Demo Sopir Mobil Pikap
DPRD NTT Ana Kolin Minta Larangan Mobil Pikap Angkut Penumpang Harus Dibedah Ulang
Sekretaris Komisi IV DPRD Nusa Tenggara Timur (NTT) Ana Waha Kolin nilai aturan melarang pengangkutan penumpang pada mobil pikap perlu dibedah ulang.
Penulis: Irfan Hoi | Editor: OMDSMY Novemy Leo
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Sekretaris Komisi IV DPRD Nusa Tenggara Timur (NTT), Ana Waha Kolin menilai aturan melarang pengangkutan penumpang pada mobil pikap perlu dibedah ulang.
Ana Kolin mengatakan, aturan ini menurut para sopir pasti tidak adil. Politikus PKB itu menyarankan untuk melihat lagi aturan Pemerintah itu. Disamping melakukan pendampingan terhadap masalah ini.
"Kita harus melihat dan membedahnya sedalam mungkin. Kita dudukan regulasi tersebut, tapi di satu sisi kita juga harus advokasi," ujar Ana Kolin, Selasa (8/7/2025).
Dengan telaah itu maka aturan bisa diterapkan dan mengakomodasi kepentingan masing-masing pihak. Sebab, aturan ini memang menjadi kontra dengan kalangan operator pikap karena tidak memihak.

Ana Kolin berkata, dengan polemik ini paling tidak ada jalan tengah lewat pembahasan bersama agar tidak ada pertentangan antara para pihak yang terkait.
"Kadang-kadang peraturan Pemerintah pusat itu tidak soft bagi Pemerintah di tingkat bawah. Harus dilihat dengan kasat mata yang total. Ruang untuk duduk bersama dengan teman-teman sopir pikap, selalu ada di DPRD," ujar Ana Kolin.
Ana Kolin menyatakan, perlu ada bedah lebih jauh ketentuan yang ada. Dia tidak ingin aturan yang dikeluarkan langsung diberlakukan. Baginya itu terkesan memaksa seseorang untuk harus mengikuti aturan yang ada.
Ana Kolin menyarankan agar membuat suatu daerah sebagai wilayah percontohan sebelum menerapkan secara menyeluruh ke berbagai daerah lainnya.
Baca juga: Massa Aksi Lempar Uang Pecahan Seribu dan Dua Ribu di Mapolda NTT
"Kita buat dulu pilot project, untuk melihat regulasi mana yang bisa digunakan dan mana yang tunggu dulu sambil melihat kondisi dan situasi," kata Ana Kolin.
Ana Kolin berkata, selama ini keberadaan mobil pikap dan truk itu dianggap sebagai kendaraan angkutan pedesaan. Satu sisi, regulasi hingga ke level paling bawah juga harus disiapkan agar menjadi payung hukum bersama.
"Tetapi tidak langsung, uji coba dulu. Berhasil atau tidak," tegas Ana Kolin.

Ana Kolin mengaku kendaraan angkutan penumpang seperti pikap dan truk sangat membantu di NTT dengan wilayah seperti ini. Dia menyebut kendaraan itu menjadi moda transportasi utama warga desa.
Untuk itu, kata Ana Kolin, ketika ada aturan yang hendak diberlakukan maka perlu kajian lebih mendalam. Pembahasan itu juga perlu melihat kondisi NTT. Dengan begitu, ada keadilan antara semua pihak.
Baca juga: BREAKING NEWS: Ratusan Sopir Pikap dan Aliansi Cipayung Gelar Aksi Demo di Depan Kantor Gubernur NTT
Begitu juga dengan aturan yang ada di Pemerintah Daerah. Pertimbangan untuk menerapkan aturan harus memperhatikan berbagai aspek.
Tidak boleh, kata Ana Kolin, aturan diberlakukan secara umum yang justru menimbulkan polemik baru.
"Sangat membantu. Saya pernah reses itu saya pernah naik dengan mobil pikap. Itu sangat membantu kalau tidak ada angkutan lain," ujar Ana Kolin. (fan)
*Demo di Polda
Aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh ratusan sopir mobil pikup dan Aliansi Cipayung nyaris ricuh saat digelar di depan gerbang Markas Kepolisian Daerah (Mapolda) NTT, Selasa (8/7/2025).
Massa aksi yang tergabung dalam komunitas Pikup Kupang bersama, aliansi Cipayung dan sejumlah organisasi kepemudaan (OKP) menuntut keadilan atas dugaan pungutan liar dan perlakuan diskriminatif yang dilakukan oknum dari Dinas Perhubungan dan Jasa Raharja terhadap para sopir pikup.
Kericuhan terjadi saat massa mencoba menerobos barikade aparat kepolisian demi bisa bertemu langsung dengan Kapolda NTT.

Disaksikan POS-KUPANG.COM, aksi saling dorong pun tak terelakkan. Beberapa peserta aksi bahkan melemparkan botol air mineral dan sandal jepit ke arah barisan polisi.
Massa juga sempat memblokir Jalan Suharto No.8 di depan Mapolda, menyebabkan kemacetan panjang dan terganggunya aktivitas lalu lintas di kawasan tersebut.
Dalam orasinya, Putra Umbu selaku perwakilan dari Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) menyampaikan kekecewaan terhadap institusi kepolisian yang dinilai tidak merespons penderitaan para sopir pikup.
Putra Umbu menyoroti adanya pungutan yang dinilai tidak masuk akal dan sangat membebani sopir-sopir kecil.

Menurut Putra Umbu, para sopir harus membayar retribusi sebesar Rp 5.000 per hari, kartu kuning izin angkut penumpang Rp 55.000 per bulan, dan izin lalu lintas Rp 75.000.
Jika dijumlahkan, total pungutan bisa mencapai sekitar Rp 600.000 per bulan.
Biaya itu, kata Putra Umbu, sangat berat bagi sopir pikup yang bekerja dari dini hari hanya untuk membantu mengangkut hasil bumi dari ibu dan bapak petani di pedalaman ke pasar.

"Mereka bangun jam 3 subuh untuk membantu mama-mama bawa hasil panen ke pasar, tapi justru mereka yang diperas. Uang dari mereka inilah yang digunakan untuk menggaji aparat. Kalian digaji dari uang rakyat, kalian harus ingat itu," tegas Putra Umbu, di hadapan aparat. (ray)
Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.