Kota Kupang Terkini
Kisah Fredik Nara, Penjahit yang Berhasil Kuliahkan Dua Anak, Kini Berjualan di Terminal Kupang
Keahlian menjahit ia pelajari dari seorang teman akrab semasa muda. Dari situlah ia membangun fondasi kehidupan keluarganya
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Yuan Lulan
POS-KUPANG.COM, KUPANG – Fredik Nara, seorang pria berusia 66 tahun asal Waingapu, kini menjalani hari-harinya dengan penuh semangat meski di usia senja.
Bersama istrinya, Helena Keni, ia berjualan di Terminal Kupang. Namun, di balik kehidupan sederhananya, tersimpan kisah perjuangan luar biasa sebagai seorang penjahit.
Fredik tiba di Kupang tahun 1991 dan memulai hidupnya dan tinggal di Nunhila bersama kerabatnya.
Keahlian menjahit ia pelajari dari seorang teman akrab semasa muda. Dari situlah ia membangun fondasi kehidupan keluarganya. Mesin jahit pertamanya dibelikan oleh sang ibu, Jila Miha, menjadi awal dari perjalanan suksesnya.
Dengan kerja keras, Fredik pernah menjadi penjahit ternama di kawasannya. Ia mengenang masa ketika pelanggan ramai berdatangan ke rumahnya untuk memesan baju.
“Dulu penjahit masih jarang, jadi banyak yang datang,” tuturnya saat ditemui Reporter POS-KUPANG.COM, (7/4/2025)
Bekerja dari pagi hingga malam, ia mematok harga Rp 50.000 untuk satu setelan baju dan celana. Hasil dari usahanya itu membuahkan keberhasilan: pada tahun 1997, ia membeli tanah seharga Rp2 juta, dan setahun kemudian, ia membangun rumah pribadi berukuran 7x9 meter di Nunhila, tepat di samping kantor lurah.
Kesuksesan Fredik tak berhenti di situ. Dari penghasilan menjahit, ia mampu menyekolahkan kedua anak laki-lakinya hingga perguruan tinggi. Salah satu anaknya bahkan lulus dari Universitas Nusa Cendana (Undana) dengan jurusan teknik otomotif mesin. “Itu kebahagiaan terbesar saya,” ungkapnya penuh haru.
Namun, usia membawa perubahan. Penglihatan Fredik yang menurun drastis, memaksanya meninggalkan profesi yang telah membawa kedua anaknya meraih gelar sarjana.
Baca juga: Kondisi Terminal Kupang, Masih Berfungsi Namun Perlu Perhatian Khusus
Meski begitu, ia tak patah semangat. Dua tahun terakhir, ia dan Helena memilih berjualan di Terminal Kupang untuk mengisi waktu dan tetap produktif. “Kami ingin terus bergerak, tak hanya diam,” katanya.
Fredik adalah anak keempat dari sepuluh bersaudara. Tiga saudara tertuanya telah meninggal, menyisakan enam bersaudara yang masih hidup. Baginya, keluarga adalah pilar utama yang menguatkan setiap langkahnya. (uan)
Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS
Warga Bello Dukung Imbauan Wali Kota Kupang Soal Aktifkan Kegiatan Ronda Malam |
![]() |
---|
Orang Tua Siswa Harapkan Keberlanjutan Program Ruang Belajar MANTAP |
![]() |
---|
Mabuk dan Buat Onar di Lasiana, Empat Pemuda Sumba Diamuk Massa |
![]() |
---|
Pria 46 Tahun Meninggal Dunia Usai Memancing di Dermaga Nunbaun Sabu |
![]() |
---|
Bank Mandiri Taspen dan PNM Resmikan Ruang Belajar MANTAP di Fatululi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.