Opini

Opini: Apakah NTT Siap Mendukung Indonesia Emas 2045?

Terdapat lima sasaran utama yang ditetapkan dalam RPJPN 2025-2045 tersebut dan salah satunya adalah pendapatan per kapita setara negara maju. 

Editor: Dion DB Putra
POS-KUPANG.COM/HO
ILUSTRASI 

Oleh: Putu Dita Pickupana 
Statistisi Ahli Madya BPS Provinsi NTT 

POS-KUPANG.COM - Menyambut satu abad kemerdekaan, Indonesia saat ini bergerak dalam mewujudkan visi Indonesia Emas 2045 yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia yang bersatu, berdaulat, maju, dan berkelanjutan. 

Demi mencapai misi tersebut, Pemerintah melalui Kementerian PPN/Bappenas telah menyusun UU Nomor 59 tahun 2024 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional tahun 2025-2045. 

Terdapat lima sasaran utama yang ditetapkan dalam RPJPN 2025-2045 tersebut dan salah satunya adalah pendapatan per kapita setara negara maju. 

Pendapatan per kapita negara maju umumnya berada pada kisaran USD 20.000 per tahun. 

Contohnya, berdasarkan data IMF tahun 2023, pendapatan per kapita Amerika Serikat adalah USD 76.399, Jerman USD 51.203, Jepang USD 39.312, Korea Selatan USD 34.994, dan Singapura sebesar USD 82.807. 

Indonesia memiliki pendapatan per kapita sekitar USD 5.200 berdasarkan sumber yang sama.  Pendapatan per Kapita Singapura kira-kira 16 kali lipat lebih tinggi dari Indonesia. 

Untuk mencapai level Singapura atau Amerika Serikat tidak akan bisa dicapai dalam waktu yang pendek dan membutuhkan effort yang lebih banyak juga. 

Agar Indonesia mencapai negara maju, berdasarkan standar Bank Dunia, Indonesia perlu meningkatkan pendapatan per kapita ke angka USD 12.000-15.000 per tahun. 

Ini bisa diwujudkan dengan pertumbuhan ekonomi antara 5-6 persen per tahun dan status negara maju akan tercapai pada tahun 2045. 

Ini bukanlah hal yang mustahil karena Indonesia memiliki bonus demografi yang masih dirasakan pada 2045. 

Bonus demografi yang dimaksud adalah proporsi penduduk usia produktif (15-64 tahun) yang lebih besar daripada usia non-produktif. 

Dengan bonus demografi ini, tingkat penduduk yang memiliki pendapatan dapat mendukung penduduk yang belum/melewati masa produktif. Tentunya ini harus dikelola secara baik. 

Presiden Joko Widodo pada 2019 mengatakan Indonesia harus keluar dari middle-income trap. 

Kondisi middle-income trap adalah kondisi dimana suatu negara yang sudah berstatus berkembang seperti Indonesia, tidak bisa bertransisi ke status negara maju yang memiliki high-income. 

Hal ini biasanya disebabkan oleh produktivitas yang rendah, biaya produksi tinggi, dan ketergantungan pada industri padat karya (bergantung pada low-skilled worker), serta ketergantungan terhadap sumber daya alam yang tidak sustainable. 

Jika Indonesia juga masih dalam kondisi yang serupa dengan sekarang tanpa perubahan, tentu saja cita-cita menjadi negara maju tidak akan terwujud.

Saat ini, Pemerintah dibawah Presiden Prabowo, menyatakan bahwa Indonesia mampu mencapai  target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen, yang berarti bahwa jika tercapai, maka Indonesia bisa setingkat dengan negara maju pada 2045 nanti. 

Presiden juga mengingatkan bahwa demi mencapai pertumbuhan ekonomi itu perlu pengelolaan ekonomi secara efisien melalui perhitungan yang akurat. 

Selain itu, Pemerintah juga menetapkan UMP Tahun 2025 sebesar 6,5 persen Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 16 Tahun 2024. 

Target pertumbuhan ekonomi maupun kenaikan UMP ini merupakan langkah awal pemerintahan baru dalam mendukung mencapai Indonesia Emas 2045

Bagaimana dengan Provinsi Nusa Tenggara Timur? Apakah Nusa Tenggara Timur dapat mendukung Indonesia menjadi negara maju pada 2045? 

NTT merupakan sebuah provinsi unik dengan tantangan yang tidak sama dengan provinsi lainnya. NTT terdiri atas 607 pulau (sumber: BPS) dengan kondisi geografis yang beragam. 

Data BPS juga menunjukkan bahwa di NTT, sekitar 28 persen wilayah desa/kelurahan ada di pesisir laut dan sisanya ada di daerah non pesisir pantai termasuk daerah dataran tinggi. 

Kemudian hanya sekitar 20 persen wilayah desa/kelurahan yang ada di daerah dataran dan 80 persen sisanya ada di daerah lereng/puncak/lembah. Kondisi geografis ini juga menjadi tantangan dalam pemerataan pembangunan.

Berdasarkan rilis BPS pada awal Mei 2025, Ekonomi NTT Triwulan I 2025 tumbuh 4,55 persen secara year-on-year (y-on-y) atau dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, hampir sama dengan Pertumbuhan Ekonomi Triwulan I (y-on-y) Indonesia sebesar 4,87 persen. 

Namun jika dibandingkan dengan triwulan IV 2024, secara quartal-to-quartal (q-to-q) Ekonomi NTT mengalami kontraksi sebesar 4,66 persen. 

Artinya jika dibandingkan secara triwulanan ada sektor dari sisi lapangan usaha yang mengalami pertumbuhan ekonomi negatif yaitu sektor konstruksi yang mengalami kontraksi sebesar 23,21 persen. 

Dilihat dari sisi pengeluaran, Pengeluaran Konsumsi Pemerintah (PK-P) mengalami kontraksi terdalam sebesar 52,76 persen. 

Namun yang biasanya menjadi acuan adalah pertumbuhan secara y-on-y dimana dari sisi lapangan usaha, sektor perdagangan besar dan eceran mengalami pertumbuhan 11,91 persen dan dari sisi pengeluaran, Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga (PK-RT) mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 3,42 persen. 

Dengan target pertumbuhan ekonomi 8 persen, tentu NTT masih perlu meningkatkan aktivitas ekonomi untuk meningkatkan angka pertumbuhan ekonomi saat ini ke target yang diinginkan oleh Pemerintah RI. 

Selain itu, dengan inflasi tahun 2024 NTT sebesar 1,19 persen (sumber: BPS) yang masih dibawah target Pemerintah yaitu 2,5 persen ± 1 persen (dengan range dari 1,5 persen sampai dengan 3,5 persen), Pemerintah Provinsi NTT perlu bekerja ekstra dalam mencapai target pertumbuhan ekonomi. 

Inflasi merupakan salah satu leading indikator, indikator yang bisa memberi gambaran perkiraan indikator lain nantinya, untuk pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek. 

Umumnya jika terjadi inflasi maka ekonomi akan tumbuh dan sebaliknya jika terjadi deflasi terus menerus maka ekonomi akan cenderung terkontraksi. Inflasi menggambarkan daya beli masyarakat dan insentif untuk produsen. 

Jika terjadi deflasi ini akan menguntungkan konsumen di satu sisi, namun produsen dan produksinya akan menjadi lesu. 

Sebaliknya jika terjadi inflasi yang diuntungkan adalah produsen namun konsumen yang akan tertekan karena harga yang tinggi. 

Oleh karenanya, target inflasi Pemerintah 2,5 persen ± 1 persen merupakan angka ideal yang ditetapkan yang menguntungkan konsumen serta produsen. 

Sebagai informasi, berdasarkan Distribusi PDRB Provinsi NTT menurut Lapangan Usaha (y-on-y) Triwulan I 2025, sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan merupakan lapangan usaha dengan kontribusi terbesar terhadap perekonomian NTT, diikuti oleh Perdagangan, Administrasi Pemerintahan, Jasa Pendidikan, dan Konstruksi. 

Sektor pertanian memang salah satu sektor yang memiliki potensi cukup besar. Misalnya saja, Indonesia yang saat ini masih mengimpor gandum sebagai bahan baku dalam produksi tepung dan mie, dapat menggunakan alternatifnya yaitu sorgum. 

Sorgum merupakan tanaman yang membutuhkan air tidak banyak dan dapat bertahan di kekeringan, sebuah kondisi yang identik dengan NTT. 

Pada masa Pemerintahan Presiden Joko Widodo juga dibuat Roadmap hilirisasi Sorgum yang dilanjutkan juga pada masa Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. 

Melalui  Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2024 tentang Percepatan Penganekaragaman Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal, pemerintah mendukung diversifikasi pangan yang merupakan bagian dari upaya strategis pemerintah dalam meningkatkan ketahanan pangan. 

Provinsi NTT dengan kondisi yang cocok untuk Sorgum dapat memanfaatkan momentum tersebut untuk meningkatkan lagi ekonomi dari sektor pertanian. 

Potensi berikutnya adalah terkait energi terbarukan. Pada Maret 2025 yang lalu, Gubernur NTT menerima Dokumen Rencana Umum Energi Daerah (RUED) 2025-2034 oleh Program Mentari (kemitraan bilateral Pemerintah Indonesia dan Inggris). 

Dalam RUED tersebut, potensi energi terbarukan di wilayah Provinsi NTT mencapai 26.812,5 megawatt (MW) dimana potensi terbesarnya bersumber dari angin (43 persen), diiikuti oleh energi surya, laut, panas bumi, bioenergi, serta air. 

Potensi listrik tersebut membuka peluang besar untuk masuknya industri padat energi ke Provinsi NTT seperti pabrik pengolahan mineral, atau mungkin data center.

Potensi lain yang dimiliki NTT lainnya misalnya adalah potensi kelautan dan  perikanan. 

Dengan wilayah yang luas lautnya lebih besar daripada daratan, sumber daya yang dihasilkan dari kelautan juga memiliki potensi yang tinggi. 

Bahkan, saat ini NTT merupakan salah satu produsen Rumput Laut terbesar di Indonesia dengan produksi mencapai 1,03 juta ton rumput laut basah pada 2020 (sumber: BPS). 

Rumput laut selain menjadi bahan makanan, banyak digunakan untuk obat-obatan dan kosmetik, selain itu nilai ekspornya juga cukup tinggi. 

Ditambah dengan potensi produksi ikan yang ada di lautan NTT, ini akan membuka banyak peluang di masa depannya. 

Kemudian, masih ada potensi lain seperti pada sektor pariwisata (tidak sekadar Labuan Bajo dan Komodo) seperti pariwisata budaya dan religi (festival pasola, semana santa), ekonomi kreatif (tenun ikat, tenun songket, kerajinan lain) yang memiliki nilai seni tinggi, dan mungkin lainnya yang bisa mendukung pertumbuhan ekonomi di NTT di masa mendatang. 

Serupa dengan Pemerintah Pusat, NTT saat ini juga dipimpin oleh pasangan Gubernur-Wakil Gubernur baru yaitu Melki Laka Lena dan Johni Asadoma. 

Dengan visi NTT Maju, Sehat, Cerdas, Sejahtera, dan Berkelanjutan, Pemerintah Baru NTT perlu memanfaatkan potensi-potensi yang dimiliki wilayah NTT. 

Hal ini tidak mudah karena NTT sendiri masih memiliki beragam PR yang perlu diselesaikan seperti masalah stunting, pemerataan pendidikan, penyediaan air bersih, dan kendala investasi yang masuk. 

Dengan Program 7 Pilar dan Program Prioritas Dasa Cita, Pemerintahan Melki-Johni di NTT kita harapkan dapat menyelesaikan permasalahan, menggali potensi yang ada, dan membawa NTT ke arah itu. Membangun NTT untuk mendukung Indonesia Emas 2045. Ayo Bangun NTT! (*)

Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved