Sumba Timur Terkini`
Hasil Visum Negatif, Pendamping Korban DK di Sumba Timur Akui Dilecehkan Lebih dari Satu Kali
- Direktris Solidaritas Bersama untuk Tanah Sumba (Sabana), Rambu Dai Mami, mengaku terkejut dengan hasil visum terhadap DK.
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Budiman
POS-KUPANG.COM, WAINGAPU - Direktris Solidaritas Bersama untuk Tanah Sumba (Sabana), Rambu Dai Mami, mengaku terkejut dengan hasil visum terhadap DK.
DK adalah korban dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh Ast, seorang guru honorer di Kecamatan Lewa, Kabupaten Sumba Timur.
Sebagai pendamping korban, Rambu mengatakan bahwa hasil visum berbeda dengan pengakuan korban yang menyebut alami pelecehan seksual lebih dari satu kali.
“Sebagai pendamping saya kaget dengan hasil terkait visum. Karena pengakuan korban terjadi persetubuhan beberapa kali,” katanya kepada POS-KUPANG.COM pada Kamis (22/5/2025).
Meski hasil visum menyatakan selaput darah korban masih utuh, kata Rambu, tidak serta merta membatalkan dugaan terjadinya pelecehan seksual.
“Jika hasil Visum et Repertum menyatakan selaput darah utuh atau tidak ada robekan, itu tidak serta merta meniadakan terjadinya kekerasan atau pelecehan dan menghalangi proses hukum,” tegasnya.
Menurutnya, penyidik Polres Sumba Timur (Sumtim) dapat menggunakan alat bukti lain seperti keterangan korban dan lima orang saksi, keberadaan pelaku di TKP dan pengakuan keluarga pelaku yang sempat meminta maaf atas peristiwa tersebut.
“Polisi bisa menggunakan alat bukti lain, seperti pengakuan korban pada saat pemeriksaan, keterangan saksi (keluarga korban) yang menyaksikan pelaku berada di TKP dan upaya keluarga pelaku dan pelaku yang meminta maaf atas peristiwa itu,” sebutnya.
Sabana, kata Rambu Dai Mami akan terus memberikan bantuan psikologis bagi korban dan keluarga.
Ia juga akan mengupayakan melengkapi bukti tambahan lain dengan mendorong korban melakukan visum ulang atau pemeriksaan oleh dokter spesialis.
“Kami akan berupaya untuk melengkapi bukti tambahan dengan melakukan pemeriksaan tambahan dari dokter SpOG atau melakukan visum ulang jika memungkinkan untuk memastikan korban diperlakukan dengan adil,” lanjut Rambu.
Ia menilai, proses hukum yang ada seringkali tidak berpihak pada korban yang ditandai lambatnya proses hukum dimulai.
“Terkesan bahwa kasus kekerasan seksual ini bukan kasus penting sehingga diabaikan oleh Polsek Lewa sejak tanggal 11 April dan baru diambil alih oleh Polres setelah mendapat atensi dari Polda NTT,” kata Rambu.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.