NTT Terkini
Ketua DPP Perbarindo Minta BPR Harus Berubah
sukses pada sebuah bisnis sebetulnya ada pada layanan kepada nasabah. Bukan fokus pada persaingan antar lembaga keuangan ataupun perbankan
Penulis: Irfan Hoi | Editor: Rosalina Woso
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Ketua DPP Perhimpunan Bank Perekonomian Rakyat Indonesia (Perbarindo) Tedy Alamsyah meminta Bank Perekonomian Rakyat (BPR) harus bisa berubah.
Tedy Alamsyah menyampaikan itu dalam Seminar di acara Musda ke-V DPD Perbarindo NTT, Sabtu (22/2/2025) bertajuk "Strategi BPR dalam Menghadapi Tantangan Perubahan" di Hotel Kristal Kota Kupang.
Tedy mengatakan, tantangan industri keuangan adalah penguatan kompetensi SDM, pemenuhan modal inti, pemberlakuan CKPN, pengaturan konsolidasi, dan pengembangan layanan berbasis teknologi.
Dia mengatakan, roadmap 2024-2027 adalah pengaturan, pengawasan dan perjanjian. Dalam rangka menenangkan kompetisi, maka perlu penataan struktur industri BPR dan BPRS.
Baca juga: Lirik Lagu Daerah NTT dari Ende, Lagu Berjudul Ramona
Sisi lain, tantangan penyedia layanan dari sisi eksternal adalah pengetahuan termasuk digital nasabah masih relatif rendah.
"Nasabah kita adalah baby boomers dan pra baby boomers, Gen X dan mungkin tidak ada Gen Z," kata dia di Seminar menjelang Musyawarah Daerah (Musda) ke-V DPD Perbarindo NTT.
Hasil survei dari ILO menunjukkan presentasinya ada di angka 68 persen. Tantangan lainnya adalah mayoritas nasabah nasih tradisional yang lebih menyukai bertransaksi secara fisik. Angka survei dari lembaga yang sama adalah 60 persen.
Sehingga dia menyarankan agar layanan bisa membuat sistem yang tidak rumit dan justru akan membuat nasabah akan kesulitan. Perbedaan antara generasi nasabah harus membuat BPR bisa melakukan inovasi.
Sebab, segmen nasabah dengan usia tertentu memiliki kebutuhan dan permintaan berbeda. Terutama kelompok usia tua. Berbeda dengan nasabah pada usia muda yang lebih fleksibel.
"Jadi preferensi nasabah punya karakter berbeda," kata dia.
Tantangan lainnya adalah, infrastruktur yang kurang memadai. Dalam survei ILO, menunjukkan tantangan ini ada di angka 37 persen.
Salah satu tantangan terbesar terhadap penerapan GRC di Industri perbankan saat ini adalah dengan adanya banking 5.0 yaitu dengan berubahnya pola dan preferensi nasabah terhadap transaksi dan layanan yang sesuai dengan peningkatan penggunaan teknologi serta tumbuhnya alternatif bank (fintech) yang semua mengarah kepada digitalisasi perbankan.
Dia mendorong juga edukasi dunia kampus dan Gen Z tentang keberadaan BPR. Disamping hal itu bisa munculnya talent baru. Bila ada respons yang baik, maka ada agen perubahan di BPR. Apalagi, Gen Z sendiri memiliki cukup kecakapan digital.
Kedekatan dengan Perguruan Tinggi harus terus dilakukan. Sebab, kampus menjadi pusat data dan bagian penting dari peradaban. Hanya saja, perlu pengelolaan agar bisa mendukung juga keberlangsungan BPR.
"BPR tidak boleh sulit untuk berubah. Karena akan menjadi kuno, jadul. Nasabah jangan dijadikan obyek, apalagi Gen Z," kata dia.
Dalam undang-undang nomor 4 tahun 2023 pasal 249, yang mengatur tentang kemudahan akses pembiayaan bagi UMKM oleh seluruh Bank dan lembaga keuangan non Bank dengan prinsip kehati-hatian.
Tedy Alamsyah menjelaskan, layanan digital memiliki potensi verifikasi yang tidak kereta. Peluang kehilangan dana pinjaman juga akan lebih besar.
Data perbankan tahun 2022, kontribusi kredit perbankan untuk UMKM hanya 19,6 persen. Sementara, kontribusi UMKM untuk PDB adalah 60,5 persen. Padahal UMKM memainkan peran penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia.
Tahun 2019 saja, jumlah UMKM mencapai 99 persen atau 65,4 juta dari total seluruh pelaku usaha. Kontribusi UMKM untuk PDB adalah tertinggi secara Asean. Berbeda dengan kontribusi perbankan yang tergolong kecil terhadap UMKM.
"Terdapat anomali yang berarti terdapat 80,4 UMKM di Indonesia belum tersentuh layanan perbankan," kata Tedy Alamsyah.
Dia mengatakan, sukses pada sebuah bisnis sebetulnya ada pada layanan kepada nasabah. Bukan fokus pada persaingan antar lembaga keuangan ataupun perbankan.
Hadirnya lembaga keuangan dengan berbagai digitalisasi, kata dia, menimbulkan kegaduhan. Pemerintah kemudian mengeluarkan aturan terhadap perlindungan data konsumen atau nasabah.
Ia menyarankan ada mitigasi dari perbankan agar bisa dilakukan pencegahan. Sebab aturan itu cukup ketat dan punya implikasi besar. Perbankan juga perlu menjaga data konsumen, disamping adanya pemahaman yang cukup juga dari nasabah itu sendiri.
"Digitalisasi resikonya adalah siber rich. Paling ideal menggunakan ISO 27001 perlindungan data," kata Tedy Alamsyah.
Dia mengingatkan seorang pemimpin mestinya hanya visioner dan mampu menerjemahkan kebutuhan dan tantangan.
Selain itu, pemimpin juga fokus pada segmen bisnis dia sendiri. Disamping melihat kebutuhan yang ada. Seorang pemimpin juga harus banyak membaca dan membuat keputusan sesuai kebutuhan.
Selain itu, penggunaan digitalisasi juga harus lebih hati-hati. Meski di era saat ini digitalisasi menjadi penting. (fan)
Ikuti Berita POS-KUPANG.COM Lainnya di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.