang dijual dibuat dengan teknik tradisional, menggunakan benang yang dipintal tangan dan pewarna alami dari alam sekitar, seperti daun tarum untuk biru, akar mengkudu untuk merah, dan kulit kayu untuk cokelat. 

Motifnya pun bercerita tentang kehidupan sehari-hari, flora dan fauna setempat, hingga simbol adat yang diwariskan dari generasi sebelumnya.

Sumber: Pos Kupang
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved