Breaking News

Opini

Opini: Piala Bupati, Euforia Kosong

Fenomena Piala Bupati yang menjamur di banyak daerah memperlihatkan dengan jelas bagaimana sepak bola telah dipolitisasi secara sistematis.

|
Editor: Dion DB Putra
POS-KUPANG.COM/HO-FOTO BUATAN AI
ILUSTRASI 

Oleh: John Mai
Mahasiswa Magister Filsafat Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

POS-KUPANG.COM - Di banyak kabupaten di Nusa Tenggara Timur (NTT), sepak bola telah berubah dari olahraga rakyat menjadi alat kekuasaan. 

Jika dulu bola dimainkan anak-anak dengan kaki telanjang di lapangan berumput liar, kini ia dibalut seremoni, spanduk besar bergambar pemimpin daerah, dan hadiah puluhan juta rupiah. 

Sepak bola lokal berubah wajah—bukan lagi arena perjuangan dan pembinaan, melainkan panggung pencitraan yang artifisial. 

Fenomena Piala Bupati yang menjamur di banyak daerah memperlihatkan dengan jelas bagaimana sepak bola telah dipolitisasi secara sistematis.

Politik Bola 

Mari kita lihat Kabupaten Sikka. Pada pertengahan 2025, Pemerintah Kabupaten Sikka menggelar Piala Bupati Sikka 2025, diikuti oleh 21 kecamatan dengan format U-23 (plus lima pemain senior). 

Stadion Gelora Samador menjadi pusat euforia: bendera dikibarkan, yel-yel dinyanyikan, dan nama-nama tim lokal bergema di udara. Total hadiah puluhan juta rupiah disiapkan, dan pendaftaran dipatok Rp 2 juta per tim. 

Pertandingan perdana antara Alok Timur B FC dan Palue FC berlangsung meriah, disaksikan oleh ribuan warga Maumere. 

Bupati Juventus Prima Yoris Kago bahkan menyatakan komitmennya untuk menjadikan turnamen ini agenda rutin tahunan selama masa jabatannya (Suarasikka.com, 17 Mei 2025; TajukNTT.id, 2 Juli 2025).

Hal serupa terjadi di Kabupaten Ende. Bupati Ende Cup 2025 dibuka secara resmi di Stadion Marilonga pada 12 Juli 2025 oleh Bupati Yoseph Benediktus Badeoda. 

Acara pembukaan diiringi tarian tradisional, musik lokal, pelepasan balon, dan tendangan perdana oleh kepala daerah. Turnamen ini diikuti oleh 20 tim kecamatan dan memperebutkan total hadiah Rp 100 juta. 

Selain itu, Pemkab Ende juga menggelar turnamen partai politik seperti Gerindra Cup, serta menyatakan kesiapan memperbaiki stadion demi menjadi tuan rumah ETMC XXXIV Oktober mendatang (KupangNews.com, 13 Juli 2025; FloresPos.net, 21 Maret 2025).

Tampak meriah dan menggembirakan. Namun setelah peluit panjang dibunyikan, semuanya kembali senyap. Tidak ada akademi sepak bola. Tidak ada pembinaan berjenjang. 

Tidak ada pelatih bersertifikat yang menyentuh desa-desa. Lapangan desa tetap rusak, anak-anak tetap berlatih dengan bola plastik, dan mimpi-mimpi tetap tanpa arah. 

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved