Opini
Opini: Revitalisasi Nilai Pancasila dalam Demokrasi Kontemporer
Sejak awal berdirinya bangsa, Pancasila telah dirancang sebagai pedoman utama dalam kehidupan bernegara.
Oleh: Efridus Rebo Ona
Mahasiswa Fakultas Filsafat Unwira Kupang, Nusa Tenggara Timur
POS-KUPANG.COM - Demokrasi di Indonesia berkembang pesat sejak era Reformasi, yang membuka ruang lebih luas bagi kebebasan berpendapat dan partisipasi politik.
Namun, dalam perjalanannya, sistem demokrasi menghadapi berbagai tantangan yang menguji stabilitas dan identitas kebangsaan.
Di tengah arus globalisasi yang semakin deras, nilai-nilai Pancasila yang sejak awal menjadi fondasi negara sering kali terpinggirkan oleh kepentingan politik pragmatis dan perkembangan ideologi asing.
Revitalisasi Pancasila dalam demokrasi kontemporer menjadi sangat penting untuk menjaga karakter bangsa serta menghindari perpecahan sosial dan politik yang dapat mengancam persatuan nasional.
Sejak awal berdirinya bangsa, Pancasila telah dirancang sebagai pedoman utama dalam kehidupan bernegara.
Lima sila yang terkandung dalam Pancasila mencerminkan prinsip dasar yang harus diterapkan dalam kehidupan demokratis.
Demokrasi tanpa landasan nilai yang kuat akan mudah kehilangan arah dan rentan terhadap krisis identitas.
Di Indonesia, demokrasi harus tetap berlandaskan kebersamaan, persatuan, dan kesejahteraan sosial, bukan sekadar kebebasan individual tanpa kontrol moral.
Demokrasi yang sehat bukan hanya hak untuk berbicara dan memilih, tetapi juga bagaimana membangun negara yang stabil dan berkeadilan bagi seluruh rakyat.
Namun, dalam realitas politik saat ini, demokrasi seringkali terdistorsi oleh kepentingan individu atau kelompok tertentu.
Polarisasi politik yang semakin tajam menyebabkan perpecahan sosial yang berpotensi melemahkan persatuan bangsa.
Kompetisi politik yang semestinya menjadi ajang untuk membangun kebijakan yang baik sering berubah menjadi arena pertarungan kekuasaan yang justru menanamkan kebencian di tengah masyarakat.
Banyak kasus di mana perbedaan politik tidak lagi dihadapi dengan musyawarah dan dialog yang sehat, tetapi dengan konflik dan persaingan yang berujung pada ketidakstabilan sosial.
Tantangan Demokrasi Kontemporer
Di era digital saat ini, tantangan semakin bertambah dengan maraknya penyebaran hoaks dan disinformasi di media sosial.
Informasi yang tidak akurat kerap digunakan untuk kepentingan politik tertentu, menyebabkan masyarakat semakin terpecah belah dan sulit menentukan sikap yang benar.
Literasi digital yang masih rendah membuat banyak orang mudah terpengaruh oleh narasi-narasi yang menyesatkan, sehingga demokrasi menjadi semakin rapuh.
Disinformasi telah menjadi ancaman signifikan terhadap stabilitas demokrasi di Indonesia, merusak integritas proses pemilu, memperburuk polarisasi sosial, dan menurunkan kepercayaan publik terhadap lembaga-lembaga demokrasi (Dini Allifa dkk, 2024).
Tanpa upaya yang serius dalam meningkatkan literasi digital, kita akan semakin sulit mempertahankan demokrasi yang sehat dan berlandaskan pancasila. Literasi digital yang baik menjadi fondasi penting.
Seperti disampaikan oleh Gumilar dkk (2024), pengaruh literasi digital terhadap penguatan profil pelajar pancasila siswa sangat signifikan dalam menghadapi tantangan zaman.
Rahmania dkk (2024) juga menyatakan bahwa literasi digital yang memadai berperan penting dalam membekali pemilih pemula dengan kemampuan berpikir kritis mengenali berita palsu, propaganda, serta informasi yang menyesatkan.
Selain polarisasi politik dan disinformasi, demokrasi di Indonesia juga menghadapi tantangan besar dalam aspek kesejahteraan sosial dan ekonomi.
Ketimpangan sosial yang semakin lebar menunjukkan bahwa demokrasi yang ada belum sepenuhnya mampu mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pembangunan yang tidak merata dan sistem ekonomi yang masih berpihak pada kelompok tertentu menyebabkan ketidakpuasan di kalangan masyarakat.
Prinsip keadilan sosial, yang merupakan salah satu sila dalam Pancasila, seharusnya menjadi pedoman utama dalam menyusun kebijakan ekonomi dan sosial, agar tidak ada kelompok masyarakat yang tertinggal dalam arus pembangunan.
Strategi Revitalisasi Pancasila dalam Demokrasi
Revitalisasi Pancasila harus dilakukan dengan berbagai langkah konkret. Salah satu cara utama adalah melalui peningkatan pendidikan kebangsaan sejak dini.
Kurikulum pendidikan harus lebih menekankan pemahaman tentang Pancasila bukan hanya sebagai teori, tetapi juga sebagai pedoman hidup yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Aqilah dkk (2025) menyebut bahwa strategi revitalisasi yang dapat diterapkan meliputi reformasi kurikulum pendidikan kewarganegaraan dengan pendekatan interaktif dan kontekstual, optimalisasi media digital untuk kampanye kreatif.
Generasi muda harus diberikan wawasan yang lebih luas tentang bagaimana pancasila berperan dalam menjaga demokrasi Indonesia agar tetap sehat dan stabil.
Tanpa pemahaman yang kuat tentang Pancasila, generasi mendatang akan semakin jauh dari identitas kebangsaan yang telah lama diperjuangkan oleh para pendiri bangsa.
Selain pendidikan, penguatan literasi digital juga menjadi hal yang sangat penting dalam menghadapi tantangan demokrasi modern.
Masyarakat harus lebih kritis dalam menerima informasi dan tidak mudah terpengaruh oleh narasi yang bersifat provokatif.
Dengan literasi digital yang baik, penyebaran hoaks dan ujaran kebencian dapat diminimalisir sehingga masyarakat lebih fokus pada pembangunan dan peningkatan kesejahteraan bersama.
Pemimpin politik juga memiliki peran penting dalam revitalisasi Pancasila. Keteladanan dalam berpolitik dan membuat kebijakan harus mencerminkan nilai-nilai dasar yang terkandung dalam pancasila.
Pemerintahan yang bersih dan transparan, bebas dari korupsi, serta berorientasi pada kesejahteraan rakyat adalah bentuk nyata dari penerapan demokrasi yang berdasarkan pada keadilan dan kebersamaan.
Jika pemimpin mampu menjalankan prinsip-prinsip ini dengan baik, maka kepercayaan masyarakat terhadap institusi negara akan semakin kuat.
Dalam hal ekonomi, pembangunan yang berbasis keadilan sosial harus menjadi prioritas utama dalam revitalisasi Pancasila.
Demokrasi tidak boleh hanya menjadi alat bagi segelintir orang untuk memperkuat kekuasaan ekonomi mereka, tetapi juga harus mampu memberikan manfaat bagi seluruh rakyat.
Sistem ekonomi yang berpihak pada rakyat kecil, membuka kesempatan yang lebih luas bagi masyarakat untuk berkembang, serta menciptakan kesejahteraan secara merata adalah salah satu bentuk nyata dari demokrasi yang sehat dan berlandaskan Pancasila.
Demokrasi yang sehat bukan hanya soal kebebasan individu, tetapi juga tentang bagaimana menciptakan keseimbangan antara hak dan kewajiban, antara kepentingan pribadi dan kepentingan kolektif, serta antara kebebasan dan keadilan sosial.
Jika revitalisasi Pancasila dilakukan dengan sungguh-sungguh, maka bangsa Indonesia akan semakin kuat dalam menghadapi tantangan global tanpa kehilangan jati diri.
Dengan langkah-langkah konkret yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, serta para pemimpin politik, Pancasila dapat kembali menjadi pusat dari sistem demokrasi Indonesia.
Demokrasi yang sehat dan stabil adalah demokrasi yang mampu menciptakan kesejahteraan bagi semua tanpa diskriminasi, menjaga persatuan, serta memastikan bahwa nilai-nilai kebangsaan tetap hidup dan berkembang di tengah dinamika politik dan sosial yang terus berubah. (*)
Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News
Opini: Prada Lucky dan Tentang Degenerasi Moral Kolektif |
![]() |
---|
Opini: Drama BBM Sabu Raijua, Antrean Panjang Solusi Pendek |
![]() |
---|
Opini: Kala Hoaks Menodai Taman Eden, Antara Bahasa dan Pikiran |
![]() |
---|
Opini: Korupsi K3, Nyawa Pekerja Jadi Taruhan |
![]() |
---|
Opini: FAFO Parenting, Apakah Anak Dibiarkan Merasakan Akibatnya Sendiri? |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.