Opini

Opini: Pesan Terkuat Rekonsiliasi dan Restorasi Reputasi Melalui Kongres Persatuan PWI

Tanpa stabilitas dan tegaknya marwah organisasi, PWI tidak akan bisa optimal menjalankan perannya sebagai organisasi profesi wartawan

Editor: Dion DB Putra
POS-KUPANG.COM/HO-DOK HENDRA J KEDE
Hendra J. Kede 

Diskusi juga mengemukakan contoh, betapa besarnya pengaruh keterpilihan Tarman Azzam (2003) dan Margiono (2013) secara aklamasi terhadap prestasi-prestasi gemilang PWI sepanjang lima tahun setelah pemilihan aklamasi tersebut. 

Padahal aklamasinya Tarman Azzam dan Margiono bukan karena alasan rekonsiliasi, namun lebih karena apresiasi atas kinerja keduanya pada periode pertamanya memimpin. 

Namun demikian, aklamasi bukan tidak ada tantangan yang perlu diantisipasi oleh SC maupun pemilik hak suara. 

Potensi Tertutupnya Peluang Aklamasi 

Peluang aklamasi akan tertutup jika aturan pemilihan yang dibuat SC memaksa hanya ada jalan voting. Lalu didukung pemilik hak suara. Apapun motivasi keduanya. 

Bisa alasan fanatisme terhadap Caketum tertentu, alasan kebencian terhadap Caketum tertentu, atau bahkan motivasi money politics yang secara teoritis tetap tidak bisa disimpulkan pasti tidak ada. 

Dan yang paling berbahaya adalah jika Kongres Persatuan bukan sebagai ajang untuk menegakan marwah organisasi namun lebih menonjolkan ego pribadi-pribadi dan kelompok demi kepentingan pribadi dan kelompok semata untuk berkuasa di PWI. 

Salah satu aturan SC  yang berpotensi menutup aklamasi adalah mengharuskan Caketum mendaftar sebelum Kongres Persatuan dimulai dan menutup peluang munculmya Caketum selama proses Kongres Persatuan berlangsung. 

Kenapa demikian? Karena Caketum aklamasi itu muncul dari serangkaian diskusi panjang para pemilik suara dan para bakal calon Ketua Umum potensial di arena Kongres Persatuan untuk mewujudkan rekonsiliasi substantif. 

Hal lain yang menutup pintu aklamasi adalah keegoisan masing-masing Caketum, memaksakan harus ada voting, dan mengabaikan manfaat pesan kuat aklamasi bagi organisasi. 

Hal di atas hanya bisa terjadi jika Kongres Persatuan dipandang hanya sebagai ajang legal formal belaka untuk memilih Ketum dan mengakhiri dualisme Ketum. Yang penting terpilih satu orang Ketum. Sebuah pandangan yang sangat dangkal tentang visi dan misi Kongres Persatuan. 

Dan yang paling fatal adalah jika SC tanpa sadar memandang Kongres Persatuan sekadar ajang untuk menentukan siapa Ketua Umum yang punya legitimasi diantara dua  Ketua Umum yang menandatangani Kesepakatan Jakarta, Hendry Ch Bangun atau Zulmansyah Sekedang

Namun kemungkinan ini sangat kecil karena Kesepakatan Jakarta juga sudah terang benderang menyatakan siapapun yang memenuhi syarat formal dapat menjadi Caketum. 

Potensi Terbuka Lebar Peluang Aklamasi 

Aturan SC yang memberikan ruang dan waktu untuk terselenggaranya diskusi-diskusi mendalam antara para pemilik hak suara dengan para bakal calon Ketua Umum potensial akan membuka peluang aklamasi terbuka lebar. 

Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved