Ngada Terkini
Temui Warga Terdampak PLTP di Mataloko Ngada, KfW Ungkap Standar yang Harus Dipenuhi
Temui Warga Terdampak PLTP Mataloko Ngada, Bank Pembangunan Jerman atau KfW ungkap standar yang harus ipenuhi.
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM,Charles Abar
POS-KUPANG.COM,BAJAWA - Bank Pembangunan Jerman atau Kreditanstalt für Wiederaufbau (KfW) melakukan dialog dengan warga terdampak pembangunan Geotermal atau Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi ( PLTP ) Mataloko di Ulubelu, Kecamatan Golewa, Kabupaten Ngada, NTT, Sabtu 24 Mei 2025.
Adapun kunjungan kepada Warga Terdampak PLTP di Mataloko ini merupakan bagian dari kerja-kerja satgas penyelesaian konflik Geotermal Flores-Lembata yang dibentuk oleh Gubernur NTT, Melkiades Laka Lena.
Dalam pertemuan yang berlangsung di Kantor Camat Golewa, hadir perwakilan dari lima desa terdampak, yakni Desa Wogo, Desa Radabata, Desa Ulubelu dan Desa Dadawea dan Desa Tiwotada.
Dalam forum tersebut yang dipandu oleh Camat Golewa, Moses Jaga, masing-masing kepala Desa menyampaikan pandangan terkait kondisi ditengah masyarakat dan nyatakan dukungan penuh atas pembangunan yang telah berjalan.
Baca juga: Ketahanan Energi Geotermal di NTT Bisa Wujudkan Target Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen
Mereka mengklaim, pembangunan Geotermal Mataloko telah membawa dampak positif bagi warga setempat seperti pembangunan akses transportasi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar.
Pihak Bank Pembangunan Jerman atau KfW yang hadir dalam kesempatan itu Diana Arango, selaku Lead Coordinator of Energy Sector in KfW Jakarta Office, menyatakan, Bank Pembangunan Jerman sudah lama membangun banyak projek di Indonesia, seperti pembangkit listrik tenaga air, Jaringan Kabel, termasuk Geotermal.
Khusus Geotermal, Mataloko bukan merupakan satu-satunya Pembangkit listrik energi Baru terbarukan yang mereka danai.
“Dan secara khusus untuk Mataloko, kami sudah mulai kerjasama sejak tahun 2018 dan sampai sekarang masih tetap berlanjut,” kata Diana.
Bank KfW adalah salah satu bank Jerman yang diberi mandat oleh Pemerintah Jerman untuk bekerja sama dengan Indonesia melalui Perusahaan Listrik Negara (PLN).
“Dan Kemudian karena diberi mandat tersebut, KfW dan PLN diberi mandat untuk menjalankan proyek tersebut dengan biaya yang lebih murah melalui Subsidi dari pemerintah Jerman,” ungkap Diana.
Baca juga: Geotermal Solusi Turunkan Subsidi Energi di NTT, Dirjen EBTKE Dorong Flores Jadi Pulau Geotermal
Segala bentuk pembangunan kata Dia, dijalankan dengan memenuhi standar -standar internasional, berbeda dengan standar Nasional yang diikuti oleh PLN.
Setiap projek yang dikerjakan Indonesia kata Diana, harus mengedepankan standar Internasional yang ditetapkan oleh yang diterapkan oleh KfW.
Standar -standar itu lanjut Diana, seperti memperhatikan keberlangsungan lingkungan hidup, memperhatikan dampak warga sekitar termasuk dampak -dampak lain, baik bersifat negatif maupun dampak positif dan harus diketahui secara transparan.
“Kalau standar-standar ini terpenuhi tentu saja, KfW tetap mendanai projek ini,” kata Diana.
Kesempatan yang sama, Bektiwacono, selaku Vice President of Offshore Funding and Grant PT PLN (Persero), mengatakan, kehadiran mereka ditengah masyarakat untuk mendengar semua suara-suara dari masyarakat setempat termasuk gereja.
Hal itu, tentu saja, kata Dia, guna menggali informasi lebih dalam segala bentuk perbedaan pendapat yang terjadi ditengah masyarakat.
“Terkait dengan perbedaan pendapat dengan pihak gereja juga dengan masyarakat, kami hadir disini untuk lebih mendengar, untuk lebih menggali informasi lebih dalam jadi kami hadir disini tidak untuk memaksa kehendak kami,” ungkapnya.
Ia juga mengakui, sangat menghormati sikap gereja dan tidak memberikan argumen-argumen yang divensif, tetapi melihat persoalan dengan perdebatan yang tulus demi keberlangsungan lingkungan hidup.
“Tidak untuk memberikan argumen, argumen yang terlihat divensif, tetapi adalah argumen-argumen yang memang itu sudah menjadi argumen-argumen yang terkait dengan kebaikan lingkungan. Kami sangat menghormati perbedaan terutama dengan pihak Gereja bahkan dokumen Laudatosi dari Bapak Fransiskus juga memberikan satu ruang untuk perbedaan pendapat perdebatan yang tulus, sangat terbuka,” pungkasnya.
Kegiatan ini merupakan agenda awal dalam kunjungan Satgas penyelesaian konflik Geotermal di Flores. Dalam agenda di Kabupaten Ngada, Satgas akan meninjau langsung Welpred, Lowdown, Akses Road dan Sungai Tiwubala.
Selain itu, agenda lain juga akan bertemu dengan Bupati dan Forkompimda Ngada dan masyarakat berdampak juga Gereja.(Cha)
Ikuti berita POS-KUPANG.com di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.