Ridho Herewila Layani ODHIV di NTT dengan Kasih Tanpa Pamrih
Hampir setiap hari, rumahnya dipenuhi oleh para ODHIV, orang dengan HIV/AIDS, yang berasal dari berbagai kabupaten/kota di Provinsi NTT.
Penulis: OMDSMY Novemy Leo | Editor: OMDSMY Novemy Leo
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, OMDSMY Novemy Leo
POS-KUPANG.COM, KUPANG – Hampir setiap hari, rumahnya dipenuhi oleh para ODHIV, orang dengan HIV/AIDS, yang berasal dari berbagai kabupaten/kota di Provinsi NTT.
Dengan telaten dan tanpa pamrih, Ridho Herewila, Ketua Independent Men of FLOBAMORA NTT (IMoF NTT), merawat dan memastikan mereka bisa mendapatkan obat ARV (antiretroviral) dan bisa menjalani kehidupan lebih lanjut.
Laki-laki asal Sabu ini, mengatakan, para ODHIV itu berasal dari berbagai kota sedaratan, Timor, maupun dari kabupaten dengan daratan yang berbeda.
“Mereka datang dan memberikan kepercayaan penuh kepada saya, sebuah kepercayaan yang tidak mudah mereka berikan, Apalagi situasi dan kondisi mereka alami terinvensi HIV AIDS, membuat mereka susah untuk bisa mempercayai orang lain, bahkan sahabat mereka atau keluarga mereka,” kata Ridho Herewila, Senin (4/8/2025) siang.

Ridho Herewila mengatakan, saat merawat mereka, dia tidak pernah merasa takut atau khawatir dirinya akan tertular atau pun dijauhi oleh keluarga atau masyarakat lainnya.
Baginya, menolong ODHIV adalah bagian dari tanggungjawab yang mesti dijalaninya dan hal itu seperti panggilan hidupnya yang telah dilakukan sejak tahun 2010 lalu.
"Saya ikut merasakan apa yang mereka alami: rasa takut, lelah, dan ketidakpastian. Terutama bagi mereka yang sudah berada di tahap AIDS, dengan berbagai penyakit penyerta, bahkan hingga infeksi Toxoplasma. Dengan sabar dan penuh kasih, saya merawat mereka, menyuapi, memandikan, membersihkan, mencebok, dan memberikan dukungan emosional mereka setiap saat,” kata Ridho Herewila.
Bahkan dalam melakukan pendampingan itu, Ridho Herewila berusaha menguatkan mereka setiap saat dan memantau mereka untuk teratur meminum obat ARV.
Hal ini dimaksud agar mereka bisa kembali ke taraf HIV dan akhirnya undetect atau virus tidak terdeteksi lagi setelah di cek lewat VL/ Vira Load.
“Dengan demikian mereka bisa beraktivitas seperti biasanya tanpa ketakutan dan tekanan baik mental dan fisik. Jika sudah membaik kondisi fisik dan mentalnya, mereka pulang ke daerahnya kembali,” kata Ridho Herewila.
Ridho Herewila mesti memastikan obat ARV itu mereka minum dengan teratur, menguatkan semangat agar mereka tidak menyerah.
“Perjuangan itu berbuah hasil dan kebanggan tersendiri ketika mereka perlahan pulih, kembali ke tahap HIV terkontrol, hingga akhirnya mencapai kondisi undetectable, virus tidak terdeteksi lagi melalui pemeriksaan Viral Load. Pada titik itu, mereka bisa kembali beraktivitas seperti biasa, tanpa ketakutan dan tekanan mental maupun fisik,” kata Ridho Herewila.
Ridho Herewila yakin bahwa semua yang dia lakukan itu tidak pernah dianggapnya sia-sia.
“Bagi saya, ini adalah pekerjaan yang mulia, sebuah panggilan kemanusiaan dan tangung jawab. Selama saya dibutuhkan, saya akan selalu siap mendampingi mereka. Karena setiap kehidupan berharga, dan setiap orang berhak menjalani hidup sehat, bermartabat, dan bebas dari stigma,” kata Ridho Herewila.
Ridho Herewila berharap kedepan, pemerintah pusat maupun daerah bisa jaminan akses pengobatan ARV yang berkelanjutan, merata, dan tanpa hambatan. Ridho menegaskan, ARV bukan obat biasa, ARV adalah obat esensial penyelamat nyawa.
“Kami berharap pemerintah bisa menetapkan sistem distribusi ARV yang stabil hingga tingkat kabupaten dan desa. Juga menyediakan anggaran dan koordinasi lintas sektor agar ketersediaan ARV tidak bergantung pada situasi darurat atau program donor. Serta melibatkan populasi kunci dan organisasi / lembaga pendukung dalam program penanggulangan HIV dalam pemantauan distribusi ARV untuk memastikan pasokan tidak terputus. Ketersediaan ARV seharusnya tidak bergantung pada program donor atau situasi darurat. Kami juga mendesak pemerintah untuk melibatkan populasi kunci dan organisasi pendukung dalam pemantauan distribusi obat, agar tidak ada pasokan yang terputus,” ujar Ridho Herewila.
Kekosongan obat ARV masih sering terjadi, dengan durasi bervariasi, baik di tingkat kota maupun kabupaten. Menurut Ridho, penyebabnya terjadi karena keterlambatan distribusi dari pusat/ provinsi ke kabupaten, kurangnya koordinasi antar fasilitas kesehatan dan sistem/ mekanisme stok obat yang belum efektif.
“ODHIV di wilayah pedalaman harus menempuh jarak jauh ke ibukota kabupaten atau kota untuk mengambil obat. Sistem komunikasi antara fasilitas layanan kesehatan kadang tidak optimal, membuat pasien tidak tahu pasti ketersediaan obat sebelum tiba di fasilitas,” kata Ridho Herewila.

Akses terhadap ARV di NTT, terutama di daerah pedalaman dan kabupaten, masih menghadapi tantangan besar.
Ridho Herewila menyebutkan bahwa stok obat di fasilitas layanan sering kali terbatas, dan banyak ODHIV harus menempuh jarak jauh hanya untuk mengambil obat ke kota atau ibukota kabupaten.
“Sistem komunikasi antar fasilitas juga belum optimal, sehingga pasien sering kali tidak tahu apakah obat tersedia sebelum datang ke fasilitas,” kata Ridho Herewila.
Ridho Herewila menjelaskan, jika pasokan obat ARV terganggu atau tidak tersedia tepat waktu maka hal ini tentu sangat berisiko.
“Terputusnya konsumsi ARV dapat memicu resistensi obat, penurunan imunitas, hingga kematian. Secara mental, ODHIV juga akan mengalami kecemasan dan kehilangan rasa aman,” kata Ridho Herewila.
Dijelaskan Ridho Herewila, dampak bagi kesehatan fisik, terputusnya ARV meningkatkan risiko resistensi obat dan penurunan imunitas. Untuk kesehatan mental, kekosongan stok menciptakan rasa cemas, takut, dan kehilangan rasa aman bagi ODHIV.
“Dampak kesehatan public, ARV yang terputus berdampak pada target penurunan penularan HIV dan menghambat pencapaian Three Zeros atau nol infeksi baru, nol kematian, nol stigma, di 2030,” kata Ridho Herewila.
Baca juga: IAKMI NTT Sebut Penanganan HIV/AIDS Belum Ada Terobosan Baru
Ridho Herewila menegaskan, kekosongan obat ARV itu bukan hanya menjadi masalah medis, tapi juga menjadi isu hak asasi manusia.
“Karena setiap ODHIV berhak atas akses pengobatan yang layak dan berkelanjutan,” tegas Ridho Herewila.
Lebih lanjut Ridho Herewila mengungkapkan, hingga tahun 2025 ini, diskriminasi terhadap teman-teman ODHIV masih sering terjadi, terutama di NTT.
Dicontohkan Ridho Herewila, di layanan kesehatan, masih ada tenaga kesehatan yang masih menunjukkan stigma atau komentar menghakimi, apalagi terhadap ODHIV dari Gay dan Waria. Di masyarakat, ODHIV kerap dijauhi atau dihindari, terutama di pedesaan/ keluarga karena kurangnya edukasi publik.
“Dalam pekerjaan, beberapa ODHIV mengalami hambatan mendapatkan pekerjaan atau promosi karena status HIV mereka,” ungkap Ridho Herewila.
Ridho Herewilamenegaskan, orang yang terinveksi HIV, bukan akhir dari segalanya. Dengan ARV yang teratur dan dukungan sosial, ODHIV bisa hidup sehat, produktif, dan berkontribusi di masyarakat.
“Kami mengajak masyarakat untuk menghilangkan stigma dan diskriminasi terhadap ODHIV, Populasi Kunci termasuk dari komunitas gay dan waria. Karena stigma dan diskriminasi adalah hambatan terbesar bagi upaya penanggulangan HIV,” kata Ridho Herewila.
Hal lainnya, mendukung akses kesehatan yang setara untuk semua, tanpa memandang identitas, orientasi seksual, atau status kesehatan.
Serta memahami bahwa HIV adalah isu kesehatan masyarakat, bukan aib moral. Kita semua punya peran untuk menciptakan lingkungan yang aman setara dan bebas diskriminasi.
“Akses ARV adalah hak, bukan fasilitas. Stigma dan diskriminasi adalah hambatan nyata bagi kesehatan publik. Kami meminta pemerintah menjamin ARV tersedia tanpa putus, dan masyarakat berhenti melihat HIV sebagai stigma. Dukungan, bukan diskriminasi, yang akan membawa NTT menuju target 3 Zero di 2030,” tutup Ridho Herewila.
Baca juga: Betesda YAKKUM Belu NTT Beri Pelatihan Penerimaan Diri dan Open Status bagi ODHIV
KPAD Gandeng Semua Pihak Terkait
Untuk penanggulangan virus HIV/AIDS, KPA NTT terus menggandeng semua pihak dengan melakukan berbagai upaya pencegahan dan edukasi tentang HIV/IDS.
KPA merupakan badan ad hock yang melakukan konsolidasi lintas sektor dalam upaya penanggulangan HIV/Aids. KPA juga mendorong partisipasi masyarakat.
"Tugas kami juga mendukung LSM untuk melahirkan organisasi masyarakat yang peduli HIV/Aids. Kita juga organisir kelompok sasaran khusus. Kita juga mendorong partisipasi masyarakat," kata Pengelola Program KPA NTT, Adrianus Lamury, Sabtu (2/8/2025).
KPA NTT juga mendorong terbentuknya 255 warga peduli HIV/Aids di semua Kabupaten/Kota di NTT. Pihaknya juga melakukan pelatihan di sektor pendidikan sebagai agen perubahan.

Bila ada daerah yang tidak memiliki LSM, maka KPA NTT adalah mendorong pelatihan dan pendampingan secara mandiri. Sehingga, upaya menekan angka HIV/Aids di NTT bisa dilakukan.
Sementara bagi daerah dengan komposisi LSM atau NGO cukup banyak yang bergerak dalam perhatian HIV/Aids, dilakukan penguatan dan evaluasi berkala. Adrianus menyebut, hal itu dilakukan agar semua program bisa dilaksanakan.
"Karena kami tidak ada dana, maka kami membuat inovasi dengan teman-teman LSM, NGO, perusahaan. Kita kerja lintas sektor. Supaya mereka dukung," kata Adrianus Lamury.
"Semua populasi berisiko, 95 persen itu harus kita jangkau. Semua kita pacu untuk datang ke kelompok-kelompok pekerja seksual perempuan, pelanggan pekerja seks, dan lainnya. Yang ada hotspot maupun tidak ada. Harus bisa kita jangkau, termasuk yang by online. Itu harus 95 persen," kata Adrianus Lamury.
Selain edukasi, pihaknya juga mendorong adanya tes pada kelompok sasaran. Selanjutnya dilakukan pengobatan secara rutin.
Adrianus Lamury menyebut, dengan pengobatan rutin maka akan kelihatan perubahan, lewat tes Friwalot.
Tes itu untuk melihat jumlah virus yang ada dalam tubuh. Pengobatan rutin akan memberi efek pada melemahnya virus dan meminimalisir penularan pada orang lain.
Menurut Adrianus Lamury, semakin banyak orang beresiko melakukan tes dan mengetahui status, akan semakin baik.
Memang, kata Adrianus Lamury, agenda ini cukup berat. Terutama menyasar ke pelanggan pekerja seks. Namun, ia meyakini bisa dilakukan dengan dukungan semua kelompok masyarakat yang terlibat.
"Sekarang karena keterbatasan anggaran maka kita inovasi. Kami mendorong KPA Daerah untuk berkolaborasi dengan Sentra Efata dan Dinsos," ujar Adrianus Lamury.
Adrianus Lamury mengatakan, semua program yang dilakukan diarahkan pada percepatan. Meski, dari sisi anggaran belum memadai. Inovasi menjadi alternatif, terutama mengajak para pihak untuk terlibat.
Kondisi ini memang menjadi tantangan bagi KPA. Bahkan, dia juga sering mengajukan bantuan ke sejumlah lembaga untuk bekerja sama. Hal itu dibolehkan secara aturan KPA.
Adrianus Lamury mengeklaim, selama ini layanan kesehatan untuk ODHA di NTT cukup baik. Ia menyebut, sebagian besar Puskesmas di NTT sudah menyediakan layanan Perawatan Dukungan Pengobatan (PDP) sejak dari pemeriksaan dan pengobatan.
"Sudah cukup memadai untuk semua masyarakat bisa tes dan pengobatan juga," kata Adrianus Lamury.
Adrianus Lamury tidak menampik adanya kendala di layanan kesehatan, terutama dalam pengobatan. Sebab, sistem pelaporan dari bawah ke tingkat pusat seringkali terjadi hambatan. Orang yang melakukan pemeriksaan, kerap tidak mengisi formulir yang disiapkan.
Baca juga: Komisi IV DPRD TTS Dorong Pendampingan masif Bagi ODHIV secara berkelanjutan
Padahal, dalam sistem informasi HIV dan Aids. Seseorang yang melakukan pemeriksaan dan mengisi formulir maka akan kelihatan penggunaan obatan yang digunakan. Sehingga, distribusi obat pun akan kembali dilakukan sesuai jumlah yang berkurang.
"Jika dia belum mengisi atau ada masalah lain, maka itu menyebabkan keterlambatan. Sehingga layanan tersebut jumlah obat terganggu," kata Adrianus Lamury.
Adrianus Lamury mengatakan, partisipasi dari setiap orang juga sangat penting. Ia menyebut kendala paling sering dialami dalam perawatan ODHA lebih pada sistem ketersediaan obat. Sebab, satu bagian yang terganggu, akan menghambat satu siklus.
"Di NTT, memang ada beberapa daerah terkendala. Dari sisi pelaporan sehingga terjadi keterlambatan," kata Adrianus Lamury.
KPA NTT mengungkap data orang dengan HIV atau ODHIV yang tercatat sejak pertama kali kasus HIV/Aids ditemukan pertama kali.
Hingga April 2025, KPA NTT menyebut ada 8.586 ODHIV. Jumlah ini termasuk orang dengan HIV/Aids atau ODHA.
"Itu dari temuan kasus awal tahun 1997. Ini akumulasi, jumlah temuan awal sampai saat ini. Ini sudah termasuk," kata Adrianus Lamury.
Adrianus Lamury menyebut, temuan itu orang dengan HIV/Aids. Dari total yang tidak lagi melakukan pengobatan dan sementara dilakukan pengobatan.
Sepanjang tahun 1997 hingga sekarang, KPA NTT mencatat ada 1.306 ODHA yang meninggal dunia. Ada lebih dari 7 ribu ODHA menggantungkan hidup pada layanan kesehatan.
Gubernur NTT Dukung KPAD NTT
Gubernur NTT, Melki Laka Lena mengapresiasi upaya yang telah dilakukan oleh KPA Provinsi NTT dalam penanggulangan HIV/AIDS.
Melki Laka Lena menyampaikan, upaya untuk penanggulangan HIV/AIDS juga membutuhkan sinergi Pentahelix terlebih dalam situasi kebijakan efisiensi anggaran saat ini.
"Sinergi Pentahelix dari pemerintah, akademisi, badan dan atau pelaku usaha, masyarakat atau komunitas, media massa, media sosial sangat diperlukan untuk penanganan HIV/AIDS, apalagi situasi kita sekarang dalam kondisi kebijakan efisiensi anggaran," ujar Melki Laka Lena.

Politikus Golkar itu menyebut tugas seperti ini tidak harus dilakukan sendiri oleh KPA.
Kerja bersama dengan berbagai pihak merupakan hal penting untuk membantu dan menghindarkan generasi muda NTT dari ancaman penyakit ini.
"Ini tugas kita bersama karena tidak bisa hanya dilakukan oleh KPA sendiri. Kerja kolaboratif kita bersama yang akan menyelamatkan generasi muda di NTT agar terhindar dari penyakit ini," kata Melki Laka Lena. (vel/fan)
Adapun HIV/AIDS di NTT;
1. Alor: 388
2. Belu: 775
3. Ende: 210
4. Flores Timur: 496
5. Kota Kupang: 2.637
6. Kabupaten Kupang: 200
7. Lembata: 343
8. Malaka: 134
9. Manggarai: 480
10. Manggarai Timur: 90
11. Manggarai Barat: 226
12. Nagekeo: 77
13. Ngada: 86
14. Rote Ndao: 73
15. Sabu Raijua: 68
16. Sikka: 639
17. Sumba Barat: 116
18. Sumba Barat Daya: 602
19. Sumba Tengah: 48
20. Sumba Timur: 282
21. Timor Tengah Selatan:396
22. Timor Tengah Utara: 220
Data ODHIV yang melakukan pengobatan atau terapi Antiretroviral (ART) sebanyak 3.133 :
1. Alor: 99
2. Belu: 392
3. Ende: 88
4. Flores Timur: 144
5. Kota Kupang: 792
6. Kabupaten Kupang: 89
7. Lembata: 173
8. Malaka: 6
9. Manggarai: 133
10. Manggarai Timur: 35
11. Manggarai Barat: 99
12. Nagekeo: 11
13. Ngada: 56
14. Rote Ndao: 28
15. Sabu Raijua: 29
16. Sikka: 421
17. Sumba Barat: 50
18. Sumba Barat Daya: 121
19. Sumba Tengah: 19
20. Sumba Timur: 160
21. Timor Tengah Selatan: 104
22. Timor Tengah Utara: 84.
Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS
Ridho Herewila
gejala hiv aids
ODHIV
obat ARV
Kota Kupang
POS-KUPANG.COM
Melki Laka Lena
Adrianus Lamury
KPA NTT
Harga Emas Hari Ini Kamis, Lengkap Tips Merawat Perhiasan Tetap Berkilau |
![]() |
---|
4 Zodiak Bahagia, Ramalan Zodiak Cinta Besok 29 Agustus Kasih Sayang Leo Memikat Pasangan |
![]() |
---|
12 Ramalan Zodiak Karier Besok 29 Agustus, Virgo Hasilkan Karya Kualitas Tinggi |
![]() |
---|
Kunci Jawaban Matematika Kelas 4 Halaman 34 Kurikulum Merdeka, Soal Cerita |
![]() |
---|
4 Zodiak Beruntung Besok 28 Agustus Libra Kelegaan yang Luar Biasa |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.