KKB Papua

Aktivis HAM Serukan Resolusi Damai Papua, Minta PBB Bentuk Tim Investigasi

Tidak ada korban pihak TNI dalam serangan yang berlangsung padaSabtu (17/5/2025) pukul 06.45 WIT itu. 

Editor: Ryan Nong
TRIBUNPAPUA
KKB PAPUA - Direktur Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua (YKKMP) Theo Hesegem (tengah) menggelar konferensi pers di Wamena, Rabu (21/05/2025). Kontak tembak di Yahukimo menewaskan seorang anggota KKB. 

POS-KUPANG.COM, WAMENA - Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua (YKKMP) menyebut serangan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) Kodap III Ndugama atau KKB Papua di Distrik Kurima, Yahukimo cukup brutal.

Serangan itu hanya meengenai tembok dan parabola. Tidak ada korban pihak TNI dalam serangan yang berlangsung padaSabtu (17/5/2025) pukul 06.45 WIT itu. 

“Setelah mendengar informasi itu, kami segera turun ke lapangan, bertemu dengan personel TNI dari Satgas 641 dan perwakilan Koramil Kurima. Mereka menyatakan tidak ada korban jiwa dari pihak TNI, meskipun serangan cukup brutal. Tembakan hanya mengenai tembok dan parabola,” ujar Direktur YKKMP, Theo Hesegem dalam konferensi pers di Wamena, Selasa (20/5/2025). 

Dilansir dari Tribun Papua,  Theo Hesegem dalam konferensi pers itu menceritakan kronologi serangan dilakukan oleh kelompok TPNPB terhadap beberapa pos aparat keamanan, termasuk Pos Satgas 641, Polsek Kurima, dan Koramil Kurima di bawah Kodim 1715 Yahukimo.

Ia menegaskan pentingnya menjaga keselamatan siapapun dalam setiap peristiwa.

“Kami sebagai pembela HAM menolak kekerasan terhadap siapa pun, baik TNI, TPNPB, maupun masyarakat sipil. Semua nyawa berharga,” tegasnya.

Tim YKKMP juga bertemu dengan Kapolsek Kurima.

Menurut informasi yang dihimpun, baku tembak juga terjadi di sekitar kantor Polsek, namun tidak menimbulkan korban jiwa. 

Sementara laporan lebih lanjut menyebutkan bahwa pada 18 Mei 2025, terjadi kontak senjata di daerah Kali Jetni. Salah satu anggota TPNPB, Esau Giban (18), dilaporkan tewas akibat tembakan di bagian kepala.

“Pada malam hari sekitar pukul 23.00, kami mendatangi rumah sakit setelah mendapat informasi adanya korban. Kami melihat langsung kondisi jenazah Esau Giban, yang mengalami luka tembak menembus kepala bagian belakang. Ia diantar oleh anggota TNI,” beber Theo. 

YKKMP mengurus proses pemulasaran hingga pemakaman jenazah secara penuh, sebagai bentuk tanggung jawab kemanusiaan.

Ibadah pemakaman dipimpin oleh Pendeta Kones dari Gereja Kingmi Nduga.

“Meski ada perbedaan ideologi, kami tetap melihat Esau sebagai manusia. Kami lakukan pendekatan secara kemanusiaan, sebagaimana Tuhan pun memandang manusia, bukan atribut politik atau militer,” ujarnya.

YKKMP menyesalkan kurangnya koordinasi dari pihak TNI dalam penanganan jenazah korban.

Mereka mengkritisi tidak adanya prosedur resmi penyerahan jenazah kepada pihak keluarga atau lembaga kemanusiaan.

“Kami seperti datang sebagai pencuri. Seharusnya ada prosedur formal. Jika korban diserahkan kepada keluarga, gereja, atau pembela HAM, itu lebih terhormat,” tegasnya.

Lebih lanjut, YKKMP menyoroti dampak psikologis yang dirasakan masyarakat sipil akibat konflik bersenjata yang terus terjadi di Papua.

“Situasi sangat mencekam. Masyarakat sipil mengalami trauma panjang. Di beberapa daerah seperti Kabupaten Puncak Jaya dan Intan Jaya, kondisi bahkan lebih mengerikan,” katanya.

Ia juga mengkritik pemberitaan media yang dinilai tidak seimbang dan sering kali menyudutkan salah satu pihak tanpa konfirmasi yang sahih.

“Seringkali korban sipil disebut sebagai TPNPB oleh aparat. Sebaliknya, TPNPB menyatakan korban adalah masyarakat sipil. Informasi yang simpang siur ini sangat merugikan keluarga korban,” ungkapnya.

Sebagai bentuk kontribusi untuk penyelesaian konflik, YKKMP mengeluarkan sejumlah rekomendasi penting:

Pertama, mendesak Pemerintah Indonesia membuka akses bagi jurnalis asing ke Papua guna meliput situasi secara menyeluruh.

Kedua, meminta PBB membentuk tim investigasi khusus untuk mengidentifikasi akar persoalan konflik di Papua.

Ketiga, mendorong Indonesia menerima kunjungan resmi Dewan HAM PBB untuk melihat langsung pelanggaran HAM di Papua.

Keempat, menyerukan dialog damai antara Pemerintah Indonesia dan United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) sebagai upaya mencari resolusi permanen.

Sementara itu, tokoh gereja dari Papua Pegunungan, Pdt. Kones Kogoya, menyampaikan seruan keras kepada semua pihak bersenjata agar tidak melibatkan warga sipil dalam konflik.

“Manusia adalah gambar Allah yang harus dijaga. Jangan bunuh, potong, atau bantai masyarakat sipil. Jika itu dilakukan, atas nama Tuhan, kutuk akan datang,” tegasnya.

Ia menambahkan bahwa kekerasan seperti pembunuhan, pemerkosaan, penculikan, dan pemotongan harus dihentikan demi masa depan Papua yang damai dan bermartabat. (*)

 

 Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS

 

Sumber: Tribun Papua
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved