El Tari Memorial Cup 2024
Sepak Bola Tak Berbohong
Lalu bagaimana nilai-nilai mendasar itu terjelma dalam praktik sepak bola di Indonesia pada umumnya dan NTT pada khususnya?
Oleh: Robert Bala
Ketua Penyelenggara SMA SKO San Bernardino Lembata
POS-KUPANG.COM - El Tari Memorial Cup (ETMC) ke-33 telah usai. Piala diarak ke Atambua, ke sebuah klub sepak bola: Bintang Timur Atambua (BTA).
Sebuah kemenangan yang tentu tidak mudah saya terima sebagia orang Lembata. Sembur paus sudah sangat menghipnotis sehingga ketika memimpin 2-0, selebrasi sudah disiapkan.
Fakta berkata lain. Piala yang sudah ‘dipeluk’ itu terlepas. Ia menuju Sekolah Sepak Bola (SSB) yang didirikan oleh Farry Francis 11 tahun silam (2014).
Hal ini memunculkan pertanyaan yang menjadi latar belakang tulisan ini: mengapa justru sebuah SSB yang menjadi juara dan dalam beberapa tahun terakhir sudah menempati 8 malah 4 besar?
Pertanyaan ini penting karena sejak 1968, belum ada klub yang menjadi pemenang.
PSN Ngada sebagai rajanya sepak bola NTT menjadi juara 8 kali disusul PSK Kupang (6 kali), Perseftim Flores Timur (5 kali). Lalu Perse (Ende) dan Persami Maumere, masing-masing 3 kali.
Kalau kini diambil oleh sebuah SSB yang jangkauannya kecil, maka hal itu perlu mendapatkan refleksi.

Pertanyaan ini juga mestinya jauh lebih penting daripada tenggelam dalam kekecewaan para pendukung setia.
Menganalisis pertanyaan dan mencari jawabannya mestinya menjadi hal yang jauh lebih penting daripada sekadar saling mengumpat di medsos, hal mana menjadi salah satu ciri khas negatif (beberapa) orang NTT.
Hendrik Johannes Cruijff (1947-2016), salah satu pemain sepak boleh terhebat dalam sejarah sepak bolah Belanda dan pernah memenangkan Ballon d'Or tiga kali (1971, 1973, dan 1974), pernah ditanyakan tentang definisinya tentang sepak bola.
Dengan tegas ia mengatakan, sepak bola adalah: recibir (menerima), controlar (mengontrol), correr (berlari), pasar (mengoper) la pelota (bola).
Di balik kata-kata ini sebenarnya yang ingin dikatakan tentang falsafah kehidupan itu sendiri. Kita menerima kehidupan dalam tubuh kita sejak lahir.
Kita lalu bertumbuh, berkembang hal mana digambarkan sebagai berlari. Pada akhirnya kita harus mengoper kehidupan itu.
Singkatnya, kehidupan tidak pernah berhenti bergerak, ia berpindah dari satu ke yang lain.
Ada hal yang jauh lebih penting yakni mengoper bola. Keutamaan yang paling penting dalam sepak bola adalah mengontrol. Tidak saja mengontrol bola tetapi ia harus diawali dengan mengontrol diri.
Kontrol bola karena itu dianggap sebagai keterampilan dasar. Dengan kontrol yang baik memungkinkan peluang untuk memanipulasi dengan efektif.
Itu berarti bermain bola tidak sekadar teknik tetapi juga pemahaman taktis terhadap lingkungan dan gerakan lawan.
Memungkinkan pemain memanipulasi bola secara efektif. Hal itu dapat dilakukan dengan berbagai bagian tubuh termasuk kaki, tungkai, dada, dan kepala.

Dari pengertian ini maka sepak bola tidak sekadar menenang bola. Di baliknya terdapat nilai yang tidak bisa diperoleh secara singkat, karbitan, dan jalan pintas. Para pesohor mengartikan sepak bola secara sangat jelas.
Sepak bola mengandung nilai dan pesan pembentukan diri (Marcelo Bielsa), kepemimpinan (Vicente del Bosque), kerja tim (Alfredo di Stefano), Moral (Albert Camus), dan agama (Eduardo Galeano).
Semua pengertian di atas tentu memiliki tujuan yang sangat penting seperti dikatakan oleh Leonel Messi.
Baginya, sepakbola paling populer dengan kecerdasan kinestetik yang melampaui banyak pemain dalam sejarah, menekankan bahwa kesenangan dan kenikmatan terhadap bola dan lapangan merupakan hal yang mendasar.
Di sana terdapat penyerahan diri total karena dilandasi oleh penyerahan diri total dilandaskan pada kesenangan dan kenikmatan dari dalam yang kemudian terekspresi dalam permainan fisik.
Tertipu
Lalu bagaimana nilai-nilai mendasar itu terjelma dalam praktik sepak bola di Indonesia pada umumnya dan NTT pada khususnya?
Sesungguhnya banyak kali kita ‘dibohongin' (tertipu) oleh pandangan yang menganggap permainan sepak bola sebagai cara memanfaatkan keberuntungan.
Hal itu karena didasarkan pada pemahaman bahwa menang dan kalah adalah soal keberuntungan.
Demi mencapai keberuntungan maka pelbagai cara dilakukan seperti mendatangkan pemain dari luar atau negara lain lewat naturalisasi.
Keberuntungan inilah yang banyak dilakukan oleh tim sepak bola dari kabupaten untuk mencari pemain (yang disebut mencari bibit) melalui seleksi hanya beberapa saat sebelum sebuah event dilaksanakan.
Para pemain terpilih kemudian diberi ‘suntikan’ semangat oleh pendukung dengan teriakan dan slogan menghayutkan. Dukungan seperti ini kadang mendatangkan kesuksesan.
Tetapi kadang mudah terprovokasi. Pemukulan wasit selama turnamen ETMC menjadi bukti, betapa jalan pintas itu berbuah aksi tak terpuji.
Atas pemahaman akan sepak bola sebagai sumber nilai maka pembinaan usia dini secara konsisten merupakan harga mati.
Barcelona punya La Masia de Can Planes (sering disingkat menjadi La Masia), yang berarti "Rumah Pertanian" dalam bahasa Katalan.
Real Madrid punya “La Fábrica” (the factory) yang merupakan salah satu akademi sepak bola terbaik dunia.
Dalam Sekolah Sepak Bola (SSB) ini para remaja malah anak ditanamkan nilai, dipupuki kebajian, dan dikembangkan keutamaan hidup.
Tahun 2019, penulis berkesempatan mendampingi Martin Demichelis, pemain legendaris Bayern Munich.
Dalam kunjungan ke SSB yang disponsori oleh Allianz Arena Munich, Demichelis lebih mengalokasikan waktu untuk bicara tentang pertumbuhan dan perkembangan secara psikologis.
Latihan di lapangan hanya sebagian kecil dari aktivitas yang dilakukan selama di Jakarta.
Hal itu mengingatkan bahwa yang terutama dalam sepak bola adalah nilai.
Ketika dari dalam diri terpateri nilai maka dengan mudah akan mengondisikan tubuh untuk bisa mewujudkan apa yang sudah terbatin dalam diri seseorang.
Pada tahap inilah kita bisa memahami, mengapa dalam beberapa tahun terakhir, SSB Bintang Timur Atambua hampir selalu berlaga di partai semifinal bahkan final dan kini sebagai juara.
Hal mengingatkan bahwa sepak bola yang kita hidup kerap bertentangan dengan filosofi sebenarnya.
Kita lebih memilih jalan pintas yang bila tercapai maka kita dengan mudah menjadi sangat emosional. Kita tertipu. Pemahaman kita tentang sepak bola yang keliru membohongi kita.
Kalau demikian, pasca ETMC ke-33 yang mestinya jadi pertanyaan oleh tiap kabupaten adalah apakah meneruskan pola mencari bibit menjelang pertandangan ataukah terlibat dalam pendidikan nilai?
Tidak mudah menjawab pertanyaan ini selagi kita hanya memahami sepak bola sebagai permainan dan bukan nilai.
Kita juga tidak akan melangkah jauh ketika permainan dalamnya terjadi ‘gerak’ justru merupakan pintu menuju kepada ilmu pengetahuan, seperti yang dikatkaan oleh Paul Dennison (movement is the door to learning).
Hal ini pula yang selalu menjadi kalimat favorit yang diucapkan secara berulang-ulang selama hampir 8 tahun mengelola Sekolah Keberbakatan Olahraga (SKO) di Lembata.
Ucapan itu tentu tidak sia-sia (meski terasa seperti itu). Tetapi kini dengan kemenangan SSB BTA, seakan mengingatkan bahwa perjuangan itu harus terus berjalan karena di dalam sepak bola ada pertautan nilai.
Sepak bola pun tidak pernah berbohong. Kitalah yang membohongi diri dengan jalan aneka jalan pintas.
Beruntung, kemenangan SSB BTA menyadarkan kita untuk mengelola sepak bola NTT secara berbeda. (*)
Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News
Komdis Asprov PSSI NTT Jatuhkan Sanksi Berat untuk Persap Alor dan Persada Sumba Barat Daya |
![]() |
---|
Juara Liga 4 NTT, Tim Bintang Timur Atambua Disambut Meriah di Belu |
![]() |
---|
Fary Francis, Glens Saputra Billi dan Ovik Mau. Setia Sampai Akhir |
![]() |
---|
Bintang Timur Atambua: Membangun Harapan dari Perbatasan |
![]() |
---|
Bintang Timur Atambua Juara Baru ETMC XXXIII Kupang, Tekuk Persebata Lewat Drama Adu Penalti |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.