Opini
Opini: Paskah yang Membebaskan
Penyaliban itu dilakukan agar Yesus dan segala sesuatu tentang Dia dihancurkan sama sekali dan dianggap tidak pernah ada.
Oleh: Beni Wego, SVD
Anggota NACC, tinggal di USA
POS-KUPANG.COM - Ketika Maria Magdalena pergi mengunjungi makam Yesus seperti diceritakan dalam Kitab Suci pada Minggu Paskah, ia tidak menemukan Tubuh Yesus.
"Tuhan telah diambil orang dari kuburnya dan kami tidak tahu di mana Ia diletakkan" Yoh. 20:2
Siapa gerangan yang membuat gaduh dan masalah baru. Penyaliban yang sangat tragis itu dan untuk pertama kali dalam sejarah peradaban umat manusia, sudah cukup beralasan bagi umat manusia dan terutama bagi orang Kristen untuk menundukkan kepala sejenak memohon ampun dan belaskasih Allah.
Teolog Fleming Rutledge dalam bukunya The Crucifixion (2017) berkata bahwa Yesus disalibkan bukan hanya dengan cara yang paling brutal, keji dan kejam.
Penyaliban itu dilakukan agar Yesus dan segala sesuatu tentang Dia dihancurkan sama sekali dan dianggap tidak pernah ada.
Maria Magdalena menunjukkan dengan jelas ketidakterlibatan para murid dan pengikut Yesus perihal hilangnya jasad Yesus.
Apalagi bila terjadi, peristiwa itu akan berlangsung secara paksa dalam sebuah operasi yang luar biasa.
Para pelaku atau eksekutor juga harus menekan secara efektif dan mematikan para penjaga kubur yang sudah dibayar.
Misteri hilangnya tubuh Yesus
Dalam film Risen 2016 karya Paul Aiello dkk dan Kevin Reynolds sebagai direktur, general Clavius Aquilla Valerius Niger dari militer ditugaskan untuk membuat investigasi dan menemukan tubuh Yesus yang hilang.
Jelas mereka yang dekat dengan Yesus entah sebagai murid atau pengikutNya menjadi target utama.
Ia lantas menahan dan menginterogasi Maria Magdalena, Bartholomeus dan pengikut lain di luar lingkaran dekat Yesus. Dari mereka ia dapatkan informasi yang malah semakin mengejutkan.
Ketika ia menginterogasi Maria Magdalena untuk menunjukan keberadaan para murid yang lain, sang pejabat militer menjanjikan pembebasannya.
Kata Maria: “I am already free”. Pembunuhan dan kebangkitan Yesus melahirkan keberanian iman bagi Maria dan para pengikutNya.
Sedangkan bagi Tribune Romawi hal itu adalah kebingungan. Orang yang mati disalibkan ternyata hidup lagi, begitu ia menulis dalam surat yang ditinggalkannya kemudian.
Di waktu yang lain. Ketika serdadu Romawi itu menginterogasi Bartholomeus untuk menunjukkan tempat persembunyian para murid, sang rasul lantas menjawab dengan lancar dan lantang: “They are everywhere.”
Pejabat militer Clavius tidak menyerah. Ia terus mencari, mengepung sampai akhirnya menahan para murid Yesus dan Maria Magdalena dalam suatu ruangan di suatu tempat persembunyian.
Celakanya, dalam proses geledah dan penangkapan itu ia melihat wajah Yesus. Orang yang disalibkan itu sedang berada di antara anggota komunitas yang sedang berkumpul bersama.
Sang jenderal terpana dan terpaku. Ia kemudian meninggalkan sebuah surat wasiat yang dipaku pada tiang rumah.
Pilatus dan Lucius kemudian datang dan menyelidiki tempat rahasia di mana para murid berkumpul.
Mereka menemukan sepucuk surat dengan pesan tertulis yang jelas. Sang jenderal mencari orang dari Nazareth itu untuk menemukan kebenaran.
Ia akhirnya bergabung dengan para murid Yesus. Ia melepaskan segala jabatan dan tugas yang ada padanya termasuk di dalamnya mencari jasad Yesus yang sampai saat ia mundur dari jabatan dan tugas, tubuh Yesus masih tetap misterius.
Ia pun bergabung dengan mereka dan pergi ke Galilea tempat di mana Yesus memanggil mereka untuk mengikutiNya.
Tragedi Salib
Pengkhianatan Judas menggemparkan. Hanya Yesus dan sang mantan rasul itu yang mengetahui dan memiliki data tentang penyaliban yang akan terjadi sesudah malam perjamuan.
Penderitaan, penyaliban, dan kematian adalah tragedi yang memilukan. Yesus tampaknya tidak berdaya di hadapan suatu konspirasi kekuasaan yang lapar dan haus akan suatu kemenangan, apapun alasannya.
Via crucis atau jalan salib adalah tragedi. Ia adalah realitas manusia bukan sebaliknya manusia adalah realitas tragis.
Yesus menerima tragedi hidupnya dengan penuh cinta yang memantulkan nilai-nilai kemanusiaan yang universal.
Tragedi memiliki daya tarik. Pemantiknya adalah kemanusiaan. Karena itu dalam tragedi akan selalu terjadi solidaritas.
Tragedi salib Yesus melampaui jaminan apapun termasuk sogokan tigapuluh keping perak dari imam kepala kepada Yudas. Yudas kemudian melempem atau lesu sendiri.
Uang ternyata tidak bisa membeli dan menjamin segalanya. Lebih buruk dan konyol jika uang hasil sogokan itu dijadikan paket sumbangan untuk orang-orang miskin.
Tragedi salib adalah simbol kekuatan dalam penderitaan manusia. Ia rapuh tapi menarik dan menciptakan kekuatan lain yang baru.
Dalam bahasa Theolog Mgr. Budi Kleden, SVD, Allah menciptakan kehidupan sekalipun di tengah chaos.
Penciptaan tetap terjadi atau terus menerus. Hal itu disebut creatio continua. (Jurnal Ledalero vol.23, June 2024)
Paskah yang membebaskan
Dengan demikian Salib bisa diandalkan. Salib adalah tanda paling jelas dan nyata dari penderitaan manusia. Dengan memandang Salib kita memandang dan menerima kehidupan manusia sebagai realitas yang utuh.
Sebaliknya menolak salib, manusia menolak penderitaan. Tapi apakah manusia berani menolak penderitaan sebagai realitas?
Adakah suatu kehidupan tanpa penderitaan? Kehidupan macam apa yang menerima atau bertahan dalam tragedi?
Paskah atau kebangkitan adalah jalan pembebasan. Yesus memanggul salib untuk membebaskan manusia.
Ia mentransformasi tragedi sebagai jalan pembebasan manusia dan itu dilakukan Yesus dalam ketaatan mutlak kepada Bapa.
Dus, ia melampaui kontrol apapun dari manusia. Ia adalah jalan yang benar dan mutlak untuk pembaharuan.
Kalau Yesus mengalahkan konspirasi dan lebih dari itu kematian, kebangkitan dan pembaharuan dan hidup baru dalam Kristus adalah realitas yang mengikutinya.
Ia datang bukan sebagai hakim untuk menghakimi dunia melainkan untuk menyelamatkannya. (bdk. Yoh. 12:27)
Ia mati di salib sebagai manusia untuk membebaskan manusia dari apa saja yang merusak kemanusiaan.
Dengan kata lain, manusia dan ciptaan mulia di hadapan Allah. Ia diselamatkan oleh Allah dengan kekuatan dan kekuasaan Ilahi dan bukan dengan kekuatan lain yang tidak memiliki hubungan sama sekali dengan kehidupan dan masa depan manusia dan ciptaan.
Dalam konteks ini dapat dikatakan bahwa penderitaan memanusiakan manusia dan manusia dapat mencapai kepenuhan hidup dan diri oleh Kebangkitan Kristus dari penderitaan dan maut. Ia telah bangkit, alleluia! (*)
Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.