Opini
Opini: Suanggi dan Sihir dari Perspektif Psikologi
Kepercayaan terhadap sihir atau suanggi menjadi bagian dari identitas sosial yang melekat pada individu tersebut.
Oleh: Yoseph Yoneta Motong Wuwur
Warga Lembata, Nusa Tenggara Timur
POS-KUPANG.COM - Kepercayaan terhadap suanggi dan sihir sering kali dianggap bagian dari dunia gaib, namun bisa dijelaskan melalui pendekatan psikologi.
Manusia cenderung mencari penjelasan untuk peristiwa-peristiwa yang tidak dapat dipahami dengan nalar.
Kepercayaan terhadap kekuatan mistis muncul sebagai cara menjelaskan kesulitan hidup, penyakit, atau kegagalan yang tak bisa diterima akal sehat.
Dalam psikologi sosial, keyakinan ini berkembang dalam komunitas tertentu. Ketika suatu kepercayaan diterima secara luas oleh kelompok, individu cenderung mengikuti untuk merasa diterima.
Kepercayaan terhadap sihir atau suanggi menjadi bagian dari identitas sosial yang melekat pada individu tersebut.
Teori kognitif juga menjelaskan bahwa manusia sering kali mengaitkan sebab-akibat tanpa dasar logis, menciptakan fenomena superstisi.
Misalnya, seseorang merasa tidak beruntung setelah bertemu dengan orang yang dianggap memiliki ilmu hitam, dan menghubungkannya dengan sihir atau suanggi.
Kepercayaan ini membantu individu merasa memiliki kontrol atas ketidakpastian hidup yang sulit dipahami secara rasional.
Mengapa Kita Percaya pada Sihir dan Suanggi
Kepercayaan pada sihir dan suanggi sering muncul sebagai respons terhadap ketidakpastian hidup.
Dalam situasi sulit, manusia cenderung mencari penjelasan yang lebih mudah
dipahami, terutama jika sesuatu tidak bisa dijelaskan secara rasional.
Dari sudut pandang psikologi kognitif, manusia memiliki kecenderungan untuk mencari pola, bahkan di antara kejadian yang tidak saling berhubungan, yang sering mengarah pada superstisi.
Misalnya, seseorang yang mengalami nasib buruk setelah berinteraksi dengan orang yang dianggap memiliki ilmu hitam, mungkin akan mengaitkan kejadian tersebut dengan sihir.
Pola pikir ini muncul sebagai cara untuk mengatasi ketidakmampuan menjelaskan fenomena yang menimpa mereka, memberikan rasa kontrol dalam menghadapi ketidakpastian.
Psikologi sosial juga menunjukkan bahwa kepercayaan terhadap sihir diperkuat oleh pengaruh budaya dan lingkungan sekitar.
Ketika kepercayaan ini diterima luas dalam komunitas, individu cenderung mengikuti norma sosial agar merasa diterima.
Kepercayaan terhadap kekuatan gaib ini akhirnya menjadi mekanisme psikologis yang membantu individu menghadapi ketidakpastian hidup meski tidak memiliki dasar ilmiah yang kuat.
Efek Placebo
Efek placebo adalah fenomena di mana keyakinan seseorang terhadap pengobatan tertentu dapat mempengaruhi kondisi fisiknya, meskipun pengobatan tersebut tidak mengandung bahan aktif.
Ini menunjukkan betapa kuatnya peran pikiran dalam memengaruhi tubuh.
Dalam konteks ini, meskipun seseorang menerima pil kosong atau prosedur tanpa efek medis yang nyata, keyakinannya bisa memicu perbaikan kondisi fisik.
Fenomena serupa terjadi ketika seseorang percaya bahwa mereka diserang oleh suanggi atau sihir.
Kepercayaan terhadap serangan tersebut dapat menyebabkan mereka mengalami gejala fisik yang nyata, seperti sakit kepala, kelelahan, atau gangguan tidur.
Meskipun tidak ada kekuatan gaib yang terlibat, pikiran mereka yang terfokus pada ancaman tersebut dapat memicu reaksi tubuh yang nyata.
Psikologi menjelaskan bahwa pikiran dan emosi yang kuat dapat merespons tubuh dengan cara yang sangat nyata. Mekanisme ini mengindikasikan adanya hubungan yang erat antara kondisi mental dan fisik.
Ketika seseorang terobsesi dengan ide atau keyakinan tertentu, tubuh mereka sering kali merespons dengan gejala fisik sebagai bentuk reaksi terhadap stress atau kecemasan.
Oleh karena itu, efek placebo dan kepercayaan terhadap hal-hal mistis seperti sihir atau suanggi memperlihatkan bagaimana kekuatan psikologis dapat menciptakan pengalaman fisik yang tampak nyata.
Ini menggarisbawahi pentingnya memahami hubungan antara pikiran dan tubuh dalam menangani masalah kesehatan fisik dan mental.
Keterlibatan Emosi
Emosi memegang peranan penting dalam memperkuat kepercayaan pada sihir dan suanggi.
Ketakutan terhadap kekuatan tak terlihat dan ketidakpastian hidup mendorong individu untuk mencari penjelasan yang bisa memberi rasa aman.
Dalam banyak kasus, keyakinan terhadap kekuatan mistis ini muncul sebagai bentuk cara seseorang untuk mengatasi stres atau tekanan, baik secara sadar maupun tidak bisa berupa perilaku, reaksi emosional, atau pola pikir terhadap ancaman yang dirasa mengintai.
Ketika seseorang merasa terancam oleh faktor eksternal yang tidak bisa mereka kendalikan, perasaan cemas sering kali memunculkan keyakinan pada kekuatan gaib.
Kepercayaan terhadap sihir atau suanggi menjadi cara untuk memberi penjelasan atas kejadian-kejadian yang tidak bisa dipahami dengan akal sehat, seperti penyakit atau nasib buruk.
Selain ketakutan, stigma sosial juga dapat memperkuat keyakinan terhadap fenomena ini.
Dalam banyak budaya, suanggi dan sihir sering dikaitkan dengan individu yang terpinggirkan atau memiliki perilaku yang dianggap menyimpang.
Hal ini menciptakan pengaruh budaya yang kuat, di mana masyarakat menerima dan menganggapnya sebagai hal yang nyata, bahkan menakutkan.
Dengan demikian, kepercayaan pada kekuatan supranatural seperti sihir dan suanggi tidak hanya dipengaruhi oleh faktor rasional, tetapi juga emosi dan stigma sosial yang ada di masyarakat.
Ini menunjukkan betapa kuatnya peran psikologi dalam membentuk keyakinan kita terhadap hal-hal yang tidak terlihat dan tidak dapat dijelaskan.
Fenomena Psikologi Sosial
Kepercayaan terhadap sihir dan kekuatan gaib sering menyebar melalui proses sosial yang disebut "penularan sosial". Dalam psikologi sosial, individu mudah terpengaruh oleh pandangan kelompok mereka.
Ketika satu orang percaya pada sihir, keyakinan tersebut dapat dengan cepat menyebar ke anggota lain dalam kelompok.
Penularan ini terjadi karena manusia cenderung menyesuaikan diri dengan norma sosial di sekitar mereka.
Dalam masyarakat yang memiliki tradisi sihir atau suanggi, individu merasa terikat untuk mengikuti agar diterima.
Proses ini memperkuat keyakinan yang ada, menjadikannya lebih sulit dipertanyakan atau dibantah.
Konformitas sosial juga memperkuat kepercayaan ini, di mana individu merasa perlu mengikuti mayoritas meski tidak sepenuhnya yakin.
Tekanan sosial dari teman, keluarga, atau komunitas membuat seseorang mengadopsi keyakinan terhadap hal gaib meskipun tanpa bukti rasional.
Ini menunjukkan bagaimana kepercayaan dapat menyebar dan menguat dalam kelompok sosial, membentuk pandangan dan perilaku kita.
Kognisi dan Bias Kognitif
Kognisi manusia sering dipengaruhi oleh bias kognitif yang mengarah pada keputusan dan persepsi tidak rasional. Bias kognitif adalah kecenderungan mental yang membentuk cara kita melihat dunia.
Salah satu bias yang sering muncul adalah kecenderungan untuk mencari informasi yang hanya mendukung keyakinan yang sudah ada, meski bukti bertentangan.
Fenomena ini tampak dalam kepercayaan terhadap fenomena supranatural.
Seseorang yang meyakini diserang sihir cenderung mengingat peristiwa-peristiwa yang menguatkan keyakinannya, sambil mengabaikan penjelasan rasional yang bertentangan.
Ini membuat mereka semakin yakin meski ada sudut pandang lain yang lebih logis.
Bias konfirmasi memperburuk pandangan seseorang dengan membatasi informasi yang diterima.
Ketika hanya mencari bukti yang mendukung pemikiran yang ada, individu terjebak dalam lingkaran informasi yang terbatas.
Kesadaran akan bias kognitif penting agar kita bisa lebih terbuka dan kritis, mengurangi kesalahan berpikir, dan memahami dunia dengan lebih
rasional. (*)
Simak terus berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS
Opini: Prada Lucky dan Tentang Degenerasi Moral Kolektif |
![]() |
---|
Opini: Drama BBM Sabu Raijua, Antrean Panjang Solusi Pendek |
![]() |
---|
Opini: Kala Hoaks Menodai Taman Eden, Antara Bahasa dan Pikiran |
![]() |
---|
Opini: Korupsi K3, Nyawa Pekerja Jadi Taruhan |
![]() |
---|
Opini: FAFO Parenting, Apakah Anak Dibiarkan Merasakan Akibatnya Sendiri? |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.