Opini
Opini: Piala Bupati, Euforia Kosong
Fenomena Piala Bupati yang menjamur di banyak daerah memperlihatkan dengan jelas bagaimana sepak bola telah dipolitisasi secara sistematis.
Turnamen-turnamen seperti ini hanya hidup dalam durasi dua minggu, lalu mati tanpa jejak kebijakan.
Politik Pengalihan Isu
Inilah wajah politik bola yang artifisial. Ia memberi euforia sesaat tetapi menyembunyikan ketiadaan visi jangka panjang. Ia tampak peduli, tetapi sebenarnya hanya memperindah pencitraan.
Ketika rakyat butuh program gizi, pengembangan pemuda, atau peningkatan infrastruktur pendidikan dan olahraga, pemerintah justru sibuk dengan seremoni dan piala.
Sepak bola dipakai untuk mengalihkan perhatian dari janji-janji yang tak ditepati. Ini adalah bentuk politik pengalihan isu—politik kosmetik di atas problem struktural.
Padahal, sepak bola sejatinya adalah pendidikan karakter dan investasi sosial. Di tangan yang tepat, ia membentuk semangat kolektif dan etos juang.
Ia memberi tempat bagi anak-anak desa bermimpi dan bertumbuh. Ia bisa menyatukan berbagai latar belakang sosial dalam satu lapangan, di mana setiap orang dihargai karena kerja keras, bukan karena status atau afiliasi.
Tapi semua itu hanya mungkin jika pemerintah menyiapkan fondasinya secara serius.
Kita tidak menolak Piala Bupati. Yang kita tolak adalah turnamen tanpa kelanjutan. Kita menolak sepak bola dijadikan alat pelarian dari kegagalan pembangunan.
Kita menolak ketika anak-anak hanya dijadikan figuran dalam panggung kekuasaan.
Jika para pemimpin daerah sungguh mencintai sepak bola, maka cinta itu harus dibuktikan melalui keberpihakan pada kebijakan.
Jangan hanya hadir di pembukaan turnamen, tetapi absen saat pembinaan. Jangan hanya memoles stadion kota, tapi biarkan lapangan desa mati pelan-pelan.
Di tengah keterbatasan yang kita alami di NTT—akses pendidikan, kemiskinan struktural, krisis gizi dan kesehatan—olahraga rakyat seperti sepak bola bisa menjadi ruang harapan.
Tetapi harapan itu harus dibangun, tidak cukup dipertontonkan. Sebab rakyat tidak hidup dari euforia. Rakyat hidup dari keadilan, perhatian, dan komitmen nyata.
Mungkin bola memang bundar, tetapi jangan sampai ia digiring terlalu jauh dari hati nurani. (*)
Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.