Siswa Keracunan Makanan Gratis
MBG Dinilai Tidak Mendidik, Akademisi Undana Kupang Khawatir Lahirnya Generasi Cemas 2045
Marsel menegaskan, kejadian ini bukan menjadi momentum untuk evaluasi seperti yang sering diutarakan Pemerintah.
Penulis: Irfan Hoi | Editor: Oby Lewanmeru
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi
POS-KUPANG.COM, KUPANG - - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dilaksanakan Pemerintah dinilai tidak mendidik. Sebab MBG tidak menjawab persoalan dasar pendidikan.
"Memberi makan gratis itu sangat tidak mendidik bagi anak didik. Sebetulnya bukan soal itu di pendidikan kita," kata akademisi Fisip Undana Kupang, Dr Marsel Robot, Kamis (24/7/2025).
Dengan anggaran yang besar, harusnya diarahkan untuk melakukan inovasi di masing-masing sekolah seperti ekstrakurikuler maupun pendalaman materi lebih baik.
Dalam urusan pendidikan, memberi asupan pada otak jauh lebih bermanfaat ketimbang mengurus isi perut seseorang. Baginya itu sebuah paradoks yang dipertontonkan Pemerintah.
Baca juga: Gubernur NTT Klaim MBG Bantu Perekonomian dan Buka Lapangan Kerja
"Isi otaknya dengan ilmu pengetahuan yang bagus dan keterampilan. Jangan memperlakukan Indonesia ini seperti anak yatim piatu yang tidak bisa cari makan," ujarnya.
Alhasil, terjadi kegagalan seperti yang terjadi di sejumlah sekolah di NTT, yang mengalami keracunan setelah mengonsumsi MBG. Karena, sekalipun anggarannya besar tapi tidak memberi efek ke sektor pendidikan.
Apalagi usia pembentukan seseorang cerdas tidak pada umur seperti tingkat sekolah menengah pertama ataupun selanjutnya. Justru harus ditata pada anak dengan usia tertentu.
"Itu menjadi konyol. Justru memberi makan gratis itu tidak mendidik sama sekali. Kalau uang banyak, harusnya buat model sekolah yang bagus. Ekstrakurikuler supaya siswa termotivasi," katanya
Marsel menyebut, selama ini meski tidak ada MBG siswa di sekolah tetap belajar seperti biasa. Personalnya ada pada sarana prasarana yang belum disiapkan dengan lebih baik oleh Pemerintah.
Bagian-bagian seperti ini harusnya menjadi konsentrasi Pemerintah untuk melakukan intervensi dengan biaya besar. Anggaran MBG mestinya dialihkan untuk kepentingan inovasi pendidikan.
Marsel berkata, persoalan yang dialami ratusan siswa di NTT adalah bukti MBG tidak memberi efek berarti. Sebaliknya, MBG menjadi 'racun' bagi anak-anak di sekolah.
"Dihilangkan secepat-cepatnya MBG. Ada sekolah unggul garuda, reguler, dan sekolah rakyat. Lebih baik perkuat sekolah-sekolah itu, supaya kita menyambut generasi 2045 itu emas bukan cemas. Segera hentikan MBG," ujarnya.
Apalagi, ujar Marsel, dalam pelaksanaan MBG itu banyak dugaan terhadap pelanggaran prosedural. Menurut dia, urusan MBG justru melahirkan peluang korupsi yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab.
"Jangan sampai ini mewabah kemudian ada di kabupaten, daerah lain. Untung ini belum ada yang mati, kalau dia mati apa gunanya MBG itu. Indonesia dengan usia begini, tidak usah dengan makan gratis," katanya.
Marsel menegaskan, kejadian ini bukan menjadi momentum untuk evaluasi seperti yang sering diutarakan Pemerintah.
Harusnya, peristiwa ini menjadi peringatan agar menghentikan program yang tidak berdampak ke pendidikan itu.
Penguatan pada pengetahuan siswa dan guru di sekolah adalah program paling tepat yang perlu dilaksanakan Pemerintah. MBG menjadi sia-sia karena berbagai persoalan yang terjadi.
"Daripada kasih makan kemudian racun begini. Apa artinya pendidikan mereka lalu terkapar di Rumah Sakit. Dia tidak mengikuti pelajaran lagi. Orang tua gelisah. Sebaiknya dihentikan," kata Marsel.
Dia menilai, dalam mekanisme pelaksanaan program MBG justru membuka peluang ada korupsi dan nepotisme. Selain penguatan di bagian lainnya, anggaran MBG bisa diberikan ke tiap sekolah untuk menyediakan bahan makanan dengan kriteria yang ditetapkan.
Marsel bercerita, pelaksanaan program MBG ini terkesan asal dilakukan. Suatu sekolah di daerah pegunungan, kata dia, penyedia MBG dari wilayah perkotaan. Akhirnya MBG tiba di sekolah bukan pada waktu yang harusnya dikonsumsi siswa.
Belum lagi persoalan lainnya yakni MBG diberikan bukan seperti yang tertera dalam usulan. Sekolah menerima makanan jenis lain, sementara pada administrasi dinyatakan menerima paket makan seperti yang direncanakan.
"Masih banyak kasus lain yang tidak sempat diceritakan. Ada bagian lainnya, hanya dikasih roti tapi tandatangan makan gratis. Manipulasi ini bentuk kejahatan dunia pendidikan. NTT harus hentikan MBG. Biar kita masyarakat miskin tapi kita hentikan MBG," ujarnya. (fan)
Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.