NTT Terkini
ITB dan KKP Perkuat Peran Perempuan Sabu Raijua Lewat Kebun Bibit Rumput Laut Adaptif Iklim
Prof. Mutiara Rachmat Putri, yang memimpin langsung program ini, melihat bahwa perempuan punya peran besar dalam budidaya rumput laut.
POS-KUPANG.COM, KUPANG -- Institut Teknologi Bandung (ITB) bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memulai langkah baru untuk mendukung masyarakat pesisir, khususnya perempuan, lewat sebuah program pengabdian masyarakat yang diberi nama “Pemberdayaan Perempuan melalui Kebun Bibit Rumput Laut Adaptif terhadap Perubahan Iklim”.
Kegiatan ini dipusatkan di Desa Bodae, Kecamatan Sabu Timur, Kabupaten Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan sebuah daerah dengan potensi laut yang besar tapi masih menghadapi banyak tantangan.
Program ini lahir dari inisiatif dosen-dosen ITB yang tergabung dalam skema PPM Bottom-Up ITB 2025, dan dipimpin langsung oleh Prof. Dr. Mutiara Rachmat Putri dari Kelompok Keahlian Oseanografi Lingkungan dan Terapan, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian (FITB).
Lewat pendekatan yang membumi, tim ITB ingin membantu masyarakat pesisir—terutama para ibu dan perempuan pembudidaya—untuk lebih siap menghadapi perubahan iklim melalui teknologi budidaya laut yang lebih tangguh.
Dalam pelaksanaannya, ITB tidak sendiri. Program ini juga menggandeng para akademisi dari Universitas Nusa Cendana dan didukung oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), serta Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sabu Raijua.
Baca juga: Talk Show, ITB STIKOM Bali Perkenalkan Program Dual Degree Internasional dan Nasional
Selain itu, program ini juga didampingi oleh para penyuluh perikanan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan yang bertugas di Desa Bodae, Sabu Raijua dan turut aktif dalam mendampingi kelompok-kelompok pembudidaya di lapangan.
Salah satu penyuluh yang terlibat menjelaskan bahwa Desa Bodae dipilih karena sebelum Badai Seroja tahun 2021, desa ini dikenal sebagai salah satu sentra produksi rumput laut di wilayah Sabu Timur.
"Sekarang banyak tali tanam mereka dibiarkan kosong karena tidak ada bibit yang bisa ditanam. Makanya program ini sangat dibutuhkan warga, terutama karena mereka butuh bibit baru untuk bisa mulai lagi,” ungkapnya.
Bibit rumput laut yang ditanam di kebun ini bukan bibit biasa. Tim memilih Eucheuma cottonii jenis “sakol”, yaitu jenis bibit yang masih tergolong baru dan belum banyak digunakan oleh kelompok pembudidaya di sekitar Desa Bodae.
Menurut cerita salah satu petani di desa, jenis sakol ini punya kelebihan—lebih tahan terhadap perubahan suhu air dan cenderung lebih stabil hasil panennya.
Jadi, harapannya, bibit ini bisa menjawab salah satu masalah utama petani rumput laut: sulitnya dapat bibit unggul, apalagi sejak badai besar seperti Badai Seroja tahun 2021 yang sempat membuat panen gagal.
Baca juga: PMPB NTT Gelar Lokakarya Penyusunan Isu Strategis Pembangunan Daerah di Sabu Raijua
"Sejak kejadian Badai Seroja tahun 2021, rumput laut kami sangat sulit tumbuh dengan baik. Kami berharap bibit cottonii jenis sakol ini bisa mengembalikan hasil panen kami seperti sebelum Seroja," ujar seorang perempuan anggota kelompok pembudidaya yang turut terlibat dalam program.
Memang, kalau dilihat dari potensi alamnya, Sabu Raijua punya laut yang luar biasa kaya. Dulu, wilayah ini bahkan dikenal sebagai salah satu sentra produksi rumput laut di Provinsi NTT.
Namun sejak Badai Seroja menerjang pada tahun 2021, hasil panen terus menurun dan belum benar-benar pulih sampai sekarang. Padahal, data tahun 2022 menunjukkan bahwa produksi rumput laut dari kabupaten ini sempat mencapai lebih dari 50 ribu ton.
Ini menandakan bahwa potensi besarnya tetap ada, hanya saja belum tergarap dan dimanfaatkan secara optimal.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.