Renungan Harian Katolik

Renungan Harian Katolik Minggu 6 Juli 2025, "Demikianlah Aku akan Menghibur Kamu"

Justru sebaliknya—menjadi murid berarti siap menanggung salib, menanggung kesalahpahaman, bahkan penderitaan.

Editor: Eflin Rote
POS-KUPANG.COM/HO
Pater Adrianus Yohanes Mai SVD 

Renungan Hari Minggu, 6 Juli 2025
Minggu Biasa XIV
Tahun C: Bacaan pertama, Yesaya 66:10–14c;
Mazmur 66:1–3a.4–5.6–7a.16.20; bacaan kedua, Galatia 6:14–18; Injil Lukas 10:1–12.17–20

Pater Adrianus Yohanes Mai SVD

“Seperti Seseorang yang Dihibur Ibunya, Demikianlah Aku akan Menghibur Kamu”

Menjadi murid Kristus bukan jalan mudah. Ia tidak menjanjikan kenyamanan, kehormatan, atau penerimaan universal. Justru sebaliknya—menjadi murid berarti siap menanggung salib, menanggung kesalahpahaman, bahkan penderitaan.

Bacaan Injil hari ini (Luk. 10:1–12, 17–20) mengisahkan Yesus yang mengutus murid-murid-Nya bagaikan “anak domba ke tengah-tengah serigala.” Ini bukan sekadar metafora, melainkan gambaran konkret tentang kenyataan keras yang harus dihadapi setiap pewarta kebenaran.

Kebenaran memang tidak selalu disukai. Zaman sekarang pun membuktikan: kebohongan sering kali lebih cepat dipercaya, lebih mudah disebarkan, dan lebih nyaman diterima ketimbang kebenaran yang menuntut pertobatan, kejujuran, dan tanggung jawab.

Mewartakan kebenaran di tengah masyarakat yang lebih senang pada sensasi dan ilusi bisa membuat kita menjadi asing, bahkan ditolak. Inilah konsekuensi kemuridan: penderitaan, penolakan, bahkan penganiayaan. Tetapi justru di situlah letak kemurnian panggilan.

Namun, renungan ini tidak berakhir dengan keputusasaan. Bacaan pertama dari Yesaya 66:10–14c menyatakan janji penghiburan yang luar biasa dari Allah: “Seperti seseorang yang dihibur ibunya, demikianlah Aku akan menghibur kamu.” Di tengah penderitaan, Allah tidak pernah tinggal diam. Ia tidak meninggalkan murid-murid-Nya sendirian.

Seperti seorang ibu yang memeluk dan menyusui anaknya, Allah mendekap erat para murid-Nya yang setia, yang terus mewartakan kebenaran meski dunia tidak menyukainya.

Tiga poin permenungan hari ini:

Pertama, Kemuridan adalah panggilan untuk setia, bukan untuk sukses duniawi. Yesus tidak mengutus murid-murid-Nya untuk menjadi populer atau disukai, tetapi untuk setia dalam mewartakan Kerajaan Allah. Kita pun dipanggil bukan untuk mencari kenyamanan atau pengakuan, melainkan untuk berjalan dalam kebenaran, meski harus menempuh jalan sepi dan berliku. Dunia mungkin tidak memahami atau menghargai panggilan ini, tetapi Allah melihat kesetiaan yang tersembunyi itu dan menyertai setiap langkahnya.

Kedua,  Kuasa Injil terletak pada kelemahan yang dipersembahkan kepada Allah. Yesus mengutus para murid tanpa bekal berlebih—tidak membawa pundi-pundi, bekal, atau sandal. Ini menandakan bahwa kekuatan pewartaan tidak berasal dari strategi manusiawi, tetapi dari penyerahan total kepada Allah.

Dalam kelemahan dan keterbatasan kita, kuasa Allah justru bekerja secara nyata. Maka, sebagai murid Kristus, kita diajak untuk percaya bahwa dalam segala ketidakpastian dan risiko, Allah tetap berkuasa.

Ketiga, Sukacita sejati bukan karena keberhasilan lahiriah, tetapi karena nama kita terdaftar di surga.
Yesus mengingatkan para murid agar tidak terlalu terpesona oleh kuasa yang mereka alami, tetapi bersukacita karena mereka telah diterima dalam Kerajaan Allah.

Ini adalah ajakan untuk mengoreksi motivasi kemuridan kita: apakah kita hanya mencari hasil yang tampak, ataukah kita sungguh hidup dalam relasi yang mendalam dengan Tuhan? Sukacita murid sejati lahir dari keyakinan bahwa ia dikasihi dan diakui oleh Allah, bukan oleh dunia. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved